CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

MY PICTURE'S

MY PICTURE'S
KEISTIMEWAAN SEORANG WANITA TERPANCAR DARI HIJABNYA

Kamis, 24 Juni 2010

JANJI

Berjanji atau membuat perjanjian bukanlah pekerjaan sulit, bahkan terlalu mudah untuk dilakukan. Yang sulit justru memenuhi perjanjian itu sendiri sebagaimana mustinya. Barangkali itu sebabnya, Nabi Muhammad saw sering mengingatkan kita agar tidak mudah membikin janji bila kita tak sanggup menepatinya.

Dalam Alquran, Allah swt menyuruh kaum beriman agar memenuhi dan menepati segala bentuk perjanjian itu. Firman Allah, ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu.” (Al-Maidah: 1). Menurut pakar tafsir Rasyid Ridha, yang dimaksud perjanjian (aqad) dalam ayat di atas adalah perjanjian dalam arti luas, mencakup semua perjanjian baik janji manusia dengan Tuhan maupun janji manusia dengan sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. (Tafsir al-Manar, 6/119).

Janji kepada Tuhan, tak lain adalah janji dan komitmen kepada-Nya. Dengan kata lain, janji tersebut adalah iman. Sebagai salah satu ikatan janji, iman perlu dan harus ditepati. Tuhan menegur orang-orang yang ingkar janji kepada-Nya, ”Bukankah kamu telah berjanji kepada-KU untuk tidak menyembah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Yasin: 60).

Sedangkan janji kepada sesama manusia mencakup aspek yang sangat luas. Dalam pemikiran klasik, janji ini mencakup empat hal, yaitu ikatan janji pernikahan, transaksi jual beli dan perdagangan, perjanjian perang dan damai, serta sumpah janji. Dalam pemikiran kontemporer, perjanjian dimaksud lebih luas lagi, menyangkut semua bentuk kesepakatan dan transaksi yang dilakukan manusia untuk memenuhi segala macam kebutuhan dan hajat hidupnya.

Semua bentuk perjanjian di atas, baik dalam lingkup yang kecil, apalagi dalam skala yang besar dan luas, harus dihormati dan dijunjung tinggi. Di sini, agama Islam, tulis Rasyid Ridha, menganut suatu asas atau prinsip ‘tepat janji dan setia menepati janji’. Dengan mengacu pada prinsip ini, tak seorang pun dibenarkan ingkar janji atau merusak perjanjian setelah janji itu tetap dan teguh.

Agama Islam, seperti terlihat di atas, sangat menghormati perjanjian. Dalam perspektif ini, tepat janji merupakan sikap dan sekaligus tindakan yang amat terpuji dan merupakan bagian tak terpisahkan dari iman dan takwa. Sebaliknya, ingkar janji merupakan tindakan terkutuk dan merupakan perwujudan dari bentuk kemunafikan yang sangat dicela oleh Islam.

Untuk itu, setiap Muslim musti tepat janji dan menepati semua janjinya, sebab janji itu akan ditanya dan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, (Al-Isra: 34). Untuk dapat tepat janji, menurut ulama Mesir kontemporer Muhammad Ghazali, seorang Muslim harus memperhatikan dua hal. Pertama, ia harus selalu ingat dan tak boleh lupa, meski sesaat, terhadap semua janjinya.

Kedua, ia harus memiliki tekad yang kuat untuk dapat memenuhi semua janjinya itu. Sebagai bagian dari akhlak Islam, ajaran tepat janji perlu dibudayakan. Sebab, kualitas kita, baik sebagai pribadi maupun umat, ikut ditentukan oleh aktualisasi dari ajaran tepat janji ini. Wallahu A`lam.

0 komentar: