CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

MY PICTURE'S

MY PICTURE'S
KEISTIMEWAAN SEORANG WANITA TERPANCAR DARI HIJABNYA

Minggu, 20 Februari 2011

BAHAYA (Tabarruj) MEMPERTONTONKAN AURAT



Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Segala puji bagi Allah , shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi saw, beserta keluarga dan shahabatnya.
Fenomena wanita tidak berjilbab, terbuka dan menampakan aurat kepada laki-laki adalah fitnah yang menimpa kebanyakan negara di dunia, semua orang tahu akan hal itu. Dan tentu saja itu adalah kemungkaran yang sangat besar dan kemaksiatan yang amat jelas, dan merupakan faktor terbesar bagi datangnya azab, karena menampakan aurat dapat menimbulkan perbuatan keji, kriminal, hilangnya rasa malu dan menyebarnya kerusakan.
Bertaqwalah kalian wahai kaum muslimin, bimbinglah orang-orang yang buruk akhlaknya diantara kalian, jagalah wanita-wanita kalian dari terjerumus ke dalam larangan-larangan Allah, wajibkanlah kepada mereka untuk memakai jilbab dan menutup aurat, waspadailah murka Allah dan azab-Nya, Nabi Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda dalam hadits shahih:
“ Sesungguhnya manusia jika melihat kemungkaran tidak menginkarinya, maka bisa saja Allah akan meratakan azab-Nya kepada mereka semua“.
Dan Allah berfirman:
“ Orang-orang kafir dari Bani israil telah dilaknat melalui lisan (capan) Dawud dan Isa putra Maryam. Ynag demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah perbuatan yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat“. (QS: Al-Maidah: 78-79)
Dan dalam kitab Musnad dan yang lainya diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa rasulullah saw membaca ayat tersebut kemudian bersabda:
“ Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, hendaklahlah kalian menegakan amar ma’ruf dan nahi munkar, membimbang orang yang buruk akalnya dan meluruskanya agar sejalan dengan kebenaran, jika tidak sungguh Allah akan membenturkan hati sebagian kalian atas hati sebagian yang lain dan akan melaknat kalian sebagai melaknat mereka“. Dan dalam hadits shahih lainya nabi Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda:
“ Barang siapa melihat diantara kalian kemungkaran kemungkaran, maka hendaklah merubahnya dengan tanganyan (kekuasaanya), jika tidak mampu maka dengan lisanya, jika tidak mampu maka menginkari dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman“.
Allah dalam al-qur’an telah memerintahkan para wanita agar berjilbab dan berdiam diri di rumah, serta menjauhi dari dari perbuatan mempertontonkan aurat atau melemah lembutkan suara dalam berkata kepada pria, agar terhindar dari kerusakan dan fitnah.
Allah berfirman:
“ Wahai istri-istri nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertaqwa, maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.“ (QS: Al-Ahzab: 32-33)
Dalam ayat ini Allah melarang istri-istri nabi yang mulia (para ummahaatul mukminin) –dan mereka adalah sebaik-baik wanita dan paling suci- dari melemah-lembutkan suara dalam berbicara kepada kaum pria, agar orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit shawat tidak berhasrat kepada mereka, dan mengira bahwa mereka juga punya hasrat yang sama denganya.
Allah memerintahkan mereka agar berdiam diri di rumah serta melarang mereka mempertontonkan aurat sebagaimana prilaku jahiliah berupa menampakan perhiasan dan keindahan seperti kepala dan wajah, leher, dada, lengan, betis serta perhiasan lainya, karena dapat menimbulkan bencana kerusakan dan fitnah yang besar serta menggerakan hati kaum pria untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendekatkan kepada zina.
Jika Allah memperingatkan kepada ummahaatulmukminin (istri-istri nabi Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam ) dari kemungkaran tersebut, padahal mereka adalah wanita-wanita solihah yang beriman dan senantiasa menjaga kehormatan dan kesucian mereka, maka yang selain mereka lebih utama untuk menerima peringatan dan lebih dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam fitnah. Dalil yang menunjukan bahwa hukum menjaga aurat berlaku umum pada istri-istri rasul saw dan wanita-wanita lainya adalah firman Allah :
“ Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan rasulnya“. (QS: Al-Ahzab: 33). Sesungguhnya perintah-perintah ini umum bagi istri-istri nabi saw dan selain mereka.
Allah juga berfirman:
“ Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka“. ( Al-Ahzab: 53). Ayat yang mulia ini dengan jelas menunjukan kewajiban para wanita untuk membatasi diri dari laki-laki dan tidak menampakan auratnya. Allah menegaskan dalam ayat tersebut bahwa berhijab adalah lebih suci bagi hati para laki-laki dan hati para perempuan serta lebih menjauhkan mereka dari perbuatan keji dan dari segala yang mendekatkan kepadanya, Allah juga mengisyaratkan bahwa keterbukaan dan tidak berhijab adalah prilaku buruk dan najis, sedangkan berhijab adalah wahai kaum muslimin, beradaplah kalian dengan adab yang diajarkan Allah, laksanakanlah perintahnya, wajibkanlah kepada wanita-wanita kalian untuk berhijab, karena itu dapat mengantarkan kepada kesucian dan keselamatan.
Allah berfirman:
“ Wahai Nabi! Katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin,“ hendaklah mereka menutupkan hijabnya ke seluruh tubuh mereka,“ yang demikian itu agar mereka lebih muda untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun maha penyayang“. (QS: AL-Ahzab: 59).
Al-jalaabib: jamak dari jilbab, ia adalah sesuatu yang yang dikenakan perempuan untuk menutupi kepala dan badanya melapisi pakaianya agar terhijab dan tertutup auratnya. Allah memerintahkan para wanita orang-orang mukmin agar menutupkan jilbab-jilbab mereka pada sisi-sisi keindahan mereka seperti rambut, wajah dll, agar dikenal iffah (menjaga kesucian) sehingga dirinya terhindar dari fitnah dan orang lainpun tidak tergoda untuk mengganggunya. Ali bin Abi Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,“ Allah memerintahkan para wanita orang-orang beriman, jika mereka keluar dari rumah untuk satu keperluan, agar menutupi wajah-wajah mereka dari mulai atas kepala mereka dengan jilbab, dan menampakan satu mata“. Dan Muhamad ibnu Sirin mengatakan,“ aku bertanya kepada Ubaidah As-Salmani tentang firman Allah:
" يدنين عليهن من جلابيبهن "
“ Hendaklah mereka menutupkan hijabnya ke seluruh tubuh mereka“, maka ia menutup mukanya dan kepalanya serta menampakan mata kirinya“. Kemudian Allah SWT mengabarkan bahwa Dia maha pengampun atas segala kekurangan yang telah lampau dalam maslah tersebut sebelum turunya larangan dan peringatan dari-Nya.
Allah berfirman:
" والقواعد من النساء اللاتي لا يرجون نكاحا فليس عليهن جناح أن يضعن ثيابهن غير متبرجات بزينة وأن يستعففن خير لهن والله سميع عليم "
“ Dan para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka tidak ada dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakan perhiasan, tetapi memelihari kehormatan adalah lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.“ (QS: An-Nur: 60)
Allah mengabarkan bahwa para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), tidak ada dosa atas mereka untuk menanggalkan pakaian dari wajah dan tangan mereka jika mereka tidak bermaksud menampakan perhiasan mereka. Dari sini diketahui bahwa wanita yang berniat menampakan perhiasan tidak boleh menanggalkan pakaian dari wajah dan tanganya atau dari aurat lainya, dan ia berdosa ketika itu meskipun telah tua, karena setiap yang jatuh selalu ada yang memungutnya, dan karena menampakan perhiasan dapat menyebabkan fitnah terhadap pelakunya meskipun ia adalah orang yang tua, dan tentu dosanya lebih besar dan dampak fitnah terhadapnya juga besar.
Allah mensyaratkan pada wanita tua hendaklah tidak termasuk yang masih ingin menikah (sebagaimana dalam ayat diatas), karena jika masih ingin nikah, maka keinginanya itu akan mendorongnya untuk selalu berhias dan menampakan perhiasanya demi mendapatkan pasangan, maka ia dilarang untuk menanggalkan pakaianya dari tempat-tempat perhiasanya untuk menghindarkan dia dan orang lain dari fitnah.
Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Di antara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

   1. Bertakwa.
   2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
   3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
   4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.
   5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.
   6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.
   7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.
   8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.
   9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.
  10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.
  11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.
  12.  Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
  13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
  14. Berbakti kepada kedua orang tua.
  15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman : 
“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13)

قال رسول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : أَنَا مَعَ عَبْدِي حَيْثُمَا ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ(صحيح البخاري)

Sabda Rasulullah saw:
“Aku bersama hamba Ku ketika ia mengingat Ku dan bergetar bibirnya menyebut nama Ku” (Shahih Bukhari)

Ini hadits qudsiy, di sini ada sedikit salah terjemah. Di sini sabda Rasulullah saw semestinya selanjutnya sabda Rasulullah saw bahwa Allah berfirman. Jadi ucapan ini dari Allah Swt bukan dari Nabi Muhammad saw.
Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt yang telah menghadirkan kita di dalam kehadiran teragung sepanjanzaman yaitu kehadiran detik – detik dimana kita sedang mendekatkan diri kepada Allah.
Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt Maha Raja Alam Semesta yang menguasai setiap hamba dan semua yang tercipta. Dicipta oleh Allah bukan dicipta oleh makhluk lainnya.

Seorang suami istri menikah belum tentu bisa menghasilkan seorang anak. Akan tetapi ada samudera ketentuan Ilahi yang mengatur segala kehidupan dan mengatur setiap nafasku dan nafas. Maha Melihat sedang melihat jiwa, ingatlah Dzat yang paling pantas untuk diingat.
ImageTelah bersabda Nabiyyuna Muhammad Saw riwayat Shahih Bukhari. “ada di antara manusia itu yang beramal dengan amalan ahli neraka hampir sepanjang hidupnya sampai antara dia dan neraka hanya satu jengkal saja”. Tetapi didahului kehendak Ilahi maka dia beramal dengan amalan ahli surga, bertaubat kepada Allah dan dia masuk ke dalam surga.“Ada lagi kelompok yang beramal dengan amalan ahli surga sampai antara dia dan surga tinggal satu hasta saja, lalu didahului oleh ketentuan Allah terlebih dahulu dia beramal dengan amalan ahli neraka dan dia masuk neraka”. (Shahih Bukhari)

Kita bertanya kenapa ini dan untuk apa gunanya ibadah? Kalau semuanya sudah ditentukan oleh Allah Jalla Wa Alla. Jangan putus asa dari Rahmatnya Allah. Karena Allah telah berfirman didalam hadits qudsiy, ”Ana ‘inda dzhanni ‘abdiy biy” Aku bersama persangkaan hamba-Ku.
Seorang hamba siang dan malam tidak pernah bisa meninggalkan dosa, siang dan malam tidak pernah terlintas hal yang baik tiba – tiba sekilas ia melihat atau mendengar sesuatu yang baik didalam Islam maka berubahlah ia kepada Cahaya Keindahan Keridhoan Ilahi. Orang – orang yang bejat, orang – orang yang kejam dan sadis berubah menjadi ahli sujud, berubah menjadi orang yang selalu tangannya menengadah ke hadirat Allah, menjadi orang yang paling khusyu’ di muka bumi terkena sinar cahaya nabawiy yang diterbitkan oleh Allah untuk membawa kebahagiaan yang abadi yang dibawa oleh Sayyidina Muhammad Saw. Dialah (Allah) yang menerbitkan rahasia kebahagiaan itu. Kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Lalu bagaimana dengan orang yang selalu beramal baik? Lalu apa gunanya ibadah? Barangkali dengan kesombongannya itu, bisa Allah balik ia berubah menjadi orang yang menginginkan perbuatan jahat dan ia wafat dalam keburukan. Menuntun orang yang berbuat baik selalu dan menuntun orang yang selalu berbuat dosa agar berpadu dalam kemuliaan Ilahi.
Allah Swt berfirman, “Wahai manusia berhati – hatilah dan bersiaplah. Akan datang hari kiamat kepadamu, Sang Pencipta alam semesta yang mencipta dari tiada, yang menghamparkan permukaan bumi dari tiada, yang membentangkan angkasa sebagai lambang keindahan-Nya dari tiada, mengatakan bahwa akan datang hari kehancuran. Sebagaimana ini semua ada dari tiada, ini semua akan berubah menjadi tiada karena ini semua Milik-Ku”. Berapa milyar sel tubuh kita yang berfungsi setiap hari, siapa yang memerintah sel tubuh kita untuk berfungsi, siapa yang memerintah sel tubuh kulit ketika kulit terluka, lantas ia merajut kembali sel – sel kulit yang baru. Allah Allah Allah.

Allah Swt sebelum mengajak kita berdzikir, sudah menjadikan alam semesta ini berdzikir. Alam semesta berdzikir kehadirat Allah, mengagungkan Nama Allah, tersisalah jiwaku dan jiwa kalian yang sepi dari dzikrullah. Lihat keadaan teman – teman kita, bangga dan tenangnya dengan narkotika miliknya. Jika ia melihatnya, ia akan bersujud terus dalam sujudnya hingga wafat.
Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, ketika jenazah orang yang wafat itu diusung. Jika jenazah shalihin, ia berkata “Qaddimuniy..qaddimuniy” Cepat – cepat majukan aku, bawa ke makamku karena aku akan mendapatkan kemuliaan. Tapi apabila yang wafat itu adalah orang – orang yang fasiq, banyak berbuat dhalim, banyak berbuat jahat maka ia berkata “Yaa waylahaa, ayna yadzhabuu biha” ini mau dibawa ke mana jasadku, jangan cepat – cepat dikuburkan, aku akan dimintai bertanggung jawab.

Allah berfirman, “Inna zalzalatassa’ati syai’un adhim ” Hari kiamat itu adalah hari yang sangat dahsyat (QS. Al Hajj : 1). Hari itu orang yang punya bayi yang diasuhnya dilempar bayi itu dan meninggalkan semua anaknya karena takut dimintai pertanggungjawaban. Wanita yang hamil menggugurkan kehamilannya, kenapa? Bertanggung jawab atas dirinya saja susah, apalagi bawa tanggung jawab atas bayi yang baru lahir.
Image Akan Kau lihat manusia itu lari kesana – kemari bagaikan mabuk dari takutnya panggilan – panggilan api neraka (QS. Al Hajj : 2). Kau lihat mereka seakan mabuk, mereka bukan mabuk tapi melihat dahsyatnya kejadian di hari kiamat.
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari ketika ayat ini turun sebagian para sahabat berjatuhan karena takutnya kepada Allah atas firmannya. Manusia yang paling berkasih sayang, manusia yang paling ramah, manusia yang tidak senang melihat manusia sedih dan risau, seraya berkata, “Absyiru..absyiru” Sini – sini mendekat. “Jangan bergelimpangan menangis seperti itu, sini – sini berkumpul dekat denganku”, kata Rasul saw. Maka Rasul saw bersabda, “Hai umatku kalian ini aku harapkan pasti menjadi ¼ penduduk surga”. Mendengar kata – kata itu, , dihibur oleh Sang Nabi saw, maka bertakbir para sahabat “Allahu Akbar,.masya Allah 1/4 ahli surga”. Rasul saw tambah lagi, “Kalian tahu bahwa aku minta pada Allah bukan ¼ bahkan sepertiga dari ahli surga”. Lalu Rasul tersenyum dan berkata, “Hai, kalian tahukan kalau aku berdoa kepada Allah agar kalian umat Muhammad ini menjadi ½ ahli surga” maka para sahabat bertakbir. Diriwayatkan di dalam riwayat yang shahih bahwa Rasul dipilihkan oleh Allah, “Mau ½ umatnya masuk surga atau Syafa’at?” Namun beliau saw memilih syafa’at karena kalau syafa’at seluruh umatnya masuk ke dalam surganya Allah Swt.

Salahkah jika kita mencintai Nabi Muhammad Saw. Inilah Muhammad Rasulullah saw. Manusia yang paling tidak pernah ingin mengecewakan orang lain. Rasul saw adalah orang yang tidak mau mengecewakan makanan sekalipun. Ia benda mati tapi ia hidup. Kalau suka dimakan, kalau tidak suka dimakan (Shahih Bukhari).
Rasul saw diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari: Tiadalah beliau dipilihkan untuknya dua hal. Kalau disuruh pilih dua hal untuk umatnya pasti memilih yang paling ringan untuk umatnya Saw. Inilah idola kita Sayyidina Muhammad Saw, kenali idolamu Muhammad Rasulullah Saw, bukan orang yang tidak pernah sujud kepada Allah dan hari – harinya hanya membuat kebiadaban semakin besar di muka bumi. Muslimin mengeluarkan harta yang banyak untuk membeli tiket berkumpul bersama mereka yang tidak pernah sujud kepada Allah. Kumpul bersama orang yang tidak pernah sujud kepada Allah. Karena indahnya hatimu dan lembutnya hatimu dan kasih sayangmu, beliau saw tahu manusia ini bukan hanya ibadah seperti malaikat. Demikian indahnya dan ringannya dan menakjubkannya tuntunan Nabiyyuna Muhammad Saw.
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari ketika Rasul saw didatangi oleh seorang yang mengadu, “Ya Rasulullah mulai sekarang aku tidak mau lagi shalat subuh berjamaah di masjid itu.” Rasul bertanya, “Kenapa tidak mau shalat berjamaah subuh?” Ia berkata, “Karena imamnya baca surahnya panjang, baca surah AlBaqarah”. Maka imam itu dipanggil oleh Rasulullah, bukan orang ini yang ditegur. “Aku punya pekerjaan ya Rasulullah, aku bekerja. Kalau aku duduk hadir shalat subuh di situ bagaimana dengan pekerjaanku”. Tapi Rasul saw justru menegur imam itu dengan teguran yang tegas, “Afattaanun anta ya Mu’adz..?!” apakah kau ini pembawa fitnah wahai Muadz..?!.. Kalau kau jadi imam jangan panjang – panjang baca surah karena di antara mereka ada yang bekerja, ada yang sakit, ada yang tua, ada yang sibuk, jangan memberatkan orang kecuali jika kau ingin membawa shalatmu sendiri shalat sunnah, silahkan! sepanjang – panjangnya. Tapi kalau untuk umatnya, maunya mereka, maunya shalatnya yang ½ juz panjangnya silahkan!, maunya yang ¼ juz saja silahkan!, mau yang 100 ayat, mau yang 10 ayat ikuti umatmu. Tapi jangan beratkan makmum. Sampai beliau saw berkata “..anta ya Muadz..?!” apakah kau ini pembawa fitnah wahai Muadz..?! Demikian indahnya Sayyidina Muhammad Saw.

Keberkahan muncul bagi beliau dan pada hari – hari beliau saw. Ketika Rasul saw didatangi tiga orang tamu, “Assalamu’alaikum warahmatullah”, Rasulullah diam.“Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh”, Rasulullah tidak jawab, kali yang ketiga Rasul bertayammum lalu menjawab salam. Para Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah dari tadi kami memberi salam dan kau tidak jawab, kami kira kau murka pada kamidan kami adalah ahli neraka.” Rasul menjawab “bukan itu”, kata Rasul saw. “Aku tidak ingin menjawab terkecuali dengan keadaan suci”. Lailahailalllah, adakah akhlak seperti ini?
Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani didalam kitabnya Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari menjelaskan makna yang pertama Nabi saw tidak mau dari memuliakan tamunya menjawab salam dalam keadaan tidak wudhu itu tidak sopan untuk Nabi saw. Kenapa? Tidak ada air di depannya baru bertayammum dan barulah menjawab salam.
Hadits yang baru saja kita baca tadi “Ana ma’a ‘abdi haitsu maa dzakaranii wa taharrakat bii syafataah” Aku bersama hamba- hambaKu ketika ia mengingat-Ku dan bergetar bibirnya menyebut Nama-Ku. Mengingat Allah itu bukan hanya dengan hati. Ternyata kita dengar haditsnya “..wa taharrakat bii syafataah” bergetar bibirnya menyebut Nama-Ku. Ternyata Allah masih menghargai bibir yang menyebut Nama-Nya.

Oleh sebab itu, inilah indahnya dzikir. Zaman sekarang orang bicara rindu dengan teman wajar, rindu dengan kekasih pantas, rindu dengan anak pantas, tapi kalau rindu dengan Allah koq sepertinya aneh? “Wamaa khalaqtuljinna wal insa illa liya’budun” Tidak kuciptakan jin dan manusia terkecuali untuk menyembah kepada-Ku (QS. Adz-Dzaariyat : 56). Allah tidak butuh penghambaan kita. Inilah kenapa Allah mencipta seluruh manusia keturunan Adam as. Kita bertanya, aku ini orang yang amam terhadap cinta kepada Allah? Lalu bagaimana dengan cinta Allah ini? Sepertinya kalau harus jujur aku lebih cinta yang lain daripada Allah, aku lebih peduli pada yang lain daripada Allah, malah jangan – jangan di antara kita lebih sibuk memikirkan sandalnya jangan sampai hilang saat sujud kepada Allah. Allah Swt berfirman, “Laa yukallifullahu nafsan illa wus a’ha, laha maa kasabat wa a’laiha maktasabat” (QS. Al Baqarah : 286). Bagaimana dengan kesalahan – kesalahan ini Rabbiy?  Ini ucapan coba kita renungkan! Tapi ternyata yang mengajari adalah Allah. “Rabbana wala tahmil a’alaina ishran kama hamaltahu a’lalladziina min qablina” Orang sebelum kami itu dahsyat, perintahnya berat, segala – galanya berat, jangan Kau bebankan kami seperti mereka (QS. Al Baqarah : 286). Indahnya kalimat ini “warhamna” sayangilah kami. “..fanshurna a’lalqaumil kaafiriin” tolonglah kami dari orang – orang yang jauh dan musuh – musuh Islam (QS. Al Baqarah : 286).

Inilah doa. Allah senang kepada hamba-Nya yang berbuat baik. Ini ada dua riwayat di dalam Shahih Bukhari. Riwayat yang pertama yang melakukannya adalah pria, riwayat yang kedua yang melakukannya wanita. Tentunya kedua – duanya barangkali terjadi karena dua – duanya ada dalam Shahih Bukhari. Pernah seorang pria melakukan dan pernah seorang wanita yang melakukannya. Sampai anjing itu menjilat tanah dari hausnya. Ada sumur, anjing tidak bisa masuk ke dalam sumur. Maka ia mengambilkan air untuk anjing itu dan berkata “ini untukmu”. Anjing itu minum dengan puasnya. Anjing tidak bisa berterima kasih, siapa yang berterima kasih padanya? Tidak ada. “Fasyakarallahu lahu faghafara lahu” Allah berterima kasih kepada hamba itu, Allah ampuni dosanya. Allah yang berterima kasih. Kebaikan pada seekor anjing, hanya memberi minum seekor hewan najis, Kau berterima kasih untuknya. Alangkah indahnya Allah, alangkah agungnya Allah, alangkah mulianya Allah, alangkah bersalah dan ruginya jiwa yang tidak mencintai Allah, alangkah indahnya Nama Allah, alangkah mulianya keagungan Allah, alangkah berharganya orang yang ingin mendekat kepada Allah, alangkah berharganya pengampunan yang ditawarkan kepada para pendosa.

Maka kita bermunajat kepada Allah Swt, semoga Allah Swt menghapus seluruh dosa – dosa kita. Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari “orang – orang yang berkumpul di majelis dzikir..” Allah memerintahkan malaikat khusus untuk mencari majelis – majelis dzikir, diturunkan ke bumi masing – masing malaikat punya tugas. Mau apa? Duduk, saksikan, hadir dan banyaknya mereka itu sampai ke langit.
Lalu ketika hadir, selesai mereka dari kehadirannya. Maka Allah Swt bertanya kepada malaikat, “Apa yang mereka perbuat?” Malaikat menjawab, “Mereka berdzikir pada-Mu wahai Allah”. Allah bertanya, “Mereka berdzikir menyebut Nama-Ku, berdzikir pada-Ku, apakah mereka melihat-Ku?” Malaikat berkata, “Tidak ya Allah, mereka tidak melihat-Mu”. Betapa indah jiwa yang berdzikir kepada Allah, padahal mereka tidak melihat Allah. Allah tanya malaikat, “Lalu bagaimana kalau mereka melihat Aku saat mereka berdzikir?” Malaikat menjawab, “Wahai Allah kalau sampai mereka itu melihat-Mu saat berdzikir, mereka tidak akan berdiri dari tempat dzikirnya dan terus berdzikir dan semakin khusyu’ dzikirnya”. Allah bertanya, “Lalu apa yang mereka inginkan?” Malaikat menjawab, “Mereka berkata mereka menginginkan surga wahai Allah”. Allah tanya, “Apakah mereka sudah melihat surga?” Malaikat menjawab, “Belum wahai Allah”. Allah bertanya, “Bagaimana jika mereka melihat surga?” Malaikat menjawab, “Pasti ingin lebih meminta lagi wahai Allah”. Allah bertanya, “Lalu apa yang mereka takutkan?” Malaikat menjawab, “Api neraka wahai Allah”. Allah bertanya, “Api neraka, apakah mereka sudah melihat neraka?” Malaikat menjawab, “Belum wahai Allah”. Allah bertanya, “Bagaimana kalau mereka melihat neraka?” Malaikat menjawab, “Wahai Allah mereka akan sangat ketakutan sekali, kalau sampai melihat api neraka”. Maka Allah berkata, “Saksikan malaikat-Ku, Aku sudah menghapus seluruh dosa mereka”. Malaikat berkata, “Wahai Allah ada di antara mereka itu yang hadirnya tidak ikhlas, punya hajat dengan temannya dan kebetulan numpang duduk di situ, bagaimana dengan keadaannya, tidak pantas mendapatkan pengampunan”. Allah menjawab, “Mereka itu adalah orang – orang yang barangsiapa duduk bersama mereka, Allah tidak akan menghinakannya”. Duduk bersama orang berdizikir dimuliakan oleh Allah Swt.

Kita bermunajat kepada Allah Swt, semoga Allah Swt melimpahkan Rahmat dan Keluhuran kepada kita, kepada bangsa kita, kepada muslimin – muslimat. Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal ikram.

Washallallahu ala Sayyidina Muhammad Nabiyyil Ummiy wa Shohbihi wa Sallam..

Senin, 13 Desember 2010

ARTI PERUBAHAN


Perubahan sosial adalah normal dan berkelanjutan, tetapi menurut arah yang berbeda di berbagai tingkat kehidupan sosial dengan berbagai tingkat kecepatan.
Teori evolusi kuno adalam sosiologi mengandung berbagai cacat, namun salah satu prinsip sentralnya yang sahih adalah bahwa perubahan terjadi dimana-mana dan normal. Karena itu, masalah perubahan sosial lebih merupakan masalah tingkat perubahan ketimbang masalah ada atau tidak ada.
Tingkat perubahan rendah menimbulkan ketegangan. Secara tersirat ini mnyetakatan tingkat perubahan optimal bagi manusia, dalam konteks organisasi maupun dalam lingkungan yang berubah-ubah. Lebih dari itu, antisipasi terhadap ketiadaan dalam persaingan, semakin lama semakin berbahaya bagi manusia. Jika perubahan cepat menjadi sumber ketegangan mental, berangkali begitu pula ketegangan berlangsung terlalu lambat.
Ada tiga alasan manusia mengapa masyarakat yang sedang berkembang dapat menempuh jalan uniknya sendiri  karena bagi masyarakat yang modern dan tradisional sama-sama homogeny. Mitos perkembangan satu arah dan pandangan utopia, semata-mata adalah mitos. Masa depan manusia pada dasarnya di perkirakan takkan menyatau menurut sistem sosial.
TEORI-TEORI SOSIOHISTORIS SIKLUS
Khaldun, sarjana Arab, mengajukan teori perubahan sosial yang tajam. Di antara pemikirannya yang mendalam dari karyanya adalah :
1.      Metode historis menawarkan pendekatan terbaik untuk memahami perubahan sosial
2.      Faktor yang menyebabkan perubahan sosial banyak dan beranekaragam : faktor tunggal (seperti kepribadian atau teknologi) tidak mampu menerangkan perubahan sosial secara memadai.
3.      Bentuk-bentuk organisasi social yang berbeda, menciptakan tipe kepribadian yang berbeda pula.
4.      Konflik adalah mekanisme mendasar dari perubahan.
5.      Berbagai faktor psikologi-sosial( kepemimpinan, kepribadian, kekompakan kelompok) membantu kita dalam memahami penyebab dan akibat dari konflik antar kelompok.
6.      Perubahan cenderung merembes, terjadi di semua institusi sosial, agama, keluarga, pemerintah, dan ekonomi dan sebagainya terlibat dalam proses perubahan itu.


Ada nilai yang berperan untuk mengenali factor penting yagn terlibat di dalam perubahan social tanpa menyebabkan faktro itu menjadi menentukan. Toynbee menekankan kepada kita untuk memusatkan perhatian pada faktor konflik dalam perubahan, pentingnya peranan elit dan hubungan antara elit dan massa rakyat, serta arti penting factor sosio-psikologis dalam memahami perubahan sosial.
Sorokin menawarkan sebuah teori lingkaran perubahan sosial yang imajinatif dan mengesankan, yang di dukung sejumlah besar data. Kerya besarnya itu di akui mengandung sejumlah pernyataan yang masih dapat di perdebatkan. Sorokin menunjukkan kepada kita kemanfaatan pendekatan historis dalam studi perubahan social. Kematian kultur indrawi kita misalnya, berarti bahwa kita akan menuju kea rah “puncak kecemerlangan kultur dan masyarakat Barat yang kreatif itu akan berlanjut.

TEORI-TEORI SOSIOHISTORI PERKEMBANGAN

Auguste Comte
Comte memberikan beberapa petunjuk keliru. Ia terlalu mebatasi diri dalam mengenali factor-faktor dalam mempengaruhi tingkat perubahan. Ia menyetujui motos perkembangan satu arah, menganggap semua manusia akan menjadi masyarakat eropa barat, masyarakat industry seperti yang mereka ketahui. Meremehkan kekuatan ,manusia untuk membentuk masa depannya sendiri. Satu-satunya strategi untuk mempengaruhi perubahan menurutnya hanyalah strategi pendidikan dan pendidikan pulalah satu-satunya yang akan menyingkirkan rintangan kemajuan untuk mencapai era positif.


Herbert Spencer
Spencer mengakui bahwa masyarakat dapat mengalami kemunduran maupun kemajuan. Menurutnya, struktur social yang di citakan manusia sebagai konsekwensi dari cara berfikirnya. Hubungan struktur ini dapat berubah dan struktur masyarakatlah yang menurut cara berfikir dan tipe kepribadian tertentu sehingga terjadilah perubahan.

Emile Durkheim
Durkheim menekankan pentingnya solidaritas, menurutnya penting bagi kelangsungan hidup masyarakat. Selain itu, ia sangat menekankan arti penting factor demografi dalam perubahan social. Lalu melukiskan masa depan umat manusia dalam pengertian agak suram. Durkheim juga orang yang sejak awal meragukan mengnai pencapaian peradaban. Ia merasa bahwa ada kemungkinna terjadinya hubungan sebaliknya antara pertumbuhna kultur  dan kebahagianan manusia. Dengan demikian dukheim mengingatkan kita bahwa kita berhati-hati dalam melihat keselamatan pandangan utopia; ada kekurangan masa sekarang dan keselamatan umat manusia menjadi serupa dengan kita (Barat) secepat mungkin.


TEORI FUNGSIONAL-STRUKTURAL

Talcott Parson
Dalam karyanya mengenai evolusi, Parson kurang menjelaskan sumber atau factor yang menyebabkan perubahan. Dalam mengatakan pentingnya Informasi masih belum menerangkan kapada kita tentang bagaimana control informationalitu membimbing ke tinkat evolusi baru dan belum dapat menerangkan bagaimana system informasi itu sendiri berkembang.







Neil Smelser
Deferensiasi secara tersirat berarti bahwa terdapat rentetan tertentu dalam perubahan sosial, sebagai berikut :
1.      Ketidakpuasan yang berasal dari kegagalan mencapai tujuan yang memuaskan dan dari kesadaran tentang kemungkinan perubahan.
2.      Kekacauan psikis dalam bentuk berbagai reaksi emosional dan aspirasi yang tidak tepat di liha tdari sudut penyelesaian masalah.
3.      Penggunaan energi yang di keluarkan di langkah ke 2 di atas semakin rasional dalam upaya menyadari maksud dari system nilai yang ada.
4.      Tingkat perumusan gagasan, di man aide-ide di bangkitkan secara berlimpah tanpa seorangpun mau bertanggung jawab atau memikul akibat.
5.      Pelaksanaan perubahan oleh individu atau kelompok dan pelaksanaannya di beri sanksi sesuai dengna nilai yang ada.
6.      Rutinitas perubahan yang dapat di terima.

  

Kamis, 14 Oktober 2010

KEHIDUPAN DI FLAT Pengentasan Kemiskinan Melalui Perubahan Sosial dan Kebijaksanaan Sosial

Oleh : Parsudi suparlan

Kemiskinan
Secara sederhana kemiskinan dapat dilihat sebagai suatu keadaan kekurangan harta dan benda berharga yang diderita oleh seseorang atau sekelompok orang. Kekurangan harta dan benda berharga tersebut menyebabkan tingkat kesejahteraan hidup seseorang atau sekelompok orang itu lebih rendah daripada yang seharusnya berlaku secara umum. Harta dan benda berharga digunakan oleh pemiliknya sebagai alat tukar untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan bagi kesejahteraan hidupnya. Sehingga seseorang atau sekelompok orang yang tergolong miskin itu, sebenarnya, adalah mereka yang kurang harta dan benda berharga yang dimilikinya sehingga kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan karena itu juga maka kesejahteraan hidupnya berada di bawah rata-rata yang berlaku secara umum.
Secara umum, seseorang yang mempunyai harta dan benda berharga yang sedikit akan mempunyai kemampuan berbelanja yang sedikit bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan dengan demikian maka kesejahteraan hidupnya menjadi lebih rendah daripada mereka yang harta dan benda berharganya berlebih. Tetapi seseorang yang harta dan benda berharga berlebih dapat juga hidup dengan hemat bagi pemenuhan kebutuhannya, sama dengan yang tergolong miskin. Dan, sebaliknya, seseorang yang tidak mempunyai harta dan benda berharga yang cukup dapat hidup dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berlebih dengan cara berhutang, dengan resiko penderitaan secara fisik dan mental yang harus dibayarnya. Tetapi pada umumnya kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup secara selayaknya merupakan perwujudan dari kemampuan kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Sehingga, kemampuan membeli berbagai barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat digunakan sebagai indikator untuk menggolongkan mereka sebagai miskin atau tidak.
Permasalahannya kemudian, terletak pada acuan-acuan yang digunakan bagi pembuatan tolak ukurnya. Sebagai indikator maka tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup tidaklah sama dengan kemiskinan itu sendiri. Karena kemiskinan itu sendiri adalah kekurangan harta dan benda berharga yang dimiliki.
Bila miskin atau tidak miskin itu dilihat dari pemilikan harta dan benda berharga, maka permasalahannya terletak pada cara-cara dan kemampuan memperoleh, memiliki, mengembangkan dan menggunakan harta dan benda berharga dalam kehidupan para pelaku tersebut.
Para pelaku atau para warga masyarakat, di manapun dan kapan pun, memiliki seperangkat pedoman yang digunakan dalam kehidupan mereka berkenaan dengan cara-cara memperoleh, memiliki, mengembangkan, dan menggunakan harta dan benda berharga dalam kehidupan mereka. Pedoman berkenaan dengan harta dan benda berharga tersebut hanyalah salah satu unsur di antara berbagai unsur yang secara keseluruhan saling berkaitan satu sama lainnya dalam hubungan fungsional dan secara umum digunakan untuk menghadapi lingkungannya, untuk dapat dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, dalam upaya melangsungkan kehidupannya sebagai manusia. Pedoman yang isinya adalah pengetahuan yang rasional maupun yang penuh dengan keyakinan akan kebenarannya, yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi beserta isinya, dan menghasilkan tindakan-tindakan untuk memanfaatkannya bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Pedoman bagi kehidupan inilah yang dinamakan kebudayaan. Yaitu pengetahuan yang diyakini kebenarannya dan dimiliki oleh sebuah masyarakat, fungsional kegunaannya dalam struktur kehidupan anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan dalam memanfaatkan lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Sebuah kebudayaan tidak diciptakan oleh para pelaku atau para warga masyarakat yang bersangkutan, tetapi diperoleh melalui sosialisasi dan pendidikan yang diberikan oleh generasi sebelumnya. Penciptaan sejumlah pedoman yang baru dalam kehidupan mereka yang berbeda dari kebudayaan yang secara tradisional mereka gunakan, dapat saja terjadi karena adanya kontak-kontak hubungan dengan kebudayaan lain, karena menurut pengalaman pedoman-pedoman yang baru tersebut lebih menguntungkan, atau karena lingkungan mereka itu telah berubah. Perubahan kebudayaan tersebut dapat juga terjadi karena kemampuan ekonomi yang disebabkan oleh berkurangnya harta dan benda berharga yang mereka miliki itu melanda mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan yang dimiliki oleh sebuah masyarakat itu beroperasi atau berlaku dalam dan melalui berbagai pranata sosial yang ada dalam masyarakat tersebut: pranata-pranata keluarga, ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya.
Sebuah kebudayaan berisikan konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode untuk mengoperasionalkan konsep-konsep dan teori-teori mengenai lingkungan beserta segala isinya, yang di miliki oleh masyarakat tersebut. Isi kebudayaan tersebut digunakan untuk mengidentifikasi, menghasilkan, memiliki dan menggunakan apa yang diperoleh dari lingkungannya, termasuk harta dan benda berharga. Sebuah kebudayaan tidak mungkin berkembang dan maju tanpa adanya teknologi dan ekonomi beserta pengembangannya, yang merupakan pedoman bagi menghasilkan, memiliki, menggunakan atau memanfaatkan harta dan benda berharga. Pengembangan unsur-unsur teknologi dan ekonomi dalam sebuah kebudayaan tersebut dan begitu juga sebaliknya.
Pengembangan teknologi dan ekonomi tidak mungkin dapat dilakukan dalam lingkungan yang serba kekurangan atau serba miskin, dan begitu juga pengembangan pemilikan harta dan benda-benda berharga tidak mungkin dapat dilakukan bila unsur-unsur teknologi dan ekonomi dalam kebudayaan tersebut juga terbatas atau miskin. Keterbatasan atau kemiskinan dalam unsur-unsur teknologi dan ekonomi ini terwujud dalam berbagai pranata ekonomi, fasilitas-fasilitas sosial untuk pelayanan kesejahteraan hidup dan pada berbagai pranata sosial yang dimiliki oleh sebuah masyarakat, secara keseluruhan. Keterbatasan dan kemiskinan seperti tersebut di atas itulah yang menghasilkan adanya kebudayaan kemiskinan.
Kebudayaan Kemiskinan
Oscar Lewis (1984) melihat bahwa orang miskin yang hidup mengelompok sebagai sebuah masyarakat atau komuniti itu mempunyai kebudayaan kemiskinan, yaitu suatu cara hidup yang dijalani oleh mereka yang miskin yang berbeda dari cara hidup mereka yang tidak miskin. Kebudayaan kemiskinan dilihat sebagai nilai-nilai, sikap-sikap, pola-pola kelakuan yang adaptif terhadap lingkungan mereka yang serba miskin. Muncul dan berkembang serta lestarinya kebudayaan kemiskinan, menurut Oscar Lewis, adalah karena mereka yang tergolong miskin itu cenderung untuk hidup mengelompok dengan sesamanya dalam sebuah komuniti. Dan dalam komuniti tersebut pranata-pranata sosial yang mengacu atau bersumber pada kebudayaan kemiskinan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Pranata-pranata sosial mereka itu terpisah dari pranata-pranata sosial yang berlaku umum dalam masyarakat luas, karena itu mereka tidak atau kurang dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang disajikan oleh pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat luas. Partisipasi dan interaksi sosial mereka dalam masyarakat itu kurang atau tidak efektif. (2) Kehidupan keluarga yang tidak stabil, anak-anak yang cepat dewasa karena terbatasnya masa belajar dan bermain. (3) Hutang menghutang dan gadai-menggadai untuk pemenuhan hidup sehari-hari. (4) Sikap pasrah, apatis atau masa bodoh dan senang meminta-minta atau menerima bantuan derma dan sedekah tetapi di lain pihak juga menunjukkan sikap-sikap memberontak dan mementingkan diri sendiri. (5) Tidak punya tabungan, tidak punya rencana hari esok yang jauh jangkauannya, yang penting hari ini, praktikal langsung dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Kesukaran yang dihadapi dalam menggunakan konsep kebudayaan kemiskinan, sebagaimana didefinisikan oleh Oscar Lewis tersebut diatas, dalam upaya untuk menentukan sasaran dan strategi dalam pengentasan kemiskinan adalah menentukan sasaran utama yang merupakan konsep inti atau konsep kunci dari kebudayaan kemiskinan. Karena, dalam konsep tersebut di atas, konsep kebudayaan mencakup nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola dari kelakuan, sedang tiga konsep utama ini secara konseptual tidak berada dalam satu kategori. Nilai-nilai adalah konsep yang berada dalam pengetahuan manusia, yang penuh dengan muatan emosi dan perasaan, yang terbebas dari dan tidak mudah berubah karena adanya stimulus yang berasal dari kehidupan sehari-hari, yang karena itu merupakan acuan untuk menilai dan menghasilkan tindakan dalam menghadapi berbagai stimulus yang berasal dari lingkungan yang dihadapi. Sedangkan sikap adalah respons atau tanggapan terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan yang dihadapi, yang dapat terwujud sebagai tindakan-tindakan secara verbal maupun secara kelakuan. Dan pola-pola kelakuan adalah abstraksi dari kelakuan, abstraksi yang dibuat oleh peneliti mengenai beranekaragam kelakuan dari yang diteliti untuk mengetahui pola-pola atau prinsip-prinsip umumnya.
Jadi, dalam konsep kebudayaan kemiskinan dari Oscar Lewis terdapat konsep-konsep yang saling berbeda tingkat fungsinya dalam struktur kehidupan manusia dan yang masing-masing berdiri sendiri sebagai satuan-satuan konsep atau tidak terkait secara fungsional yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem. Karena itu juga dalam metodologi yang telah digunakan oleh Oscar Lewis untuk meneliti kehidupan mereka yang tergolong sebagai miskin, pendekatan etic dan emic telah digunakannya secara serampangan. Dan karena kelemahannya terletak pada tingkat konseptual, yaitu konsep kebudayaan kemiskinan, dan pada metodologinya maka yang dihasilkan oleh Oscar Lewis adalah deskripsi-deskripsi atau karya-karya etnografi mengenai gejala-gejala, yang informatif (lihat misalnya, karyanya yang telah diterbitkan dalam Bahasa Indonesia di tahun 1989).
Sebagai sebuah konsep, kebudayaan kemiskinan dapat operasional kegunaannya dalam upaya mengidentifikasi inti permasalahan kemiskinan dan mengentaskannya. Asalkan konsep kebudayaan kemiskinan tersebut dipertajam dalam pendefinisian dan operasional kegunaannya dalam menjelaskan gejala-gejala kemiskinan yang ada. Cara yang dapat dilakukan adalah melihat kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan, dan sebagai pedoman bagi kehidupan maka kebudayaan berada dalam pengetahuan yang dimiliki dan diacu oleh para warga masyarakat untuk menginterpretasi lingkungannya untuk dapat dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Sebagai pedoman bagi kehidupan kebudayaan berisikan konsep-konsep dan teori-teori mengenai gejala-gejala yang merupakan isi dari lingkungannya, dan metode-metode untuk memilah-milah dan menyeleksi serta merangkai-rangkai gejala-gejala tersebut sehingga dapat didayagunakan atau dimanfaatkan. Kebudayaan kemiskinan adalah kebudayaan yang atau pedoman bagi kehidupan dari mereka yang tergolong miskin yang digunakan untuk menghadapi lingkungannya yang serba miskin. Karena lingkungan yang serba miskin maka juga konsep-konsep dan teori-teori yang ada dalam kebudayaan kemiskinan adalah konsep-konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan kemiskinan tersebut, dan begitu juga metode-metode yang digunakan untuk memilah-milah, menyeleksi dan merangkai gejala-gejala yang ada dalam lingkungan yang serba miskin tersebut menghasilkan konsep-konsep dan teori-teori yang mencirikan kemiskinan. Ciri-ciri kebudayaan kemiskinan terwujud berada dalam berbagai pranata-pranata sosial, yang membedakannya dari pranata- pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat luas, sebagaimana telah diidentifikasi oleh Oscar Lewis.
Dengan melihat dan memperlakukan kebudayaan sebagai pengetahuan yang menjadi pedoman bagi kehidupan dan terwujud sebagai operasional melalui pranata-pranata sosialnya, maka kebudayaan kemiskinan dapat dilihat sebagai sebagai pedoman bagi kehidupan lingkungan hidup yang serba miskin yang operasional melalui pranata- pranata sosial yang ada dalam masyarakat miskin tersebut. Kebudayaan kemiskinan tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam menghadapi lingkungan yang tidak miskin, karena konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode yang ada dalam kebudayaan kemiskinan tidak relevan dengan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan masyarakat dalam lingkungannya yang tidak miskin. Dengan konsep kebudayaan kemiskinan yang saya ajukan tersebut, maka nampak jelas sasaran yang harus diperhatikan upaya pengentasan kemiskinan; yaitu ada dalam lingkungan hidup yang serba miskin. Tiga unsur ini saling terkait satu sama lainnya dalam hubungan-hubungan fungsional dan secara keseluruhan merupakan sebuah suatu sistem. Dan, karena itu tidak dapat ditangani secara setengah-setengah atau hanya menekankan penanganannya pada pengetahuan saja atau salah satu unsur lainnya, tetapi harus secara keseluruhan. Kalau ditangani secara keseluruhan maka perubahan-perubahan yang akan nampak adalah dimulai dari perubahan dalam tindakan-tindakan sosial dalam masyarakat, dan perubahan-perubahan selanjutnya nampak dalam pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Semua perubahan tersebut sebenarnya mengacu pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam kebudayaan dari masyarakat miskin tersebut.
Perubahan dan Kebijaksanaan Sosial
Kehidupan manusia bermasyarakat terwujud dalam berbagai tindakan sosial, yaitu antar tindakan para pelaku dalam kegiatan-kegiatan sosial dengan mereka atau dalam keberhasilan, untuk kepentingan pemenuhan berbagai kebutuhan untuk hidup mereka. Tindakan-tindakan sosial para pelaku selalu dilakukan secara spontan dan selalu diselimuti oleh unsur-unsur emosi dan perasaan; sehingga dibedakan dari tindakan-tindakan formal atau rasional yang berlaku dalam kegiatan-kegiatan korporasi atau birokrasi. Tindakan-tindakan sosial, yang menghasilkan adanya hubungan-hubungan sosial di antara warga masyarakat, terwujud dalam berbagai kegiatan pranata sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para pelaku tersebut selalu berpedoman pada norma-norma dan peranan-peranan serta nilai-nilai yang ada dalam pranata sosial yang bersangkutan. Selanjutnya, nilai-nilai, norma-norma dan peranan-peranan yang ada dalam pranata sosial tersebut berpedoman pada kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Perubahan sosial atau perubahan dari norma-norma, peranan-peranan sosial dan pranata-pranata sosial yang berlaku dalam kehidupan sosial sebuah masyarakat dapat terjadi karena adanya perubahan dalam lingkungan hidup masyarakat tersebut, karena perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk yang menjadi warga masyarakat tersebut, karena adanya peminjaman sesuatu unsur kebudayaan lain dan karena adanya penemuan (discovery) dan penciptaan (invention) dalam kehidupan ekonomi, teknologi, keyakinan dan berbagai aspek kehidupan lainnya dari masyarakat tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan hidup dari masyarakat tersebut tidak lagi dapat digunakan atau kurang efektif penggunaannya dalam mengatur kehidupan dan dalam menghadapi lingkungan hidup dari masyarakat tersebut. Karena itu nilai-nilai, norma-norma dan peranan-peranan, yang secara keseluruhan merupakan sistem, yang digunakan untuk upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidup bagi mereka harus diubah; yang perubahan-perubahannya disesuaikan dengan lingkungan yang telah berubah tersebut. Perubahan tersebut telah menghasilkan adanya perubahan kebudayaan dan kebudayaan yang berubah tersebut, sebagai pedoman acuan kehidupan sosial, telah menghasilkan adanya perubahan sosial.
Dalam kasus pengambil alihan unsur-unsur kebudayaan dari luar, terjadinya penemuan dan penciptaan, prosesnya selalu dimulai secara individual oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Unsur-unsur kebudayaan yang diambil dari luar, yang ditemukan, atau yang diciptakan biasanya dimulai dengan penggunaannya secara individual oleh yang bersangkutan karena dirasakan sebagai menguntungkan. Dengan demikian maka perubahan yang terjadi terwujud pada tingkat individual dan tidak pada tingkat kehidupan sosial dari masyarakat tersebut. Perubahan yang terjadi pada tingkat kehidupan sosial atau perubahan sosial, baru akan terjadi pada waktu keuntungan yang dirasakan secara individual tersebut dikomunikasikannya dengan para warga lainnya melalui kehidupan sosial mereka dan para warga lainnya tersebut juga merasakan keuntungan yang diperoleh karena menggunakan unsur-unsur kebudayaan baru di dalam kehidupan mereka. Unsur-unsur kebudayaan baru tersebut diakomodasikan di dalam norma-norma, peranan-peranan para pelaku, dan diberi muatan nilai-nilai sesuai kebudayaan yang ada. Dengan demikian terjadilah perubahan dalam kehidupan sosial dari masyarakat tersebut, yang acuannya adalah perubahan kebudayaan, yang terwujud sebagai corak atau pola-pola kehidupan sosial yang berbeda daripada yang telah ada sebelumnya.
Kalau kita perhatikan bersama mengenai proses-proses terjadinya perubahan sosial, maka terlihat adanya dua cara; yaitu (1) Terpaksa berubah karena terjadinya perubahan dalam lingkungan (termasuk perubahan demografi), yang dalam keadaan perubahan tersebut para warga masyarakat tidak mempunyai alternatif lainnya selain menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya, karena lingkungan itulah tempat mereka hidup dan yang menghidupi mereka. (2) Terjadi secara sukarela, bertahap dari yang sederhana menjadi kompleks, dilakukan oleh individu-individu warga masyarakat yang bersangkutan karena perubahan sosial dan budaya tersebut dirasakan sebagai menguntungkan bagi mereka.
Sesuatu kebijaksanaan sosial, yaitu kebijaksanaan yang digunakan sebagai pedoman atau acuan bagi pembuatan strategi-strategi dan perencanaan untuk peningkatkan kesejahteraan sosial atau kehidupan para warga masyarakat, mau tidak mau harus memperhatikan proses-proses perubahan seperti yang telah dibahas di atas. Karena, pada dasarnya, kegiatan peningkatan kesejahteraan hidup atau pengentasan kemiskinan adalah upaya-upaya terencana untuk merubah kebudayaan dari masyarakat yang menjadi sasaran.
Hakekat perubahan pada butir yang pertama, yaitu perubahan dalam lingkungan dapat dilakukan untuk memaksa terjadinya perubahan kebudayaan dan perubahan sosial dari masyarakat yang bersangkutan, tetapi kalau para warga masyarakat tidak mampu untuk merubah kebudayaan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan lingkungan hidup yang baru, maka yang terjadi adalah, mereka tidak memperdulikan lingkungan hidup yang baru, tidak hidup dari lingkungan yang baru tersebut, atau melarikan diri dari lingkungan hidup yang baru tersebut dan membentuk lingkungan hidup yang sesuai dengan corak atau pola-pola kebudayaan mereka. Dalam kasus pertama, lingkungan yang baru tersebut tidak dipelihara dan bahkan dirusak, karena dirasakan sebagai gangguan dalam kehidupan mereka.
Hakekat perubahan pada butir kedua memperlihatkan bahwa perubahan kebudayaan itu berlangsung secara individual, spontan dan menguntungkan bagi para pelaku perubahan sosial dan kebudayaan tersebut. Bila perubahan tersebut dirasakan sebagai merugikan maka mereka itu akan menolaknya. Dan, bila perubahan tersebut dipaksakan, maka yang terjadi adalah adanya perubahan pada tingkat formal atau sebagai basa-basi dalam upacara sosial, tetapi tidak terjadi perubahan pada tingkat kehidupan sehari-hari atau yang nyata. Proses-proses penolakan secara halus itu terwujud dalam kehidupan sosial karena setiap kebudayaan mempunyai mekanisme untuk menolak unsur-unsur yang merugikan kebudayaan atau pelaku pendukung kebudayaan tersebut. Penolakan, karena dianggap merugikan, selalu mengacu pada kecocokan unsur-unsur baru tersebut dengan konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode yang ada dalam kebudayaan yang bersangkutan. Kalau cocok atau menguntungkan para pelaku dan pengembangan kebudayaan tersebut maka unsur-unsur kebudayaan yang baru tersebut diterima dan dijadikan sebagai bagian dari pedoman yang secara umum digunakan dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Dengan melihat kemiskinan sebagai kebudayaan kemiskinan, dan melihat kebudayaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pranata-pranata sosialnya, dan dari lingkungannya, maka sasaran yang harus ditangani dalam upaya pengentasan kemiskinan, melalui kebijaksanaan sosial yang dilakukan oleh pemerintah, menjadi jelas. Yaitu: kebudayaan, pranata-pranata, dan lingkungan hidup dari masyarakat miskin. Begitu juga berbagai strategi dan perencanaan, sesuai kebijaksanaan sosial tersebut, dapat menjadi jelas. Kejelasan yang pertama adalah, bahwa perubahan kebudayaan dan kehidupan sosial itu tidak dapat berubah secara seketika. Kejelasan kedua adalah, kebudayaan dan kehidupan sosial itu dapat dirubah secara terencana dengan cara merubah lingkungan hidup masyarakat yang bersangkutan, melalui perbaikan berbagai fasilitas yang ada dalam lingkungan, merubah pranata-pranata sosialnya dengan menambah atau mengurangi berbagai bentuk pelayanan yang menguntungkan bagi warga masyarakat, dan merubah konsep-konsep, teori-teori, nilai-nilai yang mendasarinya, serta metode-metode yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat tersebut dengan konsep-konsep, teori-teori, dan nilai-nilai, serta metode-metode yang dapat dirasakan oleh para warga masyarakat sebagai menguntungkan secara ekonomi, sosial, dan secara budaya atau kemanusiaan.
Dalam upaya merubah kebudayaan kemiskinan menjadi kebudayaan yang biasa maka perubahan yang dilakukan secara terencana tersebut harus mencakup sekaligus tiga buah sasaran yang telah disebutkan di atas. Kalau tidak maka upaya tersebut akan sia-sia dan bahkan merugikan pemerintah maupun masyarakat miskin yang bersangkutan. Di antara tiga satuan sasaran yang sering terabaikan, dan karena itu patut diperhatikan adalah permasalahan-permasalahan yang ada dalam kebudayaan kemiskinan. Yang pertama adalah tidak adanya atau kurang berkembangnya konsep modal, dan yang kedua adalah kebudayaan kemiskinan tidak menyajikan banyal alternatif pilihan dalam hal konsep-konsep, toeri-teori, dan nilai-nilai, karena itu maka konsep-konsep, teori-teori, dan metode-metode yang ada dalam kebudayaan tersebut dipegang teguh sebagai satu-satunya kebenaran yang menguntungkan di dalam menghadapi lingkungan.
Kebudayaan kemiskinan tidak mempunyai konsep modal, atau konsep mengenai modal yang dapat mendorong terwujudnya kegitan-kegiatan ekonomi yang menghasilkan keuntungan, dan yang keuntungan tersebut dapat menambah volume modal yang telah ada sebelumnya. Tidak adanya konsep modal ini didukung oleh tidak adanya konsep-konsep lain yang ada dalam kebudayaan kemiskinan, seperti, tidak adanya konsep mengenai perencanaan kegiatan yang bertahap-tahap yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang panjang, tidak adanya uang, energi, dan keahlian yang merupakan potensi yang dapat diaktifkan untuk mampu mengatasi kemiskinan, dan tidak adanya konsep mengenai pasar dan peluang-peluang dalam pasar, dan berbagai hambatan lainnya yang terdapat dalam nilai-nilai budaya yang ada dalam kebudayaan kemiskinan, sebagaimana dikemukakan oleh Oscar Lewis. Di samping itu dalam struktur kehidupan orang miskin juga dikenal adanya patron-patron, yang hidup di antara dan di dalam masyarakat miskin. Patron-patron yang tidak berpedoman pada kebudayaan kemiskinan, yang hidup dari mengantarai kehidupan orang miskin dengan kehidupan masyarakat luas. Jika permasalahan ini tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh maka program pengentasan kemiskinan hanya akan mengenai para patron, atau para patron itulah yang menjadi sasaran pengentasan kemiskinan.
Lebih lanjut lagi, upaya pendidikan, penataran atau sosialisasi yang dilakukan terhadap orang miskin haruslah praktikal, menguntungkan, tidak bertentangan secara keras dengan nilai-nilai budaya yang ada, dan sesuai dengan perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah terhadap lingkungan dan pranata-pranata sosial dari masyarakat miskin yang bersangkutan. Pendidkan yang dilakukan bukan hanya pendidikan ketrampilan saja, tetapi pendidikan ketrampilan yang menguntungkan. Pendidikan ketrampilan tersebut mencakup pemberian pengetahuan dan pengalaman mengenai uang dan modal, dan mengenai berbagai kewajiban dan tanggungjawab secara ekonomi dan sosial terhadap masyarakat dan pranata-pranatanya. Dalam keadaan siap pakai, seperti tersebut di atas, maka modal yang dipinjamkan kepada orang miskin akan dapat dimanfaatkan secara ekonomi, yang menguntungkan mereka dan yang meminjamkan modal.
Dalam upaya pengentasan kemiskinan, pemerintah daerah yang bersangkutanlah yang lebih tahu mengenai masyarakat-masyarakat yang ada dalam wilayah administrasinya. Tingkat ketahuan tersebut juga bertingkat-tingkat, dari yang sangat khusus dan terperinci sampai dengan yang umum, atau dari tingkat desa sampai dengan tingkat propinsi. Kewenangan untuk menciptakan kebijaksanaan sosial untuk menciptakan perubahan sosial dalam rangka pengentasan kemiskinan tentunya akan lebih tepat ditangani oleh pemerintah daerah yang bersangkutan secara bertingkat-tingkat.

ANTROPOLOGI PERKOTAAN

Oleh : Parsudi Suparlan

Antropologi Perkotaan berasal dari dua istilah atau dua konsep, yaitu antropologi dan perkotaan. Makna dari istilah atau konsep antropologi perkotaan adalah pendekatan-pendekatan antropologi mengenai masalah-masalah perkotaan. Yang dimaksud dengan pendekatan-pendekatan antropologi adalah pendekatan-pendekatan yang baku yang menjadi ciri-ciri dari metodologi yang ada dalam antropologi, dan yang dimaksudkan dengan pengertian masalah-masalah perkotaan adalah masalah-masalah yang muncul dan berkembang dalam kehidupan kota dan yang menjadi ciri-ciri dari hakekat kota itu sendiri yang berbeda dari ciri-ciri kehidupan desa. Kota dengan demikian diperlakukan sebagai konteks atau variabel yang menjelaskan keberadaan permasalahan yang ada di dalam kehidupan perkotaan, dan kota adalah juga sebagai permasalahan perkotaan itu sendiri. Permasalahan perkotaan yang menjadi sasaran kajian antropologi perkotaan berpangkal pada kebudayaan perkotaan dan pranata-pranata sosial yang hidup dan berkembang di kota. Dari kajian utama mengenai kebudayaan dan pranata-pranata sosial tersebut, kehidupan sehari-hari, pola-pola kelakuan, kehidupan komuniti, ekonomi, hubungan antar sukubangsa atau antar etnik, kemunculan dan mantapnya golongan-golongan sosial, hierarki dan stratifikasi sosial, kemiskinan, kekumuhan, permasalahan permukiman, rumah, hunian serta berbagai masalah lain itu dilihat keberadaannya, hakekatnya, dan kecenderungan-kecenderungannya sebagai mengacu pada kondisi-kondisi kota yang merupakan lingkungan hidup perkotaan.
Kajian antropologi perkotaan bukanlah kajian yang hanya memperlakukan kota sebagai latar, atau lokasi dilakukannya penelitian, atau sebuah situs tempat kajian masalah yang diteliti yang terwujud sebagai kajian sosial-mikro itu dilakukan, atau kajian tempat hidupnya komuniti miskin. Kajian-kajian yang tercakup dalam antropologi perkotaan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 Kajian atau penelitian yang dilakukan harus dapat mendefinisikan kota atau kota-kota yang tercakup dalam kajiannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sasaran konseptual dari penelitiannya.
 Kajian atau penelitian yang memfokuskan pada melihat penelitian silang budaya harus tidak terpaku pada model urbanisme yang telah terjadi di kota-kota di dunia Barat, tetapi betul-betul harus dapat menggali dan menemukan pola-pola yang berlaku secara empirik dalam kehidupan kota-kota yang ditelitinya.
 Harus menggunakan pendekatan yang holistik mengenai kota dan berbagai kaitan hubungan kota tersebut dengan pola-pola kelakuan dan pola-pola budaya dengan masyarakat yang lebih luas.
Sebuah bentuk kajian adapatasi, dalam antropologi perkotaan yang telah menjadi karya klasik adalah yang dilakukan oleh Bruner (1973) mengenai adaptasi Orang Batak yang bermigrasi ke Bandung, Jakarta dan Medan. Dari hasil penelitiannya tersebut ditemukan bahwa pola-pola penyesuaian atau adaptasi dari para pendatang di tiga kota tersebut tidak sama. Perbedaan pola-pola adaptasi tersebut ditentukan oleh ada atau tidaknya kebudayaan dominan dalam struktur kehidupan kota yang bersangkutan. Teori Bruner tersebut dinamakannya dominant culture hypothesis atau hipotesa kebudayaan dominan. Bila dalam struktur kehidupan sebuah kota terdapat sebuah kebudayaan dominan maka para pendatang Orang Batak akan menyesuaikan dirinya dengan kebudayaan dominan tersebut, contohnya adalah kota Bandung. Dan sebaliknya bila kota tersebut tidak mempunyai kebudayaan yang dominan maka para pendatang Batak dan dari berbagai golongan etnik lainnya akan hidup di antara sesama kelompok etniknya dan mengembangkan kebudayaan etnik yang dipunyai masing-masing sebagai pedoman bagi kehidupan mereka. Contohnya adalah kota Medan.

CaLon Pembaharu

Mahasiswa senantiasa memainkan peran yang sangat penting dalam setiap peradaban, terlepas dari seberapa besar atau kecilnya kontribusi yang diberikan, faktor semangat dalam berfikir dan melahirkan ide-ide cemerlang yang tak kenal padam merupakan kebutuhan yang amat penting untuk mendorong majunya sebuah bangsa.
Mahasiswa Antropologi sebagai calon pembaharu dan calon cendekiawan muda membutuhkan kualitas keterbukaan pikiran agar dapat membuka diri dalam berbagai hal baru. Untuk dapat melakukan pembaruan, seorang Antropolog pemula harus mampu melihat berbagai hal yang berbeda dengan kondisi yang ada saat ini. Ia harus dapat membuka dirinya terhadap berbagai kemungkinan yakni dengan melihat fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat lalu mengaitkannya dengan fenomena atau gejala yang lain. Ia juga harus berpikir kritis dengan menanggapi secara hati-hati mengenai berbagai informasi yang di perolehnya. Sebelum ia mengambil keputusan tentang sebuah informasi yang di perolehnya dari berbagai media elektronik maupun cetak, terlebih dahulu ia harus mengaitkannya dengan teori-teori yang di cetuskan oleh para Antropog, atau kah nantinya ia mampu membuat teori sendiri. Di lain sisi ia juga harus menimbang-nimbang informasi itu dengan cermat, sistematis dan memanfaatkan informasi tambahan yang mungkin ia peroleh dari situs dunia maya atau yang lainnya.
Sebagai calon pembaharu, mahasiswa antropologi harus memiliki kemampuan kreatifisatan dalam berbagai hal. Secara umum kreativitas di butuhkan untuk menciptakan hal-hal baru yang menjawab permasalahan dan pemenuhan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Pada awalnya adalah adanya kesenjangan antara yang di inginkan dengan kenyataan yang ada. Dengan kata lain, ada kebutuhan yang tidak dapat di penuhi oleh apa yang ada (Bagus Takwin). Kesenjangan antara kebutuhan dengan alat pemenuh kebutuhan inilah menuntut Antropolog pemula untuk mengurangi bahkan menghapus kesenjangan itu dengan menciptakan produk-produk baru. Produk-produk baru itulah yang di harapkan kemudian dapat memenuhi kebutuhan mayarakat.
Mahasiswa yang di harapkan akan menjadi pelopor bagi kemajuan dan penopang keberlangsung hidup masyarakatnya, memerlukan jauh lebih dari sekedar kuliah di kelas dan menghafal apa yang dikatakan oleh pengajar (dosen). Sejak awal seorang mahasiswa Antropologi harus membiasakan diri berkutat dengan berbagai persoalan dalam masyarakat, sebab persoalan-persoalan itu nantinya akan jadi persoalannya sendiri. Menjadi mahasiswa berarti menjadi orang yang terlibat dalam persoalan-persoalan masyarakatnya. Tak terkecuali oleh para Antropog pemula. Ia harus mampu menjadi mahasiswa terdepan dengan melihat, menganalisa sehingga mampu dan menyelesaikan permasalahan yang ada sesuai dengan gejala social yang melekat di tengah-tengah masyarakat.

BE AGENT OF CHANGE

Tidak semua tingkah laku orang bisa kita analisa hanya dari satu sudut pandang saja karena pada kenyataanya semua orang mempunyai pola pikir dan sudut pandang yang berbeda, bukan begitu?
“Mahasiswa sekarang berbicara seolah-olah memperjuangkan nasib rakyat, tetapi sebenarnya mereka tidak pernah hidup dekat dengan rakyat yang mereka bela,” kira-kira begitu ucapan salah satu pembicara dalam forum diskusi publik yang diselenggarakan oleh BO Economica FE UI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (2/08/2010). Selain itu, penuturan mantan wakil Presiden Muh. Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa mahasiswa Makassar itu adalah manusia primitif (31/7/2010), mewakili segelintir orang dalam melihat dan menilai dari satu sudut pandang tentang mahasiswa.
Di sisi lain, sebagian orang mengganggap mahasiswa adalah kaum intelektual yang berperan sebagai penyangga keberlangsungan hidup bangsa. Hal ini di lihat dari banyaknya prestasi yang di raih oleh kaum intelek muda ini. Salah satunya mengharumkan nama baik Indonesia di kanca dunia internasional, seperti 7 mahasiswa menyabet First Prize pada 17th International Mathematics Competition (IMC) yang di gelar American University in Bulgaria in Blagoevgrad city, 24-30 Juli 2010 yang diikuti oleh 392 mahasiswa dari 40 negara.
Terlepas dari sudut pandang mana orang menilai hakekat mahasiswa. Sebagai agen perubah penulis berharap kepada kawan-kawan mahasiswa di samping berteriak atas nama rakyat dengan turun ke jalan, alangkah lebih baiknya lagi kalau di tambah dengan kemampuan kawan-kawan menjadi mahasiswa yang berprestasi di dunia kampus yang nantinya dapat menjadi harapan masyarakat. Sehingga mampu menciptakan kepedulian, sikap kritis terhadap peristiwa sosial yang melahirkan niat dan kemauan untuk turut berperan dalam memperbaiki Negri kita.
Kalau bukan dimulai dari generasi kita, lantas siapa lagi yang akan memulainya. Terlepas dari sudut pandang mana orang menilai mahasiswa. Inilah saatnya bagi kita untuk memberikan sebuah bukti sebagai seorang mahasiswa bagi rakyat Indonesia.

Minggu, 10 Oktober 2010

Terorisme: Pesanan Amerika

Pasang surut politik nternasional, terutama pada periode perang dunia II sampai pasca perang dingin, lebih banyak dipengaruhi oleh isu-isu konvensional dan lebih pada tarik-menarik kepentingan deologis antara AS sebagai kiblat ideologi kapitalis dengan Uni Soviet yang berhaluan komunis.
Selama masa perang dunia II, ketika Jerman dan Jepang menjadi musuh bersama, hubungan Uni Soviet dan AS dapat dikatakan akrab. Hal itu ditunjukkan dengan keterlibatan mereka dibantu Inggris memerangi Jerman, serta adanya kesepatakan antara Stalin, Roosevelt, Churchill, mengenai konfigurasi Eropa pasca perang yang dibuat pada bulan Februari 1945 di Yalta.

Namun, keharmonisan itu hanyalah sementara, ketika keserakahan Stalin yang berniat mencaplok Eropa Barat akhirnya membuat AS terpaksa mengeluarkan ancaman berupa penggunaan senjata nuklir. Demikianlah, perang dingin antara AS dan Soviet dimulai.

Dunia mulai melihat masa depan yang lebih baik saat perang dingin usai, ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin tahun 1989 dan bubarnya Soviet awal tahun 1992, yang kemudian diikuti terbentuknya Uni Moneter dan Ekonomi di Eropa tahun 1991 melalui perjanjian Moostricht. Rentetan sejarah itu tidak lepas dari peran AS yang turut menorehkan catatan penting dalam sebuah pengaturan sistem dunia.

Oleh karena itu, AS segera setelah perang dingin berakhir, terus melancarkan program-programnya, seperti liberalisasi ekonomi dunia, demokratisasi, hak-hak asasi manusia, dan isu non-konvensional lainnya, termasuk terorisme.

Isu Terorisme Global
Istilah "terorisme" mulai digunakan pada akhir abad ke-18, terutama untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat (Charles Thomas, International Terorism and Political Crimes, 1975).

Konsep ini, pendeknya, cukup menguntungkan bagi para pelaku terorisme negara yang karena memegang kekuasaan, berada dalam posisi mengontrol sistem pikiran dan perasaan. Dengan demikian, arti aslinya terlupakan, dan istilah "terorisme" lalu diterapkan terutama untuk "terorisme pembalasan" oleh individu atau kelompok-kelompok.

Meski, perang terhadap terorisme sempat memunculkan pro dan kontra di organisasi internasional, seperti PBB dan juga di masing-masing negara yang mau tidak mau meratifikasi ke dalam undang-undang internalnya, namun, sebagian besar negara-negara menyambut hangat dalam bentuk dukungan.

Perang melawan terorisme global, telah mendapat sambutan luar biasa. Di tingkat diplomasi, contohnya, telah ditandatangani resolusi dewan keamanan PBB 1368 dan 1373, yang mewajibkan ke-189 anggotanya untuk mengakhiri semua aksi teroris dan bantuan terhadap teroris, serta membawa pelaku teror untuk diadili.

Collin Powell, Menlu AS, mengatakan tidak ada yang lebih penting daripada resolusi perintis tersebut, teroris tanpa sumber dana dan perlindungan, akhirnya sama dengan menghadapi jalan buntu. Sebaliknya, Brian Becker, aktivis International Answer (Act Now to End War and Racism) menyerukan, "perang bukanlah jawaban, karena serangan 11 September bukan serangan perang, melainkan telah terjadi eskalasi dalam lingkaran kekerasan".

Kehancuran WTC adalah sebuah kritik keras atas wacana hegemonik yang dikembangkan dalam periode yang panjang, sekaligus penegasan ulang bahwa penindasan, apa pun bentuknya, harus dihentikan. Dengan ini, banyak negara, khususnya negara dunia ketiga mendeklarasikan kekecewaan bernada gugatan terhadap timpangnya tatanan yang gagal menjawab berbagai soal kemanusiaan. Kapitalisme --saudara kembar liberalisme-- pun ikut menghadapi tantangan yang sama atas persoalan yang tengah dihadapi umat manusia.

Tesis Francis Fukuyama mendapatkan peninjauan ulang dalam dialektika gagasan. Simbiosis kapitalisme dengan demokrasi tidak semata-mata mengindikasikan kegagalannya sebagai the end of history, tetapi sekaligus merekonstruksi paham yang selama ini berkembang dalam tatanan dunia global.

Dalam banyak segi, tragedi kemanusiaan --baik yang jatuh akibat penyerangan WTC maupun akibat ketidakadilan global-- akan mengubah banyak hal. Bukan sekadar mempertanyakan ulang pemahaman yang telah telanjur baku sebelumnya, tetapi lalu menuntun umat manusia mencari bentuk baru yang lebih mampu memenuhi rasa keadilan umat manusia.

Karena itu, tantangan terbesar bagi Pemerintah AS kini bukanlah melampiaskan kemarahannya secara emosional. Selain tidak sesuai dengan watak yang selama ini diklaimnya, rasional, hal itu juga tidak mencerminkan watak reflektif atas musibah yang baru terjadi. Selain itu, AS kini dihadapkan pada musuh yang tidak memiliki wilayah (teritory) tetapi bersifat internasional.

Indonesia - Amerika
Indonesia saat ini berada dalam zona bahaya atau zona merah dari sebuah negara bangsa (nation state) lemah yang bergerak menuju negara bangsa yang gagal, seperti yang diungkap oleh Robert I. Rotberg (Kompas, 28 Maret 2002). Pernyataan ini bukan tanpa dasar dan analisa pada kenyataan yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebagaimana diketahui bahwa krisis berkepanjangan telah memaksa itu terjadi.

Pergantian kepemimpinan nasional ternyata bukan jaminan ke arah perubahan yang lebih baik, sebab, menjadi catatan bahwa faktor lain juga ikut andil dalam berhasil atau tidak Indonesia mengatasi masalah. Di antara persoalan itu, seperti isu dis-integrasi bangsa, hal ini ditunjukkan dengan konflik di daerah-daerah yang belum tuntas; penegakan hukum yang ambivalen; pemberantasan KKN yang setengah hati; dan upaya perbaikan ekonomi yang belum menandakan keberhasilan.

Di samping itu, pengaruh tekanan pihak luar negeri terhadap kebijakan Indonesia terasa semakin memberatkan di berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, perdagangan, bahkan militer.

AS sebagai motor penggerak memposisikan diri untuk mengawal kawasan Trans-Atlantik (Amerika Utara dan Eropa Barat), khususnya dimensi politik dan militer. Kemudian RRC dan Jepang sebagai lokomotif di kawasan Asia Pasifik pada bidang ekonomi perdagangan. Dan Inggris sebagai simbol pemersatu Uni Eropa, meski tidak menggunakan Euro sebagai mata uangnya.

Bila multipolarisasi di atas yang terbentuk, maka pertanyaannya, di mana posisi dan sebagai apa negara-negara berkembang (Indonesia) yang notabene jumlahnya lebih banyak dari negara berkategori maju?

Untuk menjawabnya dibutuhkan instrumen sebagai indikator mengukurnya. Pertama, berdasar tingkat income per kapita. Indonesia jelas masih jauh dari standar pendapatan rata-rata dunia, di samping hutang yang begitu besar. Kedua, iklim demokratisasi yang masih jauh dari baik. Hal ini ditunjukkan masih kuatnya dominasi negara di semua sisi; politik, ekonomi, HAM, militer dan hukum. Ketiga, yang lebih spesifik, yaitu tidak jelasnya konsep politik luar negeri Indonesia. Bebas-aktif sebagai model pilihan, menghambat Indonesia untuk melakukan aliansi strategis dengan negara-negara tertentu.

Yang disebut terakhir, menjadi menarik, ketika dikaitkan dengan konsep new world order ala Amerika. Meski Mega terbukti telah mendapat dukungan Bush yunior, khususnya bagi proyek perang terhadap terorisme global, serta semakin baiknya hubungan Indonesia-RRC dengan kunjungannya, tidak serta merta membawa Indonesia pada wilayah aman. Namun sebaliknya, hal ini menimbulkan prasangka negatif Amerika "Mega menggunakan gaya politik bapaknya (baca: Soekarno)" walaupun dianggap strategis dalam perspektif Indonesia.

Oleh karena itu, mesti dilakukan re-interpretasi model politik luar negeri Indonesia, untuk menyakinkan dunia perihal posisi dan sikap Indonesia. Dan itu tidak cukup meski dengan dibuatnya UU pemberatasan terorisme saja.

New World Dis-order
Global grand design yang dirancang AS, menempatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai negara komponen pendukung bagi kepentingannya. Hal ini paralel dengan konfigurasi multipolarisasi. Namun, sebetulnya sekilas tampak ambigu, sebab, AS lebih menginginkan model uni-polar.

Hasrat menjadi hegemon tunggal, tampak semenjak perang dingin berakhir. Ini juga dapat dilihat dari beberapa peristiwa seperti perang Vietnam, perang Teluk (Iraq-Amerika), dan terakhir perang Afghanistan. Dominasi AS dalam organisasi-organisasi internasional, misalnya PBB begitu kental, dengan memaksa dewan keamanan mengeluarkan resolusinya untuk memerangi terorisme.

Gencarnya kampanye perang melawan terorisme global, mendesak setiap negara untuk menyatakan dukungannya, bahkan RRC sekalipun, demi kepentingan pasar, akhirnya memberi restu, demikian pula Rusia, memastikan di belakang Amerika, karena hubungan yang mulai baik antara keduanya.

Mencermati perkembangan dan perubahan yang terjadi, bisa dikatakan bahwa konsep balance of power yang ingin dibangun pasca perang dingin mengalami dis-orientasi, sebab kenyataannya, AS menjadi satu-satunya kekuatan tak tertandingi sampai kini. Di samping itu, beredar pula asumsi bahwa, kondisi dunia saat ini tidak sesuai dengan obsesi AS, sebab telah keluar dari prinsip utama AS untuk melindungi semua kepentingan nasionalnya dan mempertahankan AS sebagai pemimpin dunia.

Warren Christopher dalam tulisannya "America's Leadership, America's Oppurtunity" (Jurnal Foreign Policy No. 95, Spring 1995) mengungkapkan, ada 4 prinsip utama politik luar negeri AS pasca perang dingin. Pertama, mempertahankan kepemimpinan global AS di bidang politik, keamanan dan ekonomi. Prinsip ini adalah yang terpenting dalam upaya membentuk tata dunia baru yang lebih baik.

Kedua, mempertahankan pola interaksi yang konstruktif dengan negara kuat lainnya, di kawasan Eropa, Asia Pasifik, Timur Tengah dan Amerika Latin, khususnya bagi kepentingan ekonomi AS. Ketiga, memperkuat institusi-institusi internasional sebagai mekanisme penyelesaian konflik internasional secara damai, dan keempat, mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi ke seluruh dunia sebagai prasyarat utama terciptanya perdamaian internasional.

Program besaran itu dapat diterjemahkan sebagai strategi politik luar negeri AS. Dalam arti luas, strategi politik luar negeri menurut Lovell (1975) adalah rencana dari suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional dengan mencegah aktor negara lain dalam meraih kepentingan tersebut.

Hal ini menjadi relevan, ketika muncul negara-negara "pembelot", sebut saja seperti Iraq dan Korea Utara, yang menentang setiap kebijakan AS. Belum lagi, negara-negara yang secara diam-diam dan pragmatis memanfaatkan AS. Semua itu, menjadi pertimbangan serius bagi AS, untuk mengklasifikasi negara-negara tersebut; musuh, setengah musuh setengah kawan, atau kawan.

Bila penilaian AS, bahwa konstelasi dunia saat ini lebih tidak menguntungkan bagi masa depan keberlangsungannya sebagai pemimpin dunia, maka lambat laun tapi pasti, AS akan melancarkan aksi berikutnya untuk merevolusi dunia. Sebab, AS cenderung menganggap tata dunia yang diinginkan telah gagal, dan menjadi sebuah keniscayaan bahwa isu terorisme sebagai angle yang tepat untuk melakukan itu.

Maka, terorisme akan senantiasa muncul jika memang dibutuhkan. Dan ini harus ada solusi serta pennaganan yang benar. Prinsip Amerika yang sombong dan arogan harus diselesaikan. Jika tidak ada satu negarapun yang bisa melakukan itu, maka tata dunia baru akan tetap penuh dengan teror dan ketakutan. Islam sebagi sebuah sistem memiliki solusi itu. Yaitu dengan tegaknya sistem islam, Khilafah yang akan memberikan keadilan kepada semuanya. Dan kedepan perjuangan Khilafah tidak akan pernah surut bahkan senantiasa naik. (Budi Hari Wibowo dan redaksi dakwahkampus.com)