CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

MY PICTURE'S

MY PICTURE'S
KEISTIMEWAAN SEORANG WANITA TERPANCAR DARI HIJABNYA

Jumat, 02 Juli 2010

Sarjana Antropologi Bukan Seorang Antropolog

Setiap menjalani sesuatu yang baru kita akan selalu dihadapkan pada suatu masalah, baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri kita sendiri. Begitu juga dalam memulai sebuah penelitian baik itu yang dilakukan di dalam ruangan maupun yang dijalani dilapangan. Dalam dunia antroplogi keluar masuk suatu kampung merupakan hal yang lumrah dan telah menjadi kebiasaan. Pindah dari satu desa ke desa yang lain atau satu nagari ke nagari yang lain adalah pekerjaan pokok yang harus dijalani. Tidak ada dalam kamus antropologiseorang antropolog duduk dibelakang meja dan berbicara tentang suatu tempat, tentu saja itu suatu yang sangat memalukan sekali (bagi mereka yang mengaku seorang antropolog). Namun pada perkembangannya dan kenyataannya pada saat sekarang, kecendrungan para antroplog muda Indonesia lebih menyukai cara penelitiandibelakang meja ini. Kegamangan memasuki lapangan penelitianmenjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Banyak faktor yang membentuk dunia baru cara penelitian antropolog ini, diantaranya latar belakang mengapa mereka memilih kuliah didisiplin ilm antropologi.Kebanyakan mahasiswa yang kuliah dijurusan antropologi menjadikan jurusan antropologi sebagai pilihan yang kedua (bagi mereka yang mengikuti SPMB IPS) atau pilihan yang ketiga (bagi mereka yang mengikuti SPMB IPC). Kondisi ini diperparah lagi karena sebagian dari mereka yang lulus SPMB di jurusan antropologi bahkan sama sekali tidak mengenal apa itu antropologiatau paling tidak pernah belajar di SLTA tapi hanya sekedar mengikuti. Mungkin hal diatas hanya merupakan sebuah kasus bagi sebagian antroplog, dan tentu saja seiring dengan berjalannya perkuliahan minat mereka dapat terus berkembang. Permasalahan lain dan menurut penulis hal ini sangat mempengaruhi sikap mental antropolog muda Indonesia yaitu alumni dan metode perkuliahan yang di terima di kampus. Dari segi alumni yang dihasilkan, kebanyakan mereka bekerja dari satu proyek ke proyek yang lain. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki pekerjaan tetap, kalaupun ada yang bekerja tetap tapi tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dijalani semasa kuliah, kalaupun ada jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Hidup dari satu proyek ke proyek yang lain pada dasarnya bukanlah pekerjaan yang buruk, namun ketika proyek-proyek penelitian itu juga digeluti oleh staf pengajar antropologi (dosen) tentu saja hidup dari satu proyek ke proyek yang lain tersebut sangat tidak memungkinkan sekali. Coba jawab, siapa yang akan anda pilih untuk memberi anda ilmu beladiri, seorang murid atau guru dari murid tersebut ?. Saya rasa, saya tak perlu membantu anda menjawabnya. Melihat kondisi kebanyakan alumni antroplogi yang seperti ini, secara tidak langsung memberikan efek samping bagi mahasiswa yang sedang menimba ilmu dijurusan ini. Buat apa susah payah belajar keluar masuk kampung, pada kenyataannya proyek-proyek penelitian kebanyakan ditangani oleh para dosen, "lebeh baik kita dekat dengan mereka dan menjadi petugas data entri buat mereka, gajinya juga lumayan". Hal lain yang menjadi faktor penyebab dalam permasalahan ini yaitu metode pembelajaran yang diberikan dibangku perkuliahan. Melihat pada kenyataannya saat sekarang, mahasiswa dicekoki dengan berbagai metode dan teori, mereka dipaksa untuk paham tentang metodologi-metodologi dan teori-teori tanpa diberi kesempatan untuk berimprofisasi dalam metodologi tersebut atau mengembangkan sendiri teori-teori yang ada didalam kepala mereka. Sebagian mahasiswa mengaku hanya sekali saja mengikuti perkuliahan di lapangan, selebihnya sama sekali tidak pernah mengikuti perkuliahan di lapangan. Pertanyaanya jadi sangat sederhana sekali, bagaimana mungkin lulusan yang dihasilkan siap untuk bekerja di lapangan kalau mereka sama sekali tidak pernah diajarkan bagaimana cara bekerja dilapangan.

INDUSTRI GARAM DI DESA ARUNGKEKE KECAMATAN ARUNGKEKE KABUPATEN JENEPONTO

A. Lokasi Penggaraman
Dalam proses pembuatan garam yang sederhana mengikuti penguapan air laut sehingga mineral-mineral yang ada di dalamnya mengendap. Hanya saja mineral-mineral yang kurang diinginkan sedapat mungkin hanya sedikit yang dikandung oleh garam yang diproduksi. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Lahan pembuatan garam dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan gaya gravitasi air dapat mengalir ke hilir kapan saja dikehendaki.
Menurut KN (39 tahun):
Pada penentuan lahan garam di desa Arungkeke, lahan di bentuk berpetak-petak. Awalnya lahan terbentuk dengan alami atau secara alami. (wawancara, 21 Juni 2010)
Pada proses masukknya garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke ini sekitar 60 tahun yang lalu. Sebagaimana yang dikatakan oleh KN (39 tahun) bahwa :
Teknik pertambakan garam masuk ke desa Arungkeke sejak zaman penjajahan jepang sekitar 60 tahun yang lalu. Pada saat itu, mereka melihat terjadi kristalisasi (proses mengerasnya air garam), secara alami garam terkumpul di pinggiran danau. Mereka memanfaatkannya dengan membuatnya menjadi petak-petakan supaya garam yang dihasilkannya lebih banyak. (wawancara, 21 2010)
Dalam berbagai unit produksi masyarakat terkhususkan dalam proses pembuatan garam, penggarapannya harus sesuai dengan luas yang mereka pilih.
Hal demikian berlaku pada masyarakat desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke. Menurut KN (39 tahun) :
Penentuan lahan di tambak pada masyarakat desa Arungkeke di pilih oleh masyarakat setempat serta kepemilikan lahan tersebut pada masyarakat disana yakni hanya orang-orang tertentu seperti orang yang bergelar Karaeng yang memiliki lahan karena lahan tarsebut berasal dari raja pertama arungkeke lalu di wariskan kepada anak-anaknya. (wawancara, 21 Juni 2010)
Dalam meningkatan mutu garam, yaitu mengendapkan Kalsium dan Magnesium dengan menggunakan Natrium Karbonat atau Natrium Oksalat yang dikombinasikan dengan cara pengendapan bertingkat. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Tanah untuk penggaraman yang dipilih harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan ketinggian dari permukaan laut, topografi tanah, sifat fisis tanah, kehidupan (hewan/tumbuhan) dan gangguan bencana alam. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

Denah Lahan di Tambak Garam, Desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Jeneponto
Ket : A.Paje’ne Bambangan
G. Garam yang siap di panen
Denah diatas merupakan lahan dalam tambak penggaraman. Denah tersebut di dapatkan oleh DT (umur) pada saat mengikuti pelatihan di Palangga’. Percontohan yang di dapatkan tersebut berasal dari Madura yang di sosialisasikan oleh orang Jepang di Sulawesi Selatan.
Letak desa Arungkeke ini berdekatan dengan laut sehingga komoditi garam di sana cukup produktif dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sebagaimana penuturan KN (39 tahun):
Pada masyarakat di desa Arungkeke terdapat garam yang produktif karena wilayahnya dekat dengan laut.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Suatu wilayah yang jaraknya berdekatan dengan laut akan mempermudah suplai air laut dan mempermudah pembuangan. Di lihat dari topografinya maka tanahnya landai atau mengalami kemiringan kecil sehingga dapat mengatur tata aliran air serta mudah meminimalisir biaya kontruksi serta sifat fisis tanahnya tidak mudah retak. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Letak desa Arungkeke dekat dengat laut sehingga garam menjadi sumber yang produktif pada masyarakat disana, dimana jarak antara laut dengan tambak atau tempat pembuatan garam berkisar 50 m. Penuturan KN (39 tahun) bahwa jarak antara laut dan lokasi tambak jaraknya 50 m.
Namun dalam penentuan lahan atau tambak dalam pembuatan garam di desa Arungkeke ini sangat bergantung terhadap kualitas air yang di berikan. Menurut KN (39 tahun) :
Dalam penentuan lahan yang produktif di desa Arungkeke sangat bergantung dengan kualitas air yang di berikan
(wawancara, 22 Juni 2010)
Dilihat dari sumber mata pencaharian pada masyarakat disana menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang bekerja sebagian dari mereka menggantungkan kehidupannya dari hasil produksi garam bahkan menjadi pekerjaan pokok bagi mereka.

Menurut KN (39 tahun):
Produksi garam dianggap sebagai pekerjaan pokok bagi sebagian masyarakat, sekitar 60% menggantungkan kehidupannya pada garam karena menurut mereka penghasilannya lebih menguntungkan.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Produksi garam juga bergantung dari penggunaan alat serta berbagai bahan yang digunakan. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Terdapat alat-alat yang di gunakan oleh petani garam yaitu pemukul atau mereka sering menyebutkan dengan sebutan padengka’ dan penarik yang sering mereka sebut sebagai pakkai’. (wawancara, 22 Juni 2010)
Adapun alat-alat yang dapat digunakan dalam pempermudah petani dalam penambakannya, yakni sebagai berikut :
Alat-Alat meliputi sebagai berkut :
• Meteran
• Pompa
• Pipa paralon, stop kran dan selang karet
• Cangkul, linggis, skop, penggaruk dsb. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Dalam proses pemberian air laut pada penyaringan di tambak sangat berpengaruh terhadap kualitas garamnya, keadaan pasang surutnya air laut pun dapat mempengaruhinya. Sebagaimana perkataan KN (39 tahun) bahwa hasil panen sangat bergantung dengan pasangnya air laut. Sehingga para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air laut. Lanjut perkataan beliau bahwa para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air.
Pada proses produksi garam di desa Arungkeke ini, sebagian para petani menggunakan kincir angin yang memudahkan mereka dalam pengisian penyaringan tersebut. Menurut KN (39 tahun):
Penggunaan kincir angin pada lahan di tambak produksi garam dapat digunakan untuk mengisi tempat penyaringan yang dimanfaatkan sesuai dengan cuaca (kondisi angin). (wawancara, 21 Juni 2010)
Penetapan jarak kedalaman sebuah pematang di tiap tambak dalam lahan yakni 40 m dan 50 m. Lanjut KN (39 tahun) bahwa kedalam pematang luar berjumlah 40 cm sedangkan pada pematang dalam 1,5 m. Adapun luas lahan pada tambak yakni berkisar 10 hektar. Menurut penuturan KN (39 tahun):
Luas area lahan pada tambak yakni 10 hektar untuk tambak garam hanya di pakai untuk bulan 8 (musim kemarau), pada musim hujan di alih fungsikan sebagai lahan yang di pupuk untuk ikan dan garam. (wawancara 21 Juni 2010)
Faktor pewarisan lahan di tambak garam di desa Arungkeke yang di tentukan oleh garis keturunan berpengaruh terhadap proses penambakannya.
Menurut BL (28 tahun):
Semua tambak garam di desa ini berasal dari raja pertama mereka yaitu raja Arungkeke lalu di wariskannya kepada para anak dan cucunya untuk di manfaatkan sebagai sumber kehidupan hingga sekarang.

Semasa dulu masyarakat yang berasal dari keluarga Karaeng ikut serta dalam proses penambakan garam di lahan.

Namun seiring perkembangan zaman penambakan garam tidaklah lagi di kerjakan oleh orang berasal dari keluarga Karaeng, mereka lebih banyak mengehar pendidikan.


Berdasarkan perkataan DL (28 tahun) bahwa :

Dalam proses penambakan garam, semasa dulu keluarga yang berasal dari karaeng juga ikut dalam mengerjakan prosesnya namun seiring berubahnya zaman maka kebanyakan dari mereka lebih memilih mengejar cita-cita dengan menempuh pendidikan tinggi.

B. Permodalan

Dalam mengerjakan sesuatu hal yang paling pertama di perlukan sebelum mengerjakannya adalah pemberian modal. Pada proses prosuksipun sangat di perlukan. Di masyarakat desa Arungkeke, pemberian modal pada produksi garam berasal dari modal mereka sendiri. Menurut DT (umur) :

Modal untuk membangun sebuah tambak garam pada lahan yaitu berasal dari modal sendiri. (wawancara, 22 Juni 2010)

C. Tenaga Kerja

Dalam proses produksi pada umumnya, pelaksanaan penambakkan garam tersebut membutuhkan tenaga untuk mengerjakannya. Tekadang penentuan tenaga kerja cukup berpengaruh terhadap hasil produksi. Hal tersebut juga belaku sama dengan produksi garam di desa Arungkeke. Penentuan tenaga kerja dalam memproduksikannya berkisar 3 sampai 4 pekerja. Menurut KN (39 tahun) :
Penetapan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi dalam setiap petaknya berjumlah sebanyak 3-4 pekerja. Tanah dan tambak milik pribadi, tenaga pekerja di pilih dari masyarakat setempat karena telah memiliki profesi untuk kerja penambakan garam. (wawancara tanggal tahun)

Selain penentuan tenaga dalam proses pengerjaannya, tanah dan tambaknya dimiliki oleh orang-orang yang hanya berasal dari Karaeng. Menurut KN (39 tahun) bahwa hanya orang yang berasal dari karaenglah yang memiliki tanah atau tambak. Dalam penentuan tenaga kerja di pilih berdasarkan persetujuan masyarakat setempat sesuai dengan profesinya sebagai penambak garam. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Adapun pembagian kerja dalam proses pengerjaannya yakni para laki-laki memasukkan air pada tambak lalu tanahnya di endapkan dengan menggunakan Padengka’ hingga pada proses kristalisasi atau terbentuknya garam . sedangkan para wanita bertugas mengambil garam tersebut lalu memesukkannya ke dalam karung.
Pada proses pembagian hasil dalam penambakan garam ini di bagi menjadi dua berkisar 50:50 namun ada juga yang 30:70.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar.
D. Proses
Tahapan pertama dalam proses pembuatan garam atau petambakan garam yaitu para petani harus membuat petang terlebih dahulu. Menurut DT (umur) :


Proses pembuatan garam pertama-tama membuat pepang. Apabila garamnya sudah mengental kemudian menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih 25 cm kemudian di injak dengan menggunakan kayutersebut sebagai pengangan.(wawancara, 22 Juni 2010)


Apabila garamnya sudah mengental, para petani menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih sekitar 25 cm kemudian di injaknya agar tanahnya padat. Lanjut beliau: proses terjadinya garam kurang lebih setengah bulan.
Adapun proses dalam pembuatan garam atau penambakan garam, sebagai berikut :
a. Proses Pembuatan Garam
a. Pengeringan Lahan
• Pengeringan lahan pemenihan dilaksanakan pada awal bulan April.
• Pengeringan lahan kristalisasi.
b. Pengolahan Air Peminian/Waduk
• Pemasukan air laut ke Peminian.
• Pemasukan air laut ke lahan kristalisasi.
• Pengaturan air di Peminian.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan selamaseminggu.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan, untuk pengeluaran Brine selanjutnya dari peminian tertua melalui Brine Tank.
• Pengembalian air tua ke waduk. Apabila air peminihan cukup untuk memenuhi meja kristal, selebihnya dipompa kembali ke waduk. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
c. Pengolahan Air dan Tanah
• Pekerjaan Kesap Guluk (K/G) dan Pengeringan :
` - Pertama K/G dilakukan setelah air meja 4–6°Be.
- Kedua K/G dilakukan setelah air meja 18–22°Be dan meja di atasnya dilakukan K/G dengan perlakuan sama.
• Lepas air tua dilakukan pada siang hari dengan konsentrasi air garam 24–25°Be dan ketebalan air 3–5 cm. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
d. Proses Kristalisasi
• Pemeliharaan meja begaram
• Aflak (perataan permukaan dasar garam) www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
e. Proses Pungutan
• Umur kristal garam 10 hari secara rutin
• Pengaisan garam dilakukan hati-hati dengan ketebalan air meja cukup atau 3–5 cm.
• Angkutan garam dari meja ke timbunan membentuk profil (ditiriskan), kemudian diangkut ke gudang atau siap untuk proses pencucian. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

f. Proses Pencucian
• Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya.
• Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada proses pertambakan pada garam terdapat hambatan-hambatan atau berbagai berpengaruh dalam hasil produksinya, seperti :
• Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.
• Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.
• Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada tahapan perawatan para pekerja tidak mengeluarkan biaya dalam pengejaannya. Sebagaimana perkataan KN (28 tahun) bahwa hampir tidak ada pengeluaran yang dikeluarkan dalam perawatan. Di saat panen masyarakat mengikatnya pada bambu, menurutnya lagi bahwa disaat panen, garam dikait dengan menggunakan bambu yang di sesuaikan dengan lahan
Namun tak sedikit dari mereka, di saat panen tiba mereka menampungnya, berdasarkan penuturan KN (28 tahun) :
Setelah panen garam di tampung di area penjualannya, datang pedagang untuk mengambilnya, penjualannya kepada pedagang tergantung dari hasil produksinya ataupun permintaan pasar.

Ketika hasil panen telah di kumpulkan maka hal tersebut sudah siap di pasarkan dan memberikan upah kepada kelompok atau para penanam yang telah di sepakati sebelumnya. Lanjut beliau adapun kalau mau ditumpuk tergantung dari individu dan biasanya mereka menjual garam yang di tumpuk pada saat harga garam naik (mahal). Dalam proses kerja panen berkelompok pada masyarakat tertentu membagikan hasil panen yang di dapatkan merupakan hal yang sering di lakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok ketimbang di jual.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta lanjut beliau bahwa keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar serta terkadang mereka masih menggunakan system barter, yaitu antara garam dengan kayu.

Penghasilan dari produksi di pasarkan daritahun ketahun. Berdasarkan BL (39 tahun) bahwa :
• Tahun 2005 jumlah yang di pasarkan mencapai 15000-30.000
• Tahun 2006 jumlah yang di pasarkan mencapai 100.000-110.000
• Tahun 2007 jumlah yang di pasarkan mencapai 7.000
• Tahun 2008 jumlah yang di pasarkan mencapai 3.000
• Tahun 2010 jumlah yang di pasarkan mencapai 10.000-15.000

A. Latar Belakang
Kecamatan Arungkeke merupakan salah satu dari 11 Kecamatan di Kabupaten Jeneponto yang berbatasan dengan Kecamatan Batang di sebelah utara, Laut Flores di sebelah timur, Kecamatan Binamu di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah selatan dengan ibu kota kecamatan di desa Arungkeke. Dari 7 desa dikecamatan Arungkeke, sebanyak 6 desa diantaranya merupakan daerah pantai dan hanya 1 desa lainnya merupakan daerah bukan pantai. Menurut jaraknya, maka letak masing-masing desa ke ibukota Kecamatan dan ibukota Kabupaten sangat bervariasi. Jarak desa ke ibukota Kecamatan maupun ke ibukota Kabupaten berkisar 4-14 km. Untuk jarak terjauh adalah desa Arungkeke Pallantikang yaitu sekitar 17 km dari ibukota Kabupaten (Bontosunggu), sedangkan untuk jarak terdekat adalah Desa Kalumpang Loe. Kecamatan Arungkeke terdiri dari 7 desa dengan luas wilayah 29,91 km2. Boronglamu memiliki wilayah terluas yaitu 7,23 km2, sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Desa Arungkeke Pallantikang yaitu 2,73 km2. Hasil pencatatan hari hujan dan curah hujan di Kecamatan Arungkeke menunjukkan jumlah ratarata hari hujan selama setahun sebanyak 19 hari sedangkan curah hujan sebanyak 2.980 mm. www.google.com/kabjeneponto/ pde/kabupaten jeneponto.
Dilihat dari sumber mata pencaharian menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang bekerja, sebanyak 3.278 orang adalah petani pangan, sedangkan peternak sebanyak 197 orang. Tambak dan Nelayan sebanyak 942 orang. Penduduk yang bekerja di luar sektor pertanian antara lain Perdagangan sebanyak 529 orang, Industri 98 orang, Angkutan 609 orang, dan Jasa hanya 268 orang. Adapun penduduk yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ABRI sebanyak 265 orang. www.google.comkabjeneponto/ pde/kabupaten jeneponto.


Sebagian penduduk di desa Arungkeke bekerja atau menggantungkan kehidupannya sebagai penambak garam. Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Walaupun Indonesia termasuk negara kepulauan, usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha meningkatkan kualitas garam tersebut. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang) banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri. Pada masyarakat Arungkeke garam merupakan salah satu kemoditi yang cukup di perhitungkan. www.google.com kabjeneponto/ pde/kabupaten jeneponto.
Fokus Masalah
Penelitian ini fokus pada bagaimana proses produksi dan distribusi garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Kabupaten Jeneponto?
C.Tujuan Dan Kegunaan penelitian
1.Tujuan
Berdasarkan fokus masalah tersebut di atas diharapkan dapat mengetahui proses produksi dan distribusi garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Kabupaten Jeneponto.
2.Kegunaan
Dapat menjadi referensi mengenai produksi dan distribusi garam bagi para mahasiwa jurusan antropologi dan jurusan yang lain.
PEMBAHASAN
A. Lokasi Penggaraman
Dalam proses pembuatan garam yang sederhana mengikuti penguapan air laut sehingga mineral-mineral yang ada di dalamnya mengendap. Hanya saja mineral-mineral yang kurang diinginkan sedapat mungkin hanya sedikit yang dikandung oleh garam yang diproduksi. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Lahan pembuatan garam dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan gaya gravitasi air dapat mengalir ke hilir kapan saja dikehendaki.
Menurut KN (39 tahun):
Pada penentuan lahan garam di desa Arungkeke, lahan di bentuk berpetak-petak. Awalnya lahan terbentuk dengan alami atau secara alami. (wawancara, 21 Juni 2010)
Pada proses masukknya garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke ini sekitar 60 tahun yang lalu. Sebagaimana yang dikatakan oleh KN (39 tahun) bahwa :
Teknik pertambakan garam masuk ke desa Arungkeke sejak zaman penjajahan jepang sekitar 60 tahun yang lalu. Pada saat itu, mereka melihat terjadi kristalisasi (proses mengerasnya air garam), secara alami garam terkumpul di pinggiran danau. Mereka memanfaatkannya dengan membuatnya menjadi petak-petakan supaya garam yang dihasilkannya lebih banyak. (wawancara, 21 2010)
Dalam berbagai unit produksi masyarakat terkhususkan dalam proses pembuatan garam, penggarapannya harus sesuai dengan luas yang mereka pilih.
Hal demikian berlaku pada masyarakat desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke. Menurut KN (39 tahun) :
Penentuan lahan di tambak pada masyarakat desa Arungkeke di pilih oleh masyarakat setempat serta kepemilikan lahan tersebut pada masyarakat disana yakni hanya orang-orang tertentu seperti orang yang bergelar Karaeng yang memiliki lahan karena lahan tarsebut berasal dari raja pertama arungkeke lalu di wariskan kepada anak-anaknya. (wawancara, 21 Juni 2010)
Dalam meningkatan mutu garam, yaitu mengendapkan Kalsium dan Magnesium dengan menggunakan Natrium Karbonat atau Natrium Oksalat yang dikombinasikan dengan cara pengendapan bertingkat. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Tanah untuk penggaraman yang dipilih harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan ketinggian dari permukaan laut, topografi tanah, sifat fisis tanah, kehidupan (hewan/tumbuhan) dan gangguan bencana alam. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

Denah Lahan di Tambak Garam, Desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Jeneponto
Ket : A.Paje’ne Bambangan
G. Garam yang siap di panen
Denah diatas merupakan lahan dalam tambak penggaraman. Denah tersebut di dapatkan oleh DT (umur) pada saat mengikuti pelatihan di Palangga’. Percontohan yang di dapatkan tersebut berasal dari Madura yang di sosialisasikan oleh orang Jepang di Sulawesi Selatan.
Letak desa Arungkeke ini berdekatan dengan laut sehingga komoditi garam di sana cukup produktif dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sebagaimana penuturan KN (39 tahun):
Pada masyarakat di desa Arungkeke terdapat garam yang produktif karena wilayahnya dekat dengan laut.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Suatu wilayah yang jaraknya berdekatan dengan laut akan mempermudah suplai air laut dan mempermudah pembuangan. Di lihat dari topografinya maka tanahnya landai atau mengalami kemiringan kecil sehingga dapat mengatur tata aliran air serta mudah meminimalisir biaya kontruksi serta sifat fisis tanahnya tidak mudah retak. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Letak desa Arungkeke dekat dengat laut sehingga garam menjadi sumber yang produktif pada masyarakat disana, dimana jarak antara laut dengan tambak atau tempat pembuatan garam berkisar 50 m. Penuturan KN (39 tahun) bahwa jarak antara laut dan lokasi tambak jaraknya 50 m.
Namun dalam penentuan lahan atau tambak dalam pembuatan garam di desa Arungkeke ini sangat bergantung terhadap kualitas air yang di berikan. Menurut KN (39 tahun) :
Dalam penentuan lahan yang produktif di desa Arungkeke sangat bergantung dengan kualitas air yang di berikan
(wawancara, 22 Juni 2010)
Dilihat dari sumber mata pencaharian pada masyarakat disana menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang bekerja sebagian dari mereka menggantungkan kehidupannya dari hasil produksi garam bahkan menjadi pekerjaan pokok bagi mereka.

Menurut KN (39 tahun):
Produksi garam dianggap sebagai pekerjaan pokok bagi sebagian masyarakat, sekitar 60% menggantungkan kehidupannya pada garam karena menurut mereka penghasilannya lebih menguntungkan.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Produksi garam juga bergantung dari penggunaan alat serta berbagai bahan yang digunakan. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Terdapat alat-alat yang di gunakan oleh petani garam yaitu pemukul atau mereka sering menyebutkan dengan sebutan padengka’ dan penarik yang sering mereka sebut sebagai pakkai’. (wawancara, 22 Juni 2010)
Adapun alat-alat yang dapat digunakan dalam pempermudah petani dalam penambakannya, yakni sebagai berikut :
Alat-Alat meliputi sebagai berkut :
• Meteran
• Pompa
• Pipa paralon, stop kran dan selang karet
• Cangkul, linggis, skop, penggaruk dsb. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Dalam proses pemberian air laut pada penyaringan di tambak sangat berpengaruh terhadap kualitas garamnya, keadaan pasang surutnya air laut pun dapat mempengaruhinya. Sebagaimana perkataan KN (39 tahun) bahwa hasil panen sangat bergantung dengan pasangnya air laut. Sehingga para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air laut. Lanjut perkataan beliau bahwa para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air.
Pada proses produksi garam di desa Arungkeke ini, sebagian para petani menggunakan kincir angin yang memudahkan mereka dalam pengisian penyaringan tersebut. Menurut KN (39 tahun):
Penggunaan kincir angin pada lahan di tambak produksi garam dapat digunakan untuk mengisi tempat penyaringan yang dimanfaatkan sesuai dengan cuaca (kondisi angin). (wawancara, 21 Juni 2010)
Penetapan jarak kedalaman sebuah pematang di tiap tambak dalam lahan yakni 40 m dan 50 m. Lanjut KN (39 tahun) bahwa kedalam pematang luar berjumlah 40 cm sedangkan pada pematang dalam 1,5 m. Adapun luas lahan pada tambak yakni berkisar 10 hektar. Menurut penuturan KN (39 tahun):
Luas area lahan pada tambak yakni 10 hektar untuk tambak garam hanya di pakai untuk bulan 8 (musim kemarau), pada musim hujan di alih fungsikan sebagai lahan yang di pupuk untuk ikan dan garam. (wawancara 21 Juni 2010)
Faktor pewarisan lahan di tambak garam di desa Arungkeke yang di tentukan oleh garis keturunan berpengaruh terhadap proses penambakannya.
Menurut BL (28 tahun):
Semua tambak garam di desa ini berasal dari raja pertama mereka yaitu raja Arungkeke lalu di wariskannya kepada para anak dan cucunya untuk di manfaatkan sebagai sumber kehidupan hingga sekarang.

Semasa dulu masyarakat yang berasal dari keluarga Karaeng ikut serta dalam proses penambakan garam di lahan.

Namun seiring perkembangan zaman penambakan garam tidaklah lagi di kerjakan oleh orang berasal dari keluarga Karaeng, mereka lebih banyak mengehar pendidikan.


Berdasarkan perkataan DL (28 tahun) bahwa :

Dalam proses penambakan garam, semasa dulu keluarga yang berasal dari karaeng juga ikut dalam mengerjakan prosesnya namun seiring berubahnya zaman maka kebanyakan dari mereka lebih memilih mengejar cita-cita dengan menempuh pendidikan tinggi.

B. Permodalan

Dalam mengerjakan sesuatu hal yang paling pertama di perlukan sebelum mengerjakannya adalah pemberian modal. Pada proses prosuksipun sangat di perlukan. Di masyarakat desa Arungkeke, pemberian modal pada produksi garam berasal dari modal mereka sendiri. Menurut DT (umur) :

Modal untuk membangun sebuah tambak garam pada lahan yaitu berasal dari modal sendiri. (wawancara, 22 Juni 2010)

C.Tenaga Kerja

Dalam proses produksi pada umumnya, pelaksanaan penambakkan garam tersebut membutuhkan tenaga untuk mengerjakannya. Tekadang penentuan tenaga kerja cukup berpengaruh terhadap hasil produksi. Hal tersebut juga belaku sama dengan produksi garam di desa Arungkeke. Penentuan tenaga kerja dalam memproduksikannya berkisar 3 sampai 4 pekerja. Menurut KN (39 tahun) :
Penetapan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi dalam setiap petaknya berjumlah sebanyak 3-4 pekerja. Tanah dan tambak milik pribadi, tenaga pekerja di pilih dari masyarakat setempat karena telah memiliki profesi untuk kerja penambakan garam. (wawancara tanggal tahun)

Selain penentuan tenaga dalam proses pengerjaannya, tanah dan tambaknya dimiliki oleh orang-orang yang hanya berasal dari Karaeng. Menurut KN (39 tahun) bahwa hanya orang yang berasal dari karaenglah yang memiliki tanah atau tambak. Dalam penentuan tenaga kerja di pilih berdasarkan persetujuan masyarakat setempat sesuai dengan profesinya sebagai penambak garam. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Adapun pembagian kerja dalam proses pengerjaannya yakni para laki-laki memasukkan air pada tambak lalu tanahnya di endapkan dengan menggunakan Padengka’ hingga pada proses kristalisasi atau terbentuknya garam . sedangkan para wanita bertugas mengambil garam tersebut lalu memesukkannya ke dalam karung.
Pada proses pembagian hasil dalam penambakan garam ini di bagi menjadi dua berkisar 50:50 namun ada juga yang 30:70.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar.
D. Proses
Tahapan pertama dalam proses pembuatan garam atau petambakan garam yaitu para petani harus membuat petang terlebih dahulu. Menurut DT (umur) :


Proses pembuatan garam pertama-tama membuat pepang. Apabila garamnya sudah mengental kemudian menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih 25 cm kemudian di injak dengan menggunakan kayutersebut sebagai pengangan.(wawancara, 22 Juni 2010)


Apabila garamnya sudah mengental, para petani menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih sekitar 25 cm kemudian di injaknya agar tanahnya padat. Lanjut beliau: proses terjadinya garam kurang lebih setengah bulan.
Adapun proses dalam pembuatan garam atau penambakan garam, sebagai berikut :
a. Proses Pembuatan Garam
a. Pengeringan Lahan
• Pengeringan lahan pemenihan dilaksanakan pada awal bulan April.
• Pengeringan lahan kristalisasi.
b. Pengolahan Air Peminian/Waduk
• Pemasukan air laut ke Peminian.
• Pemasukan air laut ke lahan kristalisasi.
• Pengaturan air di Peminian.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan selamaseminggu.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan, untuk pengeluaran Brine selanjutnya dari peminian tertua melalui Brine Tank.
• Pengembalian air tua ke waduk. Apabila air peminihan cukup untuk memenuhi meja kristal, selebihnya dipompa kembali ke waduk. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
c. Pengolahan Air dan Tanah
• Pekerjaan Kesap Guluk (K/G) dan Pengeringan :
` - Pertama K/G dilakukan setelah air meja 4–6°Be.
- Kedua K/G dilakukan setelah air meja 18–22°Be dan meja di atasnya dilakukan K/G dengan perlakuan sama.
• Lepas air tua dilakukan pada siang hari dengan konsentrasi air garam 24–25°Be dan ketebalan air 3–5 cm. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
d. Proses Kristalisasi
• Pemeliharaan meja begaram
• Aflak (perataan permukaan dasar garam) www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
e. Proses Pungutan
• Umur kristal garam 10 hari secara rutin
• Pengaisan garam dilakukan hati-hati dengan ketebalan air meja cukup atau 3–5 cm.
• Angkutan garam dari meja ke timbunan membentuk profil (ditiriskan), kemudian diangkut ke gudang atau siap untuk proses pencucian. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

f. Proses Pencucian
• Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya.
• Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada proses pertambakan pada garam terdapat hambatan-hambatan atau berbagai berpengaruh dalam hasil produksinya, seperti :
• Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.
• Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.
• Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada tahapan perawatan para pekerja tidak mengeluarkan biaya dalam pengejaannya. Sebagaimana perkataan KN (28 tahun) bahwa hampir tidak ada pengeluaran yang dikeluarkan dalam perawatan. Di saat panen masyarakat mengikatnya pada bambu, menurutnya lagi bahwa disaat panen, garam dikait dengan menggunakan bambu yang di sesuaikan dengan lahan
Namun tak sedikit dari mereka, di saat panen tiba mereka menampungnya, berdasarkan penuturan KN (28 tahun) :
Setelah panen garam di tampung di area penjualannya, datang pedagang untuk mengambilnya, penjualannya kepada pedagang tergantung dari hasil produksinya ataupun permintaan pasar.

Ketika hasil panen telah di kumpulkan maka hal tersebut sudah siap di pasarkan dan memberikan upah kepada kelompok atau para penanam yang telah di sepakati sebelumnya. Lanjut beliau adapun kalau mau ditumpuk tergantung dari individu dan biasanya mereka menjual garam yang di tumpuk pada saat harga garam naik (mahal). Dalam proses kerja panen berkelompok pada masyarakat tertentu membagikan hasil panen yang di dapatkan merupakan hal yang sering di lakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok ketimbang di jual.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta lanjut beliau bahwa keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar serta terkadang mereka masih menggunakan system barter, yaitu antara garam dengan kayu.

Penghasilan dari produksi di pasarkan daritahun ketahun. Berdasarkan BL (39 tahun) bahwa :
• Tahun 2005 jumlah yang di pasarkan mencapai 15000-30.000
• Tahun 2006 jumlah yang di pasarkan mencapai 100.000-110.000
• Tahun 2007 jumlah yang di pasarkan mencapai 7.000
• Tahun 2008 jumlah yang di pasarkan mencapai 3.000
• Tahun 2010 jumlah yang di pasarkan mencapai 10.000-15.000

SEANDAINYA ORANG TUA SEPERTI SAHABAT

Satu-satunya cara menghargai kebaikan adalah dengan kebaikan, salah satunya jalan untuk memilih seorang sahabat adalah dengan menjadi seorang sahabat (Raiph Waldp Emorson)
Kebayang deh sobat kalau ortu kita bisa jadi sahabat, serasa betah trus di rumah. Kita bisa bercengkrama apa aja dengan ortu, sama halnya disaat kita lagi ngobrol ma temen-temen. Kita juga bisa curhat apa aja karena kita yakin bahwa mereka peduli dengan segala aktivitas kita. Demikian pula kita bisa tetap bersamanya dalam kondisi apapun.
Sobat, ingat nggak lirik lagunya Audi. Arti cantik yang menyanyikan lagu berjudul arti sahabat. Kurang lebih gini liriknya:
Kita bernyanyi untuk sahabat,
kita berbagi untuk sahabat,
kita bisa jika bersama
Yup, memiliki seorang sahabat memang asik banget. Kita bisa bernyanyi bersama, berbagi bersama saat duka maupun suka. Kita juga bisa selalu bersama disaat kita saling membutuhkan, sekalipun kita jauh namun hati ini kudu’ selalu dekat.
Tau nggak sobat, kenapa ketika kita bersama sahabat kita bisa bebas curhat, ngobrol panjang lebar dan sebagainya bahkan selalu betah bersamanya? Karena kita bisa bebas ngelakuin apa aja bersamanya Karena kita dah saliing mengenai antar sama lain. Kita bisa merasakan kehilangan manakala ia menjauh dari kita, kita juga merasa khawatir jika ia tidak menyapa kita.
Emm masih banyak lagi deh, nikmatnya punya sahabat…
Wahhhh...gimana yah kalau ortu kita juga bisa menjadi seorang sahabat yang selalu ada untuk kita. Gini, kamu jangan membuat jurang pemisah antar kamu dengan ortumu. Maksudnya usahaiin kamu selalu deket dengannya. Awalnya kamu harus memulai pembicaraan deluan kepadanya. Terserah kamu deh mau ngobrolin apa aja tapi yang lebih ampuhnya sih di selipin lelucon dikit-dikit. Lalu kamu mulai mencoba mengenali, mempelajari, memahami kebiasaan ortu kamu. Misalnya kita harus tau nih apa yang ia sukai, baik itu tergolong makanan ataukah sebuah benda yang amat ia inginkan.
Sobat, kita sering nggak nyadar kalau mereka sebenarnya punya harapan besar loh kepada kita karena jarang sekali ortu mengungkapkan secara terbuka mengenai harapan itu. Tapi kalau kita pandai menangkap guratan wajahnya, sorot matanya bahkan juga senyumnya maka kita akan merekam dengan jelas harapan mereka.
Selain itu sobat, ingat yah jangan pernah merasa lebih tinggi dari mereka. Mengalah merupakan jalan yang ampuh untuk mengambil hatinya. Disini bukan maksudnya mengajarin kamu untuk jadi pecundang, nggak kok! tapi ini hanya sekedar bentuk penghargaan untuk mereka. Emang sih kita pengen ortu juga ngertiin kita, selain kita ngertiin mereka namun inget kalau kewajiban kita kudu’ harus di jalanin dengan berbakti termaksud menghargai keputusan mereka. Inget nggak kisah Abdullah Bin Mas’ud. Beliau berkata gini :
“Aku bertanya kepada Rasulullah : Amalan apa yang di cintai oleh Allah. Beliau menjawab: sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi, kemudian apa. Beliau menjawab : berbakti kepada orang tua. Aku betanya lagi. Kemuaida apa. Beliau menjawab: jihad dijalan Allah”. (HR Bukhari dan muslim)
Nah…gimana..dah tergambarkan kalau berbakti kepada ortu kudu’ harus dijalanin and emang harus di patuhin…aku hanya punya saran nih buat kamu semua sobat, kalau kamu udah deket ma ortu maka kamu kudu’ punya hak untuk mengutarakan segala keinginan kamu dan harapan kamu kepada mereka. Kamu juga kudu’ jujur dan berani menyamakan persepsi kamu dengan ortu kamu dalam upaya menjalin kerjasama demi terwujudnya persahabatan itu.
Uups terakhir nih, ingat yah sobat menjalin persahabatan emang nggak gampang dan kudu’ lama sih untuk meraihnya sekaligus mempertahankannya. Nah but notting is imposible kan apalagi buat ortu. Terasa indah loh kalau kita deket dengan mereka. Keindahannya tak dapat di gambarkan dengan kata-kata.
Sekian and terima kasih
Teruntuk Orangtuaku tercinta, tersayang dan segalanya buat mereka. Ku harap tulisan ini bisa menjadi ungkapan rasa sayangku buat mereka.
………Ayaku tercinta Surnadi and Ibuku tersayang Ratnawati……….