CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

MY PICTURE'S

MY PICTURE'S
KEISTIMEWAAN SEORANG WANITA TERPANCAR DARI HIJABNYA

Minggu, 10 Oktober 2010

Terorisme: Pesanan Amerika

Pasang surut politik nternasional, terutama pada periode perang dunia II sampai pasca perang dingin, lebih banyak dipengaruhi oleh isu-isu konvensional dan lebih pada tarik-menarik kepentingan deologis antara AS sebagai kiblat ideologi kapitalis dengan Uni Soviet yang berhaluan komunis.
Selama masa perang dunia II, ketika Jerman dan Jepang menjadi musuh bersama, hubungan Uni Soviet dan AS dapat dikatakan akrab. Hal itu ditunjukkan dengan keterlibatan mereka dibantu Inggris memerangi Jerman, serta adanya kesepatakan antara Stalin, Roosevelt, Churchill, mengenai konfigurasi Eropa pasca perang yang dibuat pada bulan Februari 1945 di Yalta.

Namun, keharmonisan itu hanyalah sementara, ketika keserakahan Stalin yang berniat mencaplok Eropa Barat akhirnya membuat AS terpaksa mengeluarkan ancaman berupa penggunaan senjata nuklir. Demikianlah, perang dingin antara AS dan Soviet dimulai.

Dunia mulai melihat masa depan yang lebih baik saat perang dingin usai, ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin tahun 1989 dan bubarnya Soviet awal tahun 1992, yang kemudian diikuti terbentuknya Uni Moneter dan Ekonomi di Eropa tahun 1991 melalui perjanjian Moostricht. Rentetan sejarah itu tidak lepas dari peran AS yang turut menorehkan catatan penting dalam sebuah pengaturan sistem dunia.

Oleh karena itu, AS segera setelah perang dingin berakhir, terus melancarkan program-programnya, seperti liberalisasi ekonomi dunia, demokratisasi, hak-hak asasi manusia, dan isu non-konvensional lainnya, termasuk terorisme.

Isu Terorisme Global
Istilah "terorisme" mulai digunakan pada akhir abad ke-18, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat (Charles Thomas, International Terorism and Political Crimes, 1975).

Konsep ini, pendeknya, cukup menguntungkan bagi para pelaku terorisme negara yang karena memegang kekuasaan, berada dalam posisi mengontrol sistem pikiran dan perasaan. Dengan demikian, arti aslinya terlupakan, dan istilah "terorisme" lalu diterapkan terutama untuk "terorisme pembalasan" oleh individu atau kelompok-kelompok.

Meski, perang terhadap terorisme sempat memunculkan pro dan kontra di organisasi internasional, seperti PBB dan juga di masing-masing negara yang mau tidak mau meratifikasi ke dalam undang-undang internalnya, namun, sebagian besar negara-negara menyambut hangat dalam bentuk dukungan.

Perang melawan terorisme global, telah mendapat sambutan luar biasa. Di tingkat diplomasi, contohnya, telah ditandatangani resolusi dewan keamanan PBB 1368 dan 1373, yang mewajibkan ke-189 anggotanya untuk mengakhiri semua aksi teroris dan bantuan terhadap teroris, serta membawa pelaku teror untuk diadili.

Collin Powell, Menlu AS, mengatakan tidak ada yang lebih penting daripada resolusi perintis tersebut, teroris tanpa sumber dana dan perlindungan, akhirnya sama dengan menghadapi jalan buntu. Sebaliknya, Brian Becker, aktivis International Answer (Act Now to End War and Racism) menyerukan, "perang bukanlah jawaban, karena serangan 11 September bukan serangan perang, melainkan telah terjadi eskalasi dalam lingkaran kekerasan".

Kehancuran WTC adalah sebuah kritik keras atas wacana hegemonik yang dikembangkan dalam periode yang panjang, sekaligus penegasan ulang bahwa penindasan, apa pun bentuknya, harus dihentikan. Dengan ini, banyak negara, khususnya negara dunia ketiga mendeklarasikan kekecewaan bernada gugatan terhadap timpangnya tatanan yang gagal menjawab berbagai soal kemanusiaan. Kapitalisme --saudara kembar liberalisme-- pun ikut menghadapi tantangan yang sama atas persoalan yang tengah dihadapi umat manusia.

Tesis Francis Fukuyama mendapatkan peninjauan ulang dalam dialektika gagasan. Simbiosis kapitalisme dengan demokrasi tidak semata-mata mengindikasikan kegagalannya sebagai the end of history, tetapi sekaligus merekonstruksi paham yang selama ini berkembang dalam tatanan dunia global.

Dalam banyak segi, tragedi kemanusiaan --baik yang jatuh akibat penyerangan WTC maupun akibat ketidakadilan global-- akan mengubah banyak hal. Bukan sekadar mempertanyakan ulang pemahaman yang telah telanjur baku sebelumnya, tetapi lalu menuntun umat manusia mencari bentuk baru yang lebih mampu memenuhi rasa keadilan umat manusia.

Karena itu, tantangan terbesar bagi Pemerintah AS kini bukanlah melampiaskan kemarahannya secara emosional. Selain tidak sesuai dengan watak yang selama ini diklaimnya, rasional, hal itu juga tidak mencerminkan watak reflektif atas musibah yang baru terjadi. Selain itu, AS kini dihadapkan pada musuh yang tidak memiliki wilayah (teritory) tetapi bersifat internasional.

Indonesia - Amerika
Indonesia saat ini berada dalam zona bahaya atau zona merah dari sebuah negara bangsa (nation state) lemah yang bergerak menuju negara bangsa yang gagal, seperti yang diungkap oleh Robert I. Rotberg (Kompas, 28 Maret 2002). Pernyataan ini bukan tanpa dasar dan analisa pada kenyataan yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebagaimana diketahui bahwa krisis berkepanjangan telah memaksa itu terjadi.

Pergantian kepemimpinan nasional ternyata bukan jaminan ke arah perubahan yang lebih baik, sebab, menjadi catatan bahwa faktor lain juga ikut andil dalam berhasil atau tidak Indonesia mengatasi masalah. Di antara persoalan itu, seperti isu dis-integrasi bangsa, hal ini ditunjukkan dengan konflik di daerah-daerah yang belum tuntas; penegakan hukum yang ambivalen; pemberantasan KKN yang setengah hati; dan upaya perbaikan ekonomi yang belum menandakan keberhasilan.

Di samping itu, pengaruh tekanan pihak luar negeri terhadap kebijakan Indonesia terasa semakin memberatkan di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, perdagangan, bahkan militer.

AS sebagai motor penggerak memposisikan diri untuk mengawal kawasan Trans-Atlantik (Amerika Utara dan Eropa Barat), khususnya dimensi politik dan militer. Kemudian RRC dan Jepang sebagai lokomotif di kawasan Asia Pasifik pada bidang ekonomi perdagangan. Dan Inggris sebagai simbol pemersatu Uni Eropa, meski tidak menggunakan Euro sebagai mata uangnya.

Bila multipolarisasi di atas yang terbentuk, maka pertanyaannya, di mana posisi dan sebagai apa negara-negara berkembang (Indonesia) yang notabene jumlahnya lebih banyak dari negara berkategori maju?

Untuk menjawabnya dibutuhkan instrumen sebagai indikator mengukurnya. Pertama, berdasar tingkat income per kapita. Indonesia jelas masih jauh dari standar pendapatan rata-rata dunia, di samping hutang yang begitu besar. Kedua, iklim demokratisasi yang masih jauh dari baik. Hal ini ditunjukkan masih kuatnya dominasi negara di semua sisi; politik, ekonomi, HAM, militer dan hukum. Ketiga, yang lebih spesifik, yaitu tidak jelasnya konsep politik luar negeri Indonesia. Bebas-aktif sebagai model pilihan, menghambat Indonesia untuk melakukan aliansi strategis dengan negara-negara tertentu.

Yang disebut terakhir, menjadi menarik, ketika dikaitkan dengan konsep new world order ala Amerika. Meski Mega terbukti telah mendapat dukungan Bush yunior, khususnya bagi proyek perang terhadap terorisme global, serta semakin baiknya hubungan Indonesia-RRC dengan kunjungannya, tidak serta merta membawa Indonesia pada wilayah aman. Namun sebaliknya, hal ini menimbulkan prasangka negatif Amerika "Mega menggunakan gaya politik bapaknya (baca: Soekarno)" walaupun dianggap strategis dalam perspektif Indonesia.

Oleh karena itu, mesti dilakukan re-interpretasi model politik luar negeri Indonesia, untuk menyakinkan dunia perihal posisi dan sikap Indonesia. Dan itu tidak cukup meski dengan dibuatnya UU pemberatasan terorisme saja.

New World Dis-order
Global grand design yang dirancang AS, menempatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai negara komponen pendukung bagi kepentingannya. Hal ini paralel dengan konfigurasi multipolarisasi. Namun, sebetulnya sekilas tampak ambigu, sebab, AS lebih menginginkan model uni-polar.

Hasrat menjadi hegemon tunggal, tampak semenjak perang dingin berakhir. Ini juga dapat dilihat dari beberapa peristiwa seperti perang Vietnam, perang Teluk (Iraq-Amerika), dan terakhir perang Afghanistan. Dominasi AS dalam organisasi-organisasi internasional, misalnya PBB begitu kental, dengan memaksa dewan keamanan mengeluarkan resolusinya untuk memerangi terorisme.

Gencarnya kampanye perang melawan terorisme global, mendesak setiap negara untuk menyatakan dukungannya, bahkan RRC sekalipun, demi kepentingan pasar, akhirnya memberi restu, demikian pula Rusia, memastikan di belakang Amerika, karena hubungan yang mulai baik antara keduanya.

Mencermati perkembangan dan perubahan yang terjadi, bisa dikatakan bahwa konsep balance of power yang ingin dibangun pasca perang dingin mengalami dis-orientasi, sebab kenyataannya, AS menjadi satu-satunya kekuatan tak tertandingi sampai kini. Di samping itu, beredar pula asumsi bahwa, kondisi dunia saat ini tidak sesuai dengan obsesi AS, sebab telah keluar dari prinsip utama AS untuk melindungi semua kepentingan nasionalnya dan mempertahankan AS sebagai pemimpin dunia.

Warren Christopher dalam tulisannya "America's Leadership, America's Oppurtunity" (Jurnal Foreign Policy No. 95, Spring 1995) mengungkapkan, ada 4 prinsip utama politik luar negeri AS pasca perang dingin. Pertama, mempertahankan kepemimpinan global AS di bidang politik, keamanan dan ekonomi. Prinsip ini adalah yang terpenting dalam upaya membentuk tata dunia baru yang lebih baik.

Kedua, mempertahankan pola interaksi yang konstruktif dengan negara kuat lainnya, di kawasan Eropa, Asia Pasifik, Timur Tengah dan Amerika Latin, khususnya bagi kepentingan ekonomi AS. Ketiga, memperkuat institusi-institusi internasional sebagai mekanisme penyelesaian konflik internasional secara damai, dan keempat, mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi ke seluruh dunia sebagai prasyarat utama terciptanya perdamaian internasional.

Program besaran itu dapat diterjemahkan sebagai strategi politik luar negeri AS. Dalam arti luas, strategi politik luar negeri menurut Lovell (1975) adalah rencana dari suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional dengan mencegah aktor negara lain dalam meraih kepentingan tersebut.

Hal ini menjadi relevan, ketika muncul negara-negara "pembelot", sebut saja seperti Iraq dan Korea Utara, yang menentang setiap kebijakan AS. Belum lagi, negara-negara yang secara diam-diam dan pragmatis memanfaatkan AS. Semua itu, menjadi pertimbangan serius bagi AS, untuk mengklasifikasi negara-negara tersebut; musuh, setengah musuh setengah kawan, atau kawan.

Bila penilaian AS, bahwa konstelasi dunia saat ini lebih tidak menguntungkan bagi masa depan keberlangsungannya sebagai pemimpin dunia, maka lambat laun tapi pasti, AS akan melancarkan aksi berikutnya untuk merevolusi dunia. Sebab, AS cenderung menganggap tata dunia yang diinginkan telah gagal, dan menjadi sebuah keniscayaan bahwa isu terorisme sebagai angle yang tepat untuk melakukan itu.

Maka, terorisme akan senantiasa muncul jika memang dibutuhkan. Dan ini harus ada solusi serta pennaganan yang benar. Prinsip Amerika yang sombong dan arogan harus diselesaikan. Jika tidak ada satu negarapun yang bisa melakukan itu, maka tata dunia baru akan tetap penuh dengan teror dan ketakutan. Islam sebagi sebuah sistem memiliki solusi itu. Yaitu dengan tegaknya sistem islam, Khilafah yang akan memberikan keadilan kepada semuanya. Dan kedepan perjuangan Khilafah tidak akan pernah surut bahkan senantiasa naik. (Budi Hari Wibowo dan redaksi dakwahkampus.com)

KHUSUS EDISI MABA : Aku Luar Biasa

Aku Luar Biasa
“Selembar kertas ini hadir sekedar menyapa. Berbagi senyum dan cinta. Dengan bening sepasang bola mata anda, mari menyusuri hingga titik terakhir. Jangan bergeming apalagi berpaling. Karena ini adalah sulaman kata yang akan merajut semangat. Hanya teruntuk anda yang luar biasa.”

Sesungging senyum tertoreh indah di sudur bibir. Kala jas almamater indah membalut tubuh. Anda adalah orang yang beruntung. Anda adalah orang yang luar biasa. Begitu sosok anda di mata sebagian orang kini. Kata mereka anda sukses merengkuh pilihan hidup. Mereka tidak sedang memuji, tetapi mengungkapkan kenyataan. Menjadi mahasiswa di sini, di kampus ini, adalah kebanggan tersendiri. Tidaklah mudah mendapatkannya. Banyak yang bermimpi, namun sedikit yang terpilih. Dan alangkah beruntungnya anda. Anda adalah orang yang bermimpi sekaligus terpilih. Satu sanjungan yang layak untuk anda adalah “Anda luar biasa.”

Hidup ini adalah pilihan. Entah berapa kali kalimat itu telah berulang terngiang di telinga. Namun memang benar. Hidup ini laksana perjalanan. Tidak ada jalan yang terus lurus. Sesekali - dan itu pasti - anda akan sampai pada persimpangan. Saat itu anda harus memilih. Persimpangan mana yang hendak dilalui. Kiri atau kanan. Tidak elok dan mustahil bisa memilih keduanya. Cukup satu dan memang harus satu. Jika salah memilih, dipenghujung jalan sana ada kegelapan menanti. Siap menderaikan air mata. Jika simpangan yang anda pilih adalah benar, maka di ujung perjalanan ada keindahan dan ketenangan siap menyapa. Cukup untuk membuat senyum merekah indah.
Kini pilihan ada pada anda. Simpang mana yang hendak anda tapaki. Dihadapan anda kini ada pesimpangan. Bukan hanya dua, tiga, atau lima. Ada puluhan persimpangan. Terbentang puluhan pilihan. Pilihan hari ini akan menentukan apakah gerimis air mata atau senyum indah bahagia yang akan anda tuai beberapa tahun yang akan datang. Yang jelas jangan pernah memilih jalan yang biasa. Tapakilah jalan yang luar biasa. Agar dirimu menjadi manusia yang tidak biasa. Dan dipenghujung perjalanan hidup nanti dengan bangga, anda mampu teriakkan pada dunia bahwa, “Saksikanlah aku luar biasa!”
Tersebutlah kisah seorang anak kecil. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari tingkahnya. Matanya sayu. Bibirnya ranum namun enggan tersenyum. Bila berjalan kepalanya tertunduk, selalu malu. Duduknya pasti di sudut kelas. Karena merasa diri tidak cerdas. Luka hatinya semakin menjadi, kala karib kerabat menyapanya dengan “Musang berhidung hitam.” Sapaan itu hanya teruntuk baginya, karena ia sering muncul dengan wajah hitam kotor. Lantaran selalu membantu sang ayah yang seorang pandai besi dan memiliki bengkel. Kegemarannya melihat mesin bekerja. Ada kuncup kebahagiaan di hatinya, kala melihat mesin itu menyala bekerja. Ehm, kegemaran yang aneh.
Kala liburan tiba. Saat sahabat sebaya bergembira ria, ia justru mengurung diri dalam sebuah bengkel kecil. Demi sebuah mimpi katanya. Maka semakin aneh ia di mata para sahabatnya. Hari berganti, tahun berlalu. Ia tetap dalam kebiasaan-kebiasaan anehnya. Hingga usia menginjak 15 tahun ia memilih persimpangan jalan hidupnya. Pergi ke kota besar bernama Tokyo untuk mengadu peruntungan hidup. Awalnya kehidupan terasa berat. Namun ini adalah resiko dari sebuah pilihan simpang hidup. Apakah ia salah memilih persimpangan jalan hidup? Tidak . Pilihan jalan hidupnya telah tepat. Menjadi orang yang luar biasa.
Singkat cerita, kepayahan hidup satu per satu berubah menjadi kesuksesan yang gilang gemilang. Hingga ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan bisnis yang bernama Honda. Ya lelaki si musang berhidung hitam itu adalah Soichiro Honda. Produknya bertebaran dimana-mana. Ribuan mobil dan motornya sementara membanjiri pasar dunia. Inilah buah kenikmatan dari sebuah pilihan perjalanan hidup yang luar biasa.
Dinda, ketika memilih menjadi orang yang luar biasa, maka bersiaplah. Ada hinaan, terbentang halangan, juga ada sejuta hardikan. Tapi jangan pernah mundur. Semua adalah resiko. Terus tapaki jalan itu, karena di ujung sana kebahagiaan menanti.
Lalu dari berbagai simpangan yang ada, mana simpangan yang bisa mengantarkan anda menjadi sosok yang luar biasa? Tak perlu bingung dinda. Jalan kebenaran itu membentang begitu indah nan jelas. Sang pengenggam alam raya (Allah swt) telah menerangi jalan itu dengan cahaya cinta-Nya. Hanya orang yang berselimut kabut dosa saja yang tak mampu mengindera terangnya. Jalan kebenaran yang luar biasa itu adalah jalan Islam. Tapakilah jalan Islam. Maka menjadi orang yang luar biasa, adalah pasti. Soichiro Honda menjadi orang yang luar biasa, mungkin hanya di dunia. Akhiratnya bagaimana? Tak ada yang bisa menjamin. Namun dijalan perjuangan Islam anda akan menjadi insan yang luar biasa, di dunia terlebih lagi di akhirat kelak. Ini bukan sekedar janji kosong tak berisi. Tapi ini adalah janji yang bergaransi. Allah swt yang menggarasi bahwa janji ini pasti benar adanya.
Syahdan, di negeri Arab sana, negeri tandus nan panas, pernah terjadi kejadian mencegangkan. Di lembah Badar tepatnya, semua itu terjadi. Hari itu 17 Ramadhan, sekitar 300 tentara berkumpul. Mereka adalah orang-orang yang telah memilih simpang jalan yang luar biasa. Simpangan jalan Islam. Di depan sana telah beridiri sosok panglima perang. Wajahnya bersinar menyejukkan bila ditatap para serdadunya. Namun sangar menakutkan bila ditatap tentara musuh. Tatapannya menggetarkan hati. Menciutkan nyali lawan. Sungguh luar biasa lelaki itu. Muhammad namanya. Lelaki Arab yang telah dipilih oleh Tuhan yang tidak mungkin salah pillih, untuk menjadi Rasul bagi umat terbaik (umat Islam).
Saat itu Rasulullah saw dan 300 sahabatnya telah siap. Pedang-pedang yang tersarungkan rasanya sudah tak sabar untuk diacungkan keluar. Kemudian sayup-sayup terdengar langkah pasukan kafir kian mendekat. Debu padang pasir mengangkasa akibat derap langkah kuda-kuda mereka. kini di hadapan Rasulullah saw dan para sahabatnya, bediri sekitar 1000 pasukan kafir bersenjata lengkap.
Ya, Allah jumlah mereka tiga kali lipat dari jumlah kaum muslimin. Seolah mustahi mengalahkan mereka. Mundur… mungkin itu pilihan yang terbesit dalam hati. Saat melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, maka mudur adalah pilihan yang biasa. Dan hanya akan menjadikan anda orang yang biasa. Sebaris tanya datang menyapa, “Lalu pilihan apa yang luar biasa?” jawabnya hanya satu pilihlah untuk maju dan menyerang. Itulah pilihan yang luar biasa dan akan menjadikan anda orang yang luar biasa, yakinlah. Tapi jumlah kita tidak berimbang? Pada tanya itu berilah jawaban, “Ya memang jumlah kita tidak berimbang. Namun cukuplah pertolongan Allah bersama kita. Allah yang akan melipat gandakan kekuatan kita. Karena Allah yang telah menjamin, siapa yang berjuang di jalannya maka Allah akan menolongnya.”
Dan memang benar 300 manusia luar biasa itu memilih untuk maju. Allah pun menunaikan janjinya. Allah mengirimkan bala tentara bantuan berupa seribu malaikat. Malaikat itu pun turut berperang. Menebas leher orang-orang kafir. Sungguh indah rencana Allah. Menurunkan pertolongan dari tempat yang tidak disangka-sangka. Bahkan diluar akal manusia.
Tapi inilah upah untuk mereka yang memilih jalan hidup yang luar biasa. Sesekali jalan itu memang penuh dengan rintangan. Simpangan jalan nan luar biasa itu terkadang menuntut pengorbanan yang lebih. Pengorbanan waktu, tenaga, harta, bahkan mungkin nyawa suatu saat nanti. Begitulah jalan perjuangan Islam. Jalannya begitu panjang lagi curam. Gerbangnya telah jauh terlalui, namun ujung jalan belum juga tampak. Tidak perlu takut, karena anda tidak melalui jalan itu sendirian. Ada orang-orang lain luar biasa yang juga memilih simpangan jalan perjuangan Islam. Jika anda lelah, saat keletihan itu hadir, maka ingatlah mereka ada disamping anda. Mereka adalah sebahat seakidah. Sahabat seperjuangan. Sahabat yang rela berbagi hangatnya selimut Islam bersama anda. Jumlah mereka memang tidak banyak. Hanya sedikit. Karena memang yang memilih jalan luar biasa, jalan perjuagan Islam jumlahnya tidak banyak. Coba lihat diperang badar, jumlah kaum muslimin hanya 300 orang. Sedikit. Hanya orang-orang terpilih yang rela bersusah payah di jalan cinta perjuangan Islam. Namun keletihan dan kepayahan kelak akan terbayar. Bukan di dunia tetapi bersiaplah menerima bayarannya di akhirat kelak. Bayaran itu berupa senyum, kecupan, dan pelukan bidadari. Ah, sungguh indah imbalan itu.
Jangan juga takut memilih simpangan perjuangan Islam. Anda tidak sendiri menapakinya. Ada Allah swt yang menjadi pendamping kita. Allah adalah sebaik-baik pendamping yang tidak mungkin akan menyesatkan para perindu surga-Nya. Allah pula yang akan menolong siapapun yang telah memilih simpang jalan perjuangan Islam. Jika anda telah yakin menitih jalan perjuangan Islam, maka yakinlah pertolongan Allah itu dekat. Ada sahabat, ada Allah dan Rasul-Nya yang membersamai kita mengarungi perisimpangan yang luar biasa ini.
Namun kembali lagi, hidup adalah pilihan. Terserah pada adinda, ingin memilih persimpangan jalan yang mana. Apakah akan memilih persimpangan jalan yang seolah indah namun tidak mampu menjadikan anda sebagai seorang muslim yang luar biasa? Ataukah simpangan jalan yang katanya memiliki banyak rintangan, namun mampu membuat anda menjadi muslim luar biasa calon penghuni surga? Kembali berulang, hidup adalah pilihan.
Jika anda memilih simpangan jalan perjuangan Islam, maka mari datanglah pada kami. Disaat dingin keputusasaan datang menyeruak, mari merapat untuk rasakan hangatnya kobaran api semangat Islam. Insya Allah dengan segenap upaya keras, kami akan menuntun anda menjadi insan muslim spesial. Insan muslim yang luar biasa. Bukan jamannya lagi menjadi orang yang biasa-biasa saja. Karena orang biasa akan tergilas oleh jaman. Dan diakhirat kelak tidak akan mampu mencium aroma surga.
Ingat kembalilah pada Islam. Pilihlah simpangan jalan perjuangan Islam. Karena itu ada jalan terbaik. Sampai jumpa di medan perjuangan Islam. Sampai jumpa di depan gerbang surga, insya Allah.

“Anda tidak dilahirkan sebagai seorang pecundang, tapi sebagai seorang pemenang, maka jadilah muslim yang luar biasa.”
(untuk sahabat dakwah kampus yang membutuhkan artikel untuk pendekatan kepada adinda mahasiswa baru, mungkin tulisan ini bisa menjadi salah satu alternatif. Semoga bermanfaat)

(Oleh Al-Fatih, BKLDK Makassar)

Presiden SBY tidak Paham Jihad ?

Dalam acara Silaturahmi Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis Tingkat ASEAN dan Pasifik di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (4/10/2010). Yang juga dihadiri oleh beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II seperti Mendiknas M Nuh, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri Agama Suryadharma Ali, juga duta besar beberapa negara Islam dari Timur Tengah. Hadir juga Dr. Sholeh bin Abdullah bin Humaid yang juga utusan resmi Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Su`ud, Duta Besar Kerajaan Arab Saudi, dan para duta besar negara-negara sahabat untuk Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan beberapa hal sebagai bentuk respon terhadap beberapa peristiwa kekinian yang diekspos secara luas oleh media.
Presiden Yudhoyono dalam sambutanya; “Siapapun tidak boleh mengatasnamakan agama sebagai instrumen untuk melakukan tindak kekerasan dan teror,”. Presiden Yudhoyono berharap jangan sampai generasi muda menafsirkan makna jihad di dalam Al Quran secara keliru. Penafsiran keliru itu, kata Kepala Negara, adalah mengartikan jihad sebagai jalan kekerasan dan menghalalkan segala cara. “Janganlah menjadikan ajaran Islam sebagai tameng untuk membenarkan tindakan terorisme,” kata Yudhoyono. Generasi muda, menurut Presiden, seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara.
Presiden menegaskan bahwa Islam itu damai dan teduh. Islam adalah agama yang cinta keadilan dan selalu menganjurkan kasih sayang, serta menjauhi permusuhan. Melalui Al Quran, Islam mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, katanya. “Al Quran dan Hadits juga mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk memelihara dan mempertahankan nilai-nilai luhur yang mulia, etika kehidupan yang baik, serta tata hubungan sosial yang harmonis dan bermartabat,” kata Presiden. Memperjuangkan Islam, imbuhnya, perlu dilandasi dengan perilaku yang baik. “Bukan sebaliknya, tindakan yang tidak Islami,” tuturnya. (Antaranews.com, 4/10, Detiknews.com,4/10)
Setidaknya ada dua hal paling urgent yang perlu di kritisi dari pernyataan Presiden SBY. Pertama; pernyataan SBY lebih tepat disebut sebagai tuduhan, jika ada sebagian orang atau kelompok yang menjadikan agama sebagai tameng atau instrumen untuk melakukan tindakan kekerasan dan teror. Sebelumnya Presiden juga mengeluarkan pernyataan yang mirip, saat memberikan sambutan pada peresmian Masjid Baiturrahim yang berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Presiden mengatakan masjid atau rumah ibadah adalah pusat kebaikan dan pusat kebajikan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Karena itu, dia meminta agar masjid tidak dijadikan sebagai ajang untuk memprovokasi atau menyerukan tindakan kekerasan. Pernyataan Presiden itu terkait dengan aktivitas sejumlah teroris yang telah ditangkap, yang cenderung menjadikan tempat ibadah untuk mengajarkan permusuhan dan tindak kekerasan kepada orang yang berbeda akidah. (Republika.co.id,2/10)
Pernyataan di atas tentu bukan bercanda, tapi artikulasi verbal dari proses pencerapan terhadap realitas dan informasi yang masuk dalam pikiran Presiden. Maka sentimen dalam bentuk redaksi “tuduhan” perlu dibuktikan, agar program pemerintah dalam menangani kasus “terorisme” tidak melahirkan masalah dan musuh baru dengan sengaja atau tidak telah memojokkan dan menstigmasi Islam terkait terorisme. Umat Islam juga bisa mengeluarkan asumsi berlawanan; “jangan sampai penguasa menjadikan proyek kontra terorisme tameng untuk melakukan “teror” dan “mendiskritkan” Islam dan kaum muslimin“. Karena ungkapan Presiden Yudhoyono lebih sebagai asumsi yang masih perlu bukti, kalau masjid menjadi “kawah condrodimuka” lahirnya kekerasan. Jika ada satu atau dua orang yang sesuai ungkapan presiden, tentu juga tidak bisa digeneralisir dengan ungkapan diatas.
Kedua; dalam pandangan Presiden Yudhoyono, kesalahan tafsir terhadap al Qur’an dan as Sunnah dalam bab jihad-lah yang menjadi faktor tindakan kekerasan dan terorisme. Kemudian presiden menjelaskan “jihad prespektif presiden” ; seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Apakah benar adanya jihad seperti penjelasan presiden? Bagi seorang muslim memang diwajibkan memahami jihad dengan benar dan aplikasinya juga benar. Tidak memahami sebagian dan membuang sebagian, apalagi dengan motif ingin melakukan “tahrif” (penyimpangan) makna jihad, karena dihadapkan kepada jalan buntu mengurai akar masalah “terorisme” sementara terminologi jihad menjadi tertuduh.
Sekilas memahami jihad yang sahih.
Seperti diterangkan dalam al Qur’an dan as Sunnah kemudian dibukukan dalam ratusan kitab fiqh oleh ulama’ salafus sholeh dan ulama’-ulama’ zaman sekarang (dan mu’tabar; jadi rujukan dan pegangan umat Islam), bisa diringkas;
Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada“, yang bermakna “al-juhd” (kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan). Imam Ibnu Mandzur dalam Kitab Lisaan al-’Arab nya, secara bahasa, al-jihaad artinya;mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Dalam kitab Syarh al-Qasthalaani ‘alaa Shahiih al-Bukhaariy dinyatakan sebagai berikut Kata jihaad merupakan pecahan dari kata al-jahd, dengan huruf jim difathah yang berarti: at-ta’b (lelah) dan al-masyaqqah (sulit). Sebab, kelelahan dan kesulitan yang ada di dalamnya bersifat terus-menerus. Kata jihaad bisa merupakan bentuk pecahan dari kata al-juhd dengan “jim” didhammah, yang berarti: at-thaaqah (kemampuan atau tenaga). Sebab, masing-masing mengerahkan tenaganya untuk melindungi shahabatnya.
Di dalam al-Quran dan Sunnah, kata jihaad diberi arti baru oleh syariat dari arti asal (bahasanya) atau menuju makna yang lebih khusus, yaitu, “mengerahkan seluruh kemampuan untuk berperang di jalan Allah, baik secara langsung, dengan bantuan keuangan, pendapat (pemikiran), memperbanyak kuantitas (taktsiir al-sawaad) ataupun yang lain (Ibn ‘Abidiin, Haasyiyah, juz III, hal. 336) Dengan demikian, ketika kata “jihad” disebut, secara otomatis orang akan memaknainya dengan makna syariatnya -berperang di jalan Allah”, bukan dengan makna bahasanya. Jihad dengan makna khusus ini, bisa ditemukan pada ayat-ayat Madaniyah. Sedangkan kata jihad di dalam ayat-ayat Makkiyah, maknanya merujuk pada makna bahasanya (bersungguh-sungguh).
Contoh Ayat-ayat yang memberikan pengertian Jihad adalah al Qital (perang);
لا يَستَوِى القٰعِدونَ مِنَ المُؤمِنينَ غَيرُ أُولِى الضَّرَرِ وَالمُجٰهِدونَ فى سَبيلِ اللَّهِ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم ۚ فَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم عَلَى القٰعِدينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الحُسنىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ عَلَى القٰعِدينَ أَجرًا عَظيمًا
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. al-Nisaa’ : 95)
Jihaad dalam ayat ini mempunyai pengertian: keluar untuk berperang, dan aktivitas ini lebih diutamakan daripada berdiam diri dan tidak berangkat menuju peperangan.
Para ulama empat madzhab juga telah sepakat bahwa jihad harus dimaknai sesuai dengan hakekat syariatnya, yakni berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”. Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah dalam al Mughni-nya berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.
Jihad Ofensif dan Jihad Defensif
Dr. Mohammad Khair Haekal di dalam kitab al-Jihad wa al-Qital menyatakan, bahwa sebab dilaksanakannya jihad fi sabilillah bukan hanya karena adanya musuh (jihad defensif), akan tetapi juga dikarenakan tugas Daulah Islamiyyah dalam mengemban dakwah Islam ke negara lain, atau agar negara-negara lain tunduk di bawah kekuasaan Islam (jihad ofensif).
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batas minimal jihad yang dilakukan oleh negara. Imam al-Mawardiy dalam kitab al-Iqnaa’, hal.175 menyatakan, “Hukum jihad adalah fardlu kifayah, dan imamlah yang berwenang melaksanakan jihad…ia wajib melaksanakan jihad minimal setahun sekali, baik ia pimpin sendiri, atau mengirim ekspedisi perang.”
Syeikh Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab Nihayah Az-Zain, “Jihad itu adalah fardhu kifayah untuk setiap tahun, apabila orang-orang kafir berada di negeri mereka. Paling sedikit satu kali dalam satu tahun, tapi apabila lebih tentu lebih utama, selama tidak ada kebutuhan lebih dari satu kali. Jika jihad tidak dilakukan maka wajib atas sebagian (kaum Muslimin) untuk mengajak jihad, dengan salah satu dari dua cara”.
Jadi dari paparan diatas cukup untuk menimbang makna jihad ala Presiden. Hakikatnya jihad itu bukan terorisme, dan jihad bukan mengajarkan umat Islam menjadi teroris. Jihad dalam ajaran Islam tetap berlaku hingga yaumil qiyamah, bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tidak akan berani dan tega menuduh “ajaran jihad” dalam Islam sebagai sumber dari berbagai tindakan teror dan kekerasan.Jika ada sekelompok kecil orang mengaplikasikan makna jihad secara keliru, itu juga tidak bisa dijadikan alasan bahwa “jihad” itu telah berhenti dan tidak lagi di syariatkan. Atau kemudian perlu pemaknaan baru yang akhirnya menyimpang dan keluar dari makna yang syar’i yang dikehendaki Allah SWT dan Rasul-Nya.
Jadi dari prespektif ini, terlihat alih-alih Presiden menyelesaikan akar munculnya berbagai tindak kekerasan dan teror tapi malah mengeluarkan asumsi-asumsi yang bisa mendiskriditkan Islam dan kaum muslimin.Umat harus waspada manufer orang-orang yang membenci Islam & kaum muslim melalui permainan bahasa berusaha membikin kacau cara berfikir dan perilakunya.Wallahu a’lam
(Upaya Pendistorsian Makna Jihad)
Oleh: Harits Abu Ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Menghafal Al-Qur'an Dapat Tingkatkan Prestasi Akademis

Orang yang terbiasa menghafal al-Qur'an, maka ia akan belajar keseriusan dalam hidup, serta belajar mengatur hidupnya

Hidayatullah.com--Para akademisi dan spesialis sependapat bahwa menghafal al-Qur'an memiliki efek yang baik dalam pengembangan keterampilan dasar pada siswa, serta dapat meningkatkan pendidikan dan prestasi akademis.

Dr. Abdullah Subaih, profesor psikologi di Universitas Imam Muhammad bin Su'ud al-Islamiyah di Riyadh, menyerukan kepada para pelajar agar mengikuti halaqoh-halaqoh menghafal al-Qur'an. Ia juga menegaskan bahwa hafalan al-Qur'an tersebut dapat membantu untuk konsentrasi dan merupakan syarat mendapatkan ilmu.

Ia juga menambahkan bahwa semua ilmu pengetahuan, baik itu ilmu kedokteran, matematika, ilmu syari'ah, ilmu alam dan lain sebagainya, membutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam meraihnya. Dan bagi orang yang terbiasa menghafalkan al-Qur'an, ia akan terlatih dengan konsentrasi yang tinggi.

Menurutnya, sel-sel otak itu seperti halnya dengan anggota tubuh yang lainnya, yakni harus difungsikan terus. Orang yang terbiasa menghafal, maka sel-sel otak dan badannya aktif, dan menjadi lebih kuat dari orang yang mengabaikannya.

Dr. Subaih juga menjelaskan bahwa orang yang terbiasa menghafal al-Qur'an, maka ia akan belajar keseriusan dalam hidup, serta belajar mengatur hidupnya. Selain itu, mereka juga memiliki kemampuan dalam merencanakan tujuan hidup, serta meraihnya. [sdz/ismm/hidayatullah.com]