CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

MY PICTURE'S

MY PICTURE'S
KEISTIMEWAAN SEORANG WANITA TERPANCAR DARI HIJABNYA

Kamis, 01 Juli 2010

Peranan Wanita Dalam Pembudidayaan Rumput Laut

Peranan Wanita Dalam Perencanaan Keluarga
Ibu merupakan salah seorang pelaku pernikahan yang berjenis kelamin wanita. Seorang wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam suatu upacara pernikahan sebelum di resmikan statusnya sebagai seorang istri dan pasangannya sebagai suami. Bagi wanita yang statusnya belum menjadi Istri dalam keluarga disebut sebagai anak wanita. Pada masyarakat di Dusun Bombong Desa Biangkeke Kecamatan Pajukuakang Kabupaten Bantaeng adanya ketentuan umur yang tergolong sebagai status wanita yang sudah bersuami disana. Menurut Ibu Rahma (22 Tahun):
Wanita yang berumur 15-18 tahun keatas merupakan wanita yang sudah berstatus istri sedangkan wanita yang berumur 14 tahun ke bawah belum berstatus sebagai istri. (wawancara, 06 2010)

Penulis Mengambil Gambar Seorang Ibu Di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.

Namun hal tersebut berbeda dengan penuturan Ika ( tahun) bahwa di Dusun ini terdapat anak wanita yang telah menikah pada usia 14 tahun.

1. Peranan wanita (Istri) Dalam Pembinaan Keluarga
Seorang istri dalam keluarga bertugas sebagai pengurus rumah tangga. Pemenuhan segala kebutuhan hidup rumah tangga dapat di penuhi dengan bertanggung jawab terhadap upaya pewarisan nilai-nilai agama dan tradisi, seorang ibu memiliki andil yang cukup besar dalam proses pembinaan terhadap keluarga yang terkhususkan kepada anak-anak mereka. Keterampilan pengetahuan nilai agama dan tradisi di ajarkan sejak dini oleh seorang Istri atau Ibu, baik melalui perilaku-prilaku sosial dalam lingkup pergaulan (awal anak-anak berinteraksi dengan lingkungan) yang berlaku pada masyarakat maupun pengetahuan yang di dapatkannya dari pendidikan formal (memasukkannya ke sekolah). Pentingnya pendidikan formal maupun non-formal menurut masyarakat Dusun Bombong pun amatlah penting. Seperti yang diutarakan oleh Ibu Rahma (22 tahun):
Pendidikan yang di peroleh dari sekolah sangat penting untuk anak dan keterampilan yang kami ajarkan dari kecil sangat berguna nantinya ketika mereka tumbuh besar.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Tak sedikit pengetahuan para wanita disana setujuh terhadap penuturan tersebut bahwa pendidikan formal amatlah penting bagi anak-anak mereka sebagaimana penuturan Ibu Hasna:
Pendidikan formal tidaklah begitu penting di bandingkan pendidikan non formal karena mereka (anak-anak) lebih dapat membantu saya dalam memenuhi kebutuhan keluarga dibandingkan ketika mereka mendapatkan pengetahuan formal yang hanya menghabiskan uang.
(wawancara, 06 Maret 2010)
1. Peranan wanita (Istri dalam mengasuh dan merawat anak)
Anak-anak dalam keluarga merupakan penerus (pewaris) berbagai nilai agama dan tradisi. Menjaga dan merawat anak dari pengaruh yang bertentangan dengan nilai agama dan tradisi budaya dalam masyarakat mereka, tak terlepas dari tugas seorang istri atau ibu. Berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya (dengan kemampuan ekonomi mereka tentunya) yang bersifat positif dan mengupayakan perawatan kesehatan fisik maupun rohani agar supaya dapat menjadi benteng pertahanan mereka ketika berinteraksi ke dunia luar (lingkungan masyarakat).

2. Peranan anak dalam keluarga
Melanjutkan stapet keterampilan keluarga, meneruskan dan berusaha menjadi tulang punggung setelah kepala rumah tangga (suami) tidak dapat lagi mengerjakannya atau sudah tiada.
Pemenuhan kebutuhan sejak mereka kecil dari segi keterampilan formal maupun non-formal serta nilai-nilai social yang berlaku dalam masyarakat, telah tercukupi oleh sebagian dari mereka sejak mereka masih kecil, sehingga seorang anak yang sudah cukup besar dan sanggup mengerjakan apa yang di kerjakan oleh orang dewasa di tuntut untuk megerjakannya juga. Mereka (anak) akan merasa malu terutama bagi anak laki-laki namun hal ini juga dapat berlaku terhadap anak wanita (sekalipun tarafnya lebih kecil) ketika tidak turut andil dalam melakukannya. Pengamatan yang penulis dapatkan di Dusun Bombong, terlihat beberapa anak wanita (berkisar 8-15 tahun) turut membantu kegiatan orangtua mereka, sekalipun jumlah anak wanita disana sangat kecil karena sudah banyak yang telah menikah dan tidak menetap disana. Menurut Nika (14 tahun):


Kedudukan seorang anak dalam keluarga sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan mereka, di samping sebagai penerima nilai (pewaris dalam keluarga) sosial dari orang tua juga harus melanjutkan pekerjaan kepala rumah tangga (suami) demi tercukupinya kebutuhan mereka selanjutnya.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa seorang anak dapat menjadi tulang punggung keluarga baik laki-laki maupun wanita yakni menggantikan pekerjaan kepala keluarga (ayah) kelak amatlah penting tak berlaku ketika seorang anak telah menikah. Anak yang telah menikah akan menjadi tulang punggung keluarga barunya, menurut Ibu Rahma (22 tahun):
Saya telah menikah selama 6 tahun, sebelum menikah saya dapat membantu orangtua dengan mengolah rumput laut sebagai tambahan keuangan pemenuhan keluarga dan lain sebagainya, namun setelah menikah hingga sekarang saya hanya dapat membantu keluarga baru saya (suami dan anak) dengan mengolah rumput laut.
(wawancara , 06 Maret 2010)
Sekalipun demikian para wanita yang telah bersuami masih dapat membatu orangtua mereka sebagaimana Ibu Rahma melanjutkannya bahwa saya masih dapat membantu orangtua namun hanya sebagian kecil saja, tak sama setelah menikah.
Pemenuhan kebutuhan yang di lanjutkan oleh anak yang belum berstatus sebagai istri dan suami dalam keluarga di peruntutkan bagi anak pria maupun wanita. Berdasarkan penglihatan saya di Dusun Bombong, disana juga berlaku bagi mereka. Hal ini di utarakan oleh Nika (14 tahun): Anak pria dan wanita sama-sama bisa membantu orang tua mereka.
Namun bedanya, terlihat dalam pembagian peran anak-anak di sana berbeda, beberapa anak wanita berperan dalam tahap pengikatan bibit (pembibitan) sedangkan para anak pria berperan dalam tahap penanaman rumput laut. Hal tersebut telah dilihat oleh penulis disaat beliau menelusuri Dusun Bombong itu. Penulis melihat beberapa anak pria dan wanita sedang mengerjakan tugas mereka masing, anak pria terlihat di pinggiran dan atas perahu di pantai sedangkan para anak wanita di bawah kolom-kolom rumah mereka.
5.2 Peranan Wanita Dalam Pengolahan Rumput Laut
Dalam pengolahan rumput laut terdapat tiga cara atau proses yang di lakukan. Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Rezki:
Ada tiga proses dalam pengolahan rumput laut yaitu pada proses awal mereka sebut sebagai proses pembibitan (pengikatan bibit pada bentang), lalu di lanjutkan pada tahapan kedua yaitu penanaman (pemasangan bibit), serta yang terakhir proses penjemuran (pengeringan). (wawancara, 07 Maret 2010)


Rumput laut di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.

Pada proses penanaman bibit (sebutan untuk pemasangan bibit), para petani/nelayan rumput laut menjadikannya sebagai bagian dalam proses awal. Dimana pada proses ini, para petani/nelayan memasang bibit untuk ditanam yang dikerjakan oleh kaum pria.


Pembibitan rumput laut yang telah di bibit dan di tanam, di dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.
Disaat penulis memperhatikan cara pembibitan rumput laut di Dusun ini, mereka penanaman bibit setelah melalui tahap pembibitan mengaitkan rumput laut pada bentang (tahapan kedua). Bagi masyarakat disana bentang merupakan tali yang terbuat dari tali nilon. Selain itu tempat mengerjakannya di bawah rumah (rumah di Dusun bombing dominan tergolong rumah panggung).
Dalam pengelolahan rumput laut di Dusun Bombong kaum wanita berantusias dalam mengerjakannya, apalagi dalam tahapan pengikatan. Menurut Ibu Hasna: Wanita memiliki andil yang besar dalam proses pengolahan rumput laut
Ketika penulis melihat, kegembiraan terpancar dari wajah kaum wanita di Dusun Bombong selama berjam-jam duduk mengikat rumput laut pada bentang. Nampak mereka tengah asik mengerjakannya. Sebagaimana penulis mengambil gambar, di bawah kolom rumah di sore hari, sebagai berikut :


Kegiatan pengikatan rumput laut pada bentang di bawah kolom rumah, disore hari, di Dusun Bombong Desa Biangkeke Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng.


a. Peranan wanita (Istri) dalam pengelolahan rumput laut.
Dalam proses pengolahan rumput laut peran seorang istri amatlah besar , yakni mencakup dalam pembibitan dan penjemuran. Menurut Ibu Rahma (22 tahun):

Pada tahap pengelolaan rumput laut terbagi menjadi tiga bagian yaitu tahapan pembibitan, penanaman dan penjemuran”. Para wanita memiliki bagian daam tahapan pembibitan rumput laut.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Selain itu, dalam proses penjemuranpun kaum wanita memiliki peran yang lebih. Sebagaimana perkataan Ibu Hasna :

Dalam tahap penjemuran wanita mempunyai andil yang besar dibandingkan dengan kaum pria. (wawancara, 06 Maret 2010)

Dalam penentuan pengerjaan (waktu) pembibitan para istri atau ibu megerjakannya di waktu pagi hingga sore hari. Namun, mereka berhenti beberapa saat sebanyak 2 kali lalu melanjutkannya hingga malam hari. Berdasarkan perbincangan penulis dengan Ibu Hasna:
Pembibitannya dimulai pukul 08.00 setelah mereka mengurus anak-anak kesekolah dan memasak untuk keluarga lalu berhenti pada pukul 12.00-1300 untuk beristirahat dan mereka melanjutkannya lagi hingga pukul 16.00, terkadang mereka masih mengerjakannya hingga malam hari (22.00) di saat ketersediaan rumput laut cukup melimpah.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Penuturan tersebut berbeda berdasarkan perbincangan penulis dengan Ibu (siapa lagi namanya mamanya rezky) bahwa :
Pada tahapan pembibitan Istri memulainya pada pukul 09.00 atau sekitar 09.30 pagi setelah semua kebutuhan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan sebagainya
Pengerjaan pembibitan yang dikerjakan oleh istri tergantung dari kesanggupan dan kemauan para Istri. Hal ini sesuai dengan perkatan Ibu Rahma (22 tahun) bahwa :
Pekerjaan pembibitan dalam penentuan waktu tergantung dari kesanggupanan dan kemauan para istri atau ibu. (wawancara, 06 Maret 2010)
Rumput laut membawa perubahan besar pada peran wanita di desa-desa petani/nelayan Sulawesi Selatan dalam tiga tahun terakhir. Penulis lepas Luna Vidya yang sehari-hari bergelut dalam pemberdayaan potensi pertanian, membagi hasil pengamatannya di sejumlah Desa nelayan di pesisir selatan. Budidaya rumput laut menjadikan tenaga wanita dihargai secara ekonomi, namun sayang belum dilibatkan sepenuhnya dalam pelatihan teknis budidaya, yang masih di dominasi pria.
Hal tersebut tidak memiliki perbedaan jauh pada istri yang di tinggal mati oleh suaminya atau berstatus janda. Seperti penuturan Ibu Hasna:
Istri yang yang berstatus janda dapat mengerjakan tahapan pembibitan dengan waktu yang sama dengan para istri yang lain. Namun hal ini berbeda dengan wanita yang belum menikah.
(wawancara, 06 Maret 2010)
b. Peranan wanita (anak wanita) dalam pengelolahan rumput laut
Orang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga di sebut sebagai seorang anak. Dalam tahapan pengelolahan rumput laut peran seorang anak wanita tak jauh berbeda dengan wanita yang telah menjadi istri dalam keluraga.

Pada proses pengikatan rumput laut, istri dan anak memiliki peran yang sama, namun dalam hal pembagian kerjanya kaum anak wanita memiliki sedikit waktu dalam pengikatan dibandingkan dengan para istri petani/nelayan. Pengelolaan yang dikerjakan oleh anak wanita, dimulai ketika mereka pulang dari menerima pendidikan formal di sekolah. Berdasarkan wawancara informan dengan Nika (14 tahun):
Dalam tahap pengikatan bibit pada bentang wanita yang belum menikah dan masih bersekolah mengerjakannya di saat sehabis sekolah hingga sore hari.
(wawancara, 07 Maret 2010)

Pengelolahan Rumput Laut Dilakukan Oleh Wanita (Istri) Dan juga anak Wanita, Penulis Mengambil Gambarnya Di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Banteng.

Menurut Ibu Hasna bahwa para Istri terkadang masih mengerjakannya hingga malam hari (22.00) di saat ketersediaan rumput laut cukup melimpah.
Selain itu sesuai perkataan Ibu Rahma (22 tahun) bahwa ada sebagian anak yang membantu ibunya melanjutkan pembibitan hingga malam hari, dan ada juga yang tidak.
c. Peranan wanita atau Istri yang tidak bersuami (janda) dalam pengolahan.
Wanita yang berstatus sebagai istri atau ibu dalam keluarga namun mereka telah di tinggal oleh suami (cerai atau meninggal) memilki peran yang tidak jauh beda dengan istri yang di tinggal mati oleh suaminya atau berstatus janda. Berdasarkan perbincangan penulis dengan Ibu Hasna:

Istri yang ditinggal mati oleh suaminya mengerjakan pembibitan dan penjemuran dengan waktu yang sama dengan seorang istri yang masih memiliki suami, namun hal ini berbeda dengan wanita yang belum menikah (anak). Pengikatan rumput laut pada bentang, tidak hanya dikerjakan oleh para wanita yang sudah menikah dan masih memiliki suami namun para wanita yang berstatus janda atau sudah tidak memiliki suamipun turut berperan dalam pengikatannya.
(wawancara, 06 Maret 2010)



Tahap Pengikatan Rumput Laut Pada Bentang Di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng
Sebagaimana perbincangan penulis dengan Ibu Hasna :
Saya sudah lam menjanda, suami sudah sudah lama meninggal. Pengikatan rumput laut sudah lama kerjakan demi memenuhi kebutuhan anak saya
Namun, pada tahapan pembagian kerjanya, wanita janda memiliki lebih banyak waktu. Pada pengikatan tersebut, wanita yang masih memiliki suami menghasilkan ikatan yang lebih sedikit di bandingkan oleh wanita yang berstatus janda. Lanjut penuturan ibu Hasna:
Tahapan pengikatan rumput laut, wanita yang berstatus janda lebih banyak menghasilkan ikatan ketimbang para wanita yang masih bersuami, hal tersebut terjadi karena ketersedian waktu wanita yang masih bersuami lebih banyak bergeluk di ruang domestik (mengurus keluarga: memasak untuk anak dan suami dll) sehingga bebannya bertambah sedangkan para wanita yang bertatus janda tidaklah demikian, sekalipun mereka juga masih memiliki anak namun mereka tidak perlu memasakkan suami, mengurus suami dll yang hanya diperuntutkan untuk anak mereka sehingga waktunya lebih banyak.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Selain pernyataan diatas, seorang wanita janda lebih banyak menghasilkan pembibitan (pengikatan bibit pada bentang) di bandingkan dengan wanita yang lain karena memiliki beban yang lebih berat di bandingkan wanita yang masih memiliki suami. Sesuai lanjutan perkataan Ibu Hasna:
Saya mengikat bibit pada bentang tak lain demi memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga yang tak bisa dikerjakan oleh suami saya seperti istri yang lain sehingga keikut sertaan saya mengelolah rumput laut sama dengan ibu yang lain, namun bedanya saya menjadi tulangpunggung keluarga.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Hasil yang diperolah dari pengikatan bibit pada bentang yang di kerjakan oleh istri yang sudah tidak bersuami (janda) maupun masih bersuamipun berbeda.
Menurut ibu Hasna:
Pengikatan rumput laut dalam sehari beliau memperoleh sebanyak 16 bentang dibandingkan dengan para wanita yang masih bersuami sebanyak 10 bentang. (wawancara, 06 Maret 2010)
Fenomena ini terjadi pada ibu hasna karena peran domestiknya tidak sama dengan wanita lain (dalam hal pengurusan keluarga). Istri memiliki peran domestik lebih besar dari wanita yang berstatus janda sekalipun mereka sama-sama memiliki anak namun pembagian peran istri lebih banyak dari janda. Hal ini dapat dilihat dari pembagian waktu dan kerjanya, istri memasak untuk suami dan anak-anak mereka sedangkan janda hanya memasak untuk anak-anak mereka sekalipun perbedaannya tidak terlalu besar (hanya masalah waktu). Belum lagi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, penghasilan masyarakat disana bergantung pada rumput laut. Penghasilan yang mereka peroleh di hitung tiap bentangnya. Berdasarkan wawancara penulis dengan ibu Rahma (22 tahun) sebagai berikut:
Penghasilan disini sangat bergantung dengan pengelolahan rumput laut, penghasilan kami di hitung tiap bentang dalam tahap pembibitan. Sehari kami mendapatkan penghasilan tidak menentu.
Adapun Jenis rumput laut dapat di kategorikan menjadi tiga jenis. Menurut Bapak Rezki:
Rumput laut terbagi menjadi tiga jenis yaitu : lipang (katonik), mammere’ (hijau) dan cengkeh (agak kemerahan)...
(wawancara, 07 Maret 2010)
Dalam jenis kualitas harga rumput laut tidaklah bervariasi (harganya tetap sama). Sebagaimana Bapak Rezki mengatakan:

Jenis-jenis rumput laut memiliki tingkat harga yang sama yaitu seharga 1500 perbentang dan 9500 per kilonya.
(wawancara, 07 Maret 2010)

Namun pengelolahan rumput laut di Dusun Bombong ketika penelitian berlangsung, mereka mengelolah rumput laut jenis lipang atau katonik.
Dalam hal pengeluaran keuangan keluarga petani/nelayan rumput laut sangatlah terbatas, penghasilan yang telah penulis tuliskan di atas tidaklah mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang layak. Penghasilan mereka yang kurang -20 ribu sehari, mengharuskan mereka membaginya dengan kebutuhan yang lain, seperti biaya sekolah anak-anak, kebutuhan pakaian dan perlengkapan pembibitan serta penanaman ketika sudah waktunya untuk diganti dan lain sebagainya. Seperti perkataan Ibu Rahma:

Pengeluaran keluarga selain pemenuhan kebutuhan pokok, pengeluaran yang lain seperti sekolah anak-anak (belum termasuk uang jajan), kebutuhan pakaian dan sebagainya amatlah penting untuk dipenuhi.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Sekalipun sebagian dari mereka memiliki ternak dan sawah yang dapat digarap lalu hasilnya di konsumsi sendiri terkadang sebagian juga dijual namun hal tersebut tidaklah mampu memenuhi kebutuhan mereka.

Menurut Ibu Hasna:
Saya memiliki 2 ternak dan setengah hektar sawah namun pemenuhan kebutuhan rumah tangga kami masih kurang.


d. Peranan Suami Dalam Pengolahan Rumput Laut


Penanaman rumput laut di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.

Keikutsertaan wanita dalam pengolahan rumput laut menjadikan alasan tersendiri yang mesti dijawab oleh para suami mereka yaitu alasan apa yang menjadikan mereka untuk mengizinkan para istri mereka mengerjakannya juga. Penanaman bibit rumput laut pada petani/nelayan rumput laut diperankan sepenuhnya oleh para pria.

Dalam proses pemilihan lahan, wanita yang memiliki andil yang kecil di bandingkan dengan kaum laki-laki yang memiliki andil cukup besar dalam mengerjakannya. Berdasarkan perkataaan Bapak Rezki:

Dalam pengikatan bibit pada bentang wanita lebih berperan, namun hal tersebut tidak berlaku terhadap laki-laki. Para petani/nelayan laki-laki berperan dalam proses penentuan lahan pembibitan.
(wawancara, 06 Maret 2010)

Pengambilan gambar sewaktu penulis memotretnya dari atas permukaan air laut dengan menggunakan perahu.

Peranannya baik mencakup kepada pria yang belum berstatus sebagai suami (anak pria) maupun yang sudah. Selain itu, dalam penentuan lahan juga diperankan sepenuhnya oleh para pria. Berdasarkan perbincangan penulis dengan Bapak rezki sebagai berikut:

Tahapan penanaman bibit dan penentuan lahan sepenuhnya dilakukan oleh para pria karena terlalu beresiko terhadap wanita sehingga para wanita hanya berperan dalam tahapan pengikatan dan penjemuran rumput laut.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Namun pria pun juga terkadang membantu istri mengerjakannya. Sebagaimana penuturan Bapak Rezki bahwa saya juga terkadang membantu Istri dalam Mengikat bibit pada bentang.

Dalam penentuan waktu penanaman bibit para pria melakukannya pada pagi hari dan sore hari. Menurut bapak rezki:
Pemanenan dikerjakan di pagi hari sekitar pukul 06.00 lalu di lanjutkan pada tahapan penanaman pada pukul 16.00-17.30.

Namun berbebeda dengan penuturan Ibu Rahma (22 tahun) dalam penentuan waktu penanaman bibit para pria melakukannya tergantung dari kesanggupan dan kemauan merek. Hal ini sesuai dengan perkatan Ibu Rahma (22 tahun) bahwa :
Proses pemanenan dalam penentuan waktu tergantung dari kesanggupanan dan kemauan para pria. Seperti pada pukul 05.45 atau 06.30.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Peran pria dalam penanaman dan penentuan lahan dalam pembudidayaan rumput laut di Dudun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Kanteng.
Jumlah banyak dan kurangnya rumput laut pada proses pembibitan sangat di pengaruhi oleh kondisi musim, begitupun dalam penentuan lahan pembibitan dan hasil rumput yang berkualitas dan melimpah sangat bergantung dari kondisi musim. Di dunia kenelayanan Mulyadi (2005:152). telah dikenal adanya empat macam musim, yaitu Musim Barat (bulan September-Desember), Musim Utara (bulan Desember-Maret), Musim Timur (bulan Maret-Juni), dan Musim Selatan (Juni-September).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Rezki:

Masyarakat Dusun Bombong ini mengenai ada dua musim yaitu Musim Barat (bulan September-Desember) dan Musim Timur (bulan Maret-Juni).
(wawancara, 06 Maret 2010)
Penghasilan yang keluarga petani/nelayan rumput laut dapatkan sangat bergantung dengan musim, rumput laut merupakan sejenis ganggang laut yang tumbuhnya sangat bergantung pada musim kemarau, disaat musim hujan hasil rumput laut tidak sebagus dibandingkan musim kemarau. Hal ini di utarakan oleh ibu Hasna, sebagai berikut:

Pada musim hujan hasil rumput laut tidaklah bagus, warnanya kemerah-merahan dan jumlahnya lebih sedikit di bandingkan ketika musim kemarau.
(wawancara, 06 Maret 2010)


Hal demikian sangat bergantung dari baik tidaknya kualitas rumput laut yang di pasarkan. Indonesia mempunyai potensi sumber daya kelautan yang sangat besar, salah satunya adalah rumput laut. Oleh karena itu Kementrian Kelautan dan Perikanan potensi ini dijadikan salah satu komoditas unggulan Negri ini karena dari segi bahan baku Indonesia memiliki sumber bahan baku yang melimpah dan dari segi penggunaan mengalami peningkatan drastis terutama di luar Negri.

Selain itu, pengelolahan rumput laut melibatkan anggota keluarga lain, misalnya dalam tahapan pembibitan dan penanaman. Menurut Keesing (1989:178) sebagai berikut:

Manusia bekerja secara berkelompok, untuk mencapai tujuan yang menyangkut kepentingan bersama maupun individu dan produk kerja mereka menembus berbagai jaringan social, diberi makna dan nilai oleh dan dalam kelompok.

Dalam pengikatan bibit (pembibitan) anggota keluarga yang lain seperti sepupu, kemanakan, adik dan sebagainya turut andil dalam pengikatannya. Berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Rahma, bahwa:

Dalam pengikatan bibit pada bentang peran anggota keluarga yang lain juga ikut membantu dalam prosesnya. Pada jumlah banyak, semakin banyak membantu maka semakin berpengaruh dalam terselesainya proses tersebut.
Berdasarkan perkataan trsebut tak jau berbada dengan penuturan Ika ( tahun): anggota keluarga yang lain juga ikut membantu dalam prosesnya.
Sedangkan pada proses pemasangan bibit pun berlaku sama yaitu keikutsertaan anggota keluarga juga terjadi di Dusun Bombong. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Rezki: Proses penanaman saya di bantu oleh kedua keponakan saya. Hal ini berlaku pada proses pembagian kerja perkelompok karena menurut Malinowski (dalam Keesing,1922:161) sebagai berikut:
Biasanya setiap rumah tangga, dimana pekerjaan yang bila mereka kerjakan sendiri akan membutuhkan waktu berhari-hari bisa diselesaikan dalam satu hari saja oleh kelompok kerja yang beranggota lebih banyak, sekaligus pihak rumah yang di tempati menyediakan makanan bagi para pekerja yang mengerjakan petak demi petak, selain itu tidak ada pembayaran yang berarti yang diberikan.
Pembagian upahnya dari keikutsertaan anggota keluarga dalam pengelolahan rumput laut tak mengubah status mereka sebagai keluarga. Menurut Ibu Hasna:

Pemberian upah kerja yang dilakukan oleh anggota keluarga lain bernilai sama dengan yang lain.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Sesuai dengan penuturan itu, Ibu Rahma (22 tahun) pun berkata demikian : bahwa pemberian upah setiap bentangnya di hargai 1500 tuk tiap orang yang mengerjakannya tak terkecuali anggota keluarga yang lain.
Hal serupa sama dengan penjelasan dari Bapak Rezki bahwa : Pemberian upah setiap bentangnya di hargai 1500 dan 9500 perkilonya tuk tiap orang yang mengerjakannya tak terkecuali anggota keluarga yang lain.
Pada masyarakat kepulauan Trobriand, (Malinowski, 1922:182, dalam Keesing, 1989:182) bahwa:
Ketika hasil panen banyak di dapatkan, mereka lebih banyak membagikannya kepada kerabat saudara perempuan dan ipar lelaki dari pada yang mereka konsumsi sebagai makanan pokok sehari-hari.

Menurut Malinowski menggunakan istilah Trobriand urigugu untuk menyebut hadiah tahunan berupa ubi rambat terbaik yang di hasilkan oleh sebuah rumah tangga untuk rumah tangga lainnya idealnya, untuk rumah tangga saudara perempuan dan ipar lelaki pihak lelaki pada saat hasil panen telah ada. Menurut (Malinowski, 1922:182, dalam Keesing, 1989:182) bahwa “Keuntungan yang di dapatkan dari hasil panen di bagi rata kepada para penanam”.

5.3 Peranan Wanita Dalam Sosial Ekonomi

a. Peranan Dalam Bidang Produksi Dan Distribusi
Wanita petani/nelayan rumput laut disamping menjadi ibu rumah tangga, mereka juga aktif dalam kegiatan-kegiatan ekonomi untuk membantu suaminya dalam memenuhi nafkah keluarga. Tuntutan ekonomi membuat seorang wanita (istri) petani/nelayan rumput laut mengetahui bagaimana mencari nafkah yang penghasilannya tidak menentu serta anak-anak mereka yang memerlukan biaya dan berbagai alasan mendesak lainnya, menuntut seorang wanita (istri) untuk turun tangan mencari nafkah, misalnya mengolah panen, menggarap tanah dan sebagainya.

Bekerja mencari nafkah yang dilakukan oleh kaum wanita di Dusun Bombong ini ternyata sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat.
Berdasarkan Ibu Rahma (22 Tahun), mengatakan:
Keikutsertaan seorang wanita (istri) dalam mencari nafkah dengan membantu suaminya merupakan hal yang sudah biasa dikerjakan oleh para wanita di sini. Dengan pengolahan rumput laut, mereka dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhannya. (wawancara, 6 Maret 2010)
Pengelolahan rumput laut dalam proses pembibitan di perankan oleh para wanita. Tahapan ini dikerjakan oleh kaum wanita (istri) di dusun Bombong dimulai dari pukul 08.00 setelah mengerjakan pekerjaan domestik dalam keluarga seperti memasak, mencuci baju dan sebagaianya. Setelah pukul 12.00 kaum wanita (istri) beristirahat lalu melanjutkannya lagi hingga pukul 16.00. namun tak sedikit para ibu atau istri yang mengerjakannya tergantung dari kesanggupan dan kemauan mereka.
Tak heran ketika kita melihat para wanita (istri) di Dusun Bombong ini seharian mengerjakan rumput laut di bawah kolom rumah. Dari wawancara penulis terhadap beberapa ibu disana mengenai waktu mengerjakan tahap pembibitan, mereka mengatakan bahwa terkadang tahap pembibitannya dilanjutkannya hingga pukul 22.00 malam disaat ketersediaan rumput laut berlimpah. Demikian ini pun berlaku kepada wanita yang sudag tidak bersuami (janda).

Mengenai tahap penjemuran peran wanita lebih dominan, pengerjaan ini dilakukan disaat rumput laut sudah melalui proses pembibitan dan penanaman. Peranan wanita (anak wanita) di dusun Bombong nampaknya tak terlalu berbeda dengan para istri disana, dimulai sejak mereka pulang sekolah siang hari hingga sore hari. Menurut proses wawancara penulis dengan seorang wanita (anak wanita) mengatakan bahwa keikut sertaan mereka dalam tahapan pembibitan dimulai pada saat sepulang sekolah. Terkadang kaum wanita (anak wanita) melanjutkannya juga hingga malam hari. Selain pengolahan rumput laut, kaum wanita di Dusun Bombong memiliki kegiatan lain dari itu. Disaat penulis menanyakan apakah kaum wanita di Dusun Bombong memiliki kegiatan lain selain pengolahan rumput laut tersebut. Menurut Ibu Rahma (22 Tahun):
….selain mengelolah rumput laut, sebagian para istri di sini menggarap sawah milik suaminya serta memelihara ternak mereka seperti sapi dan kambing.

Dari data-data tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa semua wanita petani/nelayan rumput laut tidak tinggal diam setelah pekerjaan domestik mereka terselesaikan, namun mereka mengerjakan pengolahan rumput laut.
Keputusan wanita (istri) mencari nafkah dengan membantu suami mereka dalam pengolahan rumput laut nampaknya di dominasi oleh keputusan wanita (istri) sekalipun hal tersebut berasal dari keputusan bersama yaitu berasala dari suami dan istri namun nampaknya lebih di dominasi oleh kaum wanita (istri).

0 komentar: