CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

MY PICTURE'S

MY PICTURE'S
KEISTIMEWAAN SEORANG WANITA TERPANCAR DARI HIJABNYA

Rabu, 07 Juli 2010

Arti Penelitian Bagi Mahasiswa

Bagi sebagian orang menganggap bahwa untuk memahami suatu kebudayaan dalam sebuah komonitas dalam masyarakat, kelompok, ataupun individu tergolong membosankan. Meneliti berbagai kebiasaan dan prilaku mereka, menjadikannya sebagai kegiatan yang kurang perlu untuk dilakukan.
Tanpa sadar kita lupa bahwa kenyataan yang banyak terlihat dari tingkah laku manusia memilki ragam makna yang berbeda bagi tiap pelakunya. Melakukan berbagai prilaku yang berbeda (baik dari berbeda profesi dsb) juga memiliki makna tersendiri bagi mereka. Bahkan gambaran yang paling menonjol dari manusia adalah diversitasnya. (Spradley,1979:14-15). Satu rumpun manusia menunjukkan variasasi tersendiri bagi mereka yakni menciptakan pola makan yang berbeda, pola perkawinan dan pengasuhan anak yang berbeda. Memengang nilai yang berbeda, mempelajari Tuhan yang berbeda bahkan mengejar tujuan yang berbeda pula niat dan caranya. Adanya perbedaan budaya inilah yang mengharuskan kita untuk mendeskripsikannya dengan penuh hati-hati melalui sebuah penelitian lapangan.
Selain itu, disaat Ilmuan social berbicara mengenai masyarakat yang kompleks seperti sekarang menganggap bahwa kita memiliki kebudayaan yang homogen yakni hidup dengan berbagai macam aturan budaya yang berbeda-beda. Tingkah laku manusia yang berbeda ini pulalah melahirkan berbagai macam permasalahan yang muncul di tengah-tengah kita. Misalnya: perekrutan tenaga kerja pada sebuah perusahaan swasta di Jakarta memutuskan untuk menyeleksi calon kariawan dari berbagai daerah seperti, Makassar, Kalimantan, Irian dsb. Pertemuan dalam sebuah komonitas dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda ini menciptakan pola kebudayaan yang berbeda pula (kebudayaan baru tanpa menghilangkan kebudayaan asli menurut Narto salah seorang mahasiswa Antropologi Unhas disaat saya berbincang-bincang dengannya), apakah nantinya akan terjadi konflik antar mereka baik dari segi pola pikir maupun pola sikapnya ataukah terjadi prilaku pada mereka yang berbeda dari sebelumnya. Selain itu sebuah Institusi perguruan tinggi Negri misalnya Universitas Haasanudin di Makassar setiap tahunnya menerima berbagai mahasiswa yang berasal dari daerah yang berbeda sebut saja seperti Sengkang, Bulukumba, Toraja dsb. Mengenal dunia kampus yang terletak di tengah-tengah kota menciptakan kecendruangan perubahan sikap mereka selama kuliah yang berbeda dari sebelumnya.
Dari kedua contoh kasus di atas menunjukkan bahwa adanya berbagai prilaku yang berbeda dari tiap budaya di Negri ini, disaat meneliti mereka paling tidak kita dapat memahami perubahan yang terjadi karena adanya lintas budaya tadi sehingga kita dapat melihat dan menyelesaikannya dengan menghindari konflik yang akan dan sudah terjadi. Bahkan bagi peneliti handal (antropolog) mampu menciptakan teori baru sesuai fenomena social yang terjadi.
Sebagai seorang mahasiwi yang memahami hakekatnya sebagai agent of change and social control di tengah-tengah masyarakat, saya menganggap untuk mengadakan sebuah perubahan demi Negri ini agar lebih baik kedepan maka kita seharusnya memahami terlebih dahulu kebudayaan masyarakat kita sendiri. Berupaya menyatukan berbagai macam budaya sehingga dapat memahami dan menemukan titik terang permasalahan yang selama ini di perbincangkan oleh kaum interlek dapat kita selesaikan. Seorang mahasiswa yang telah amat akrab dengan kegiatan berdiskusi dan penelitian, seharusnya mengembangkan ide mereka baik dari dan untuk kebudayaan Negri ini.
Selayaknya sebagai bagian dari kaum intelektual muda kita bukan hanya bisa berbicara mengeluarkan aspirasi dengan turun kejalan (sekalipun memang ini bagian dari demokrasi) mengenai suatu realitas yang terjadi namun alangkah lebih tepatnya kita mengkaji lebih mendalam dan mencari akar masalah dari suatu realitas yang terjadi dengan melakukan penelitian lapangan (kualitatif). Ada harapan yang tersirat dari setiap penelitian bahwa hasilnya akan menolong memecahkan masalah atau memperbaiki kondisi dengan cara tertentu sehingga perolehan pengetahuan melalui penelitan dapat memperbaiki kualitas hidup umat manusia pada umumnya. (Chadwick, 1991:28-29).
Sebagai peneliti pemula selayaknya kita berusaha melihat dan memahami segala prilaku yang ada di sekeliling kita. Sebagaimana yang di lakukan oleh beberapa mahasiswa Antropologi Universitas Hasaanudin yang melakukan penelitian lapangan di Desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Sulsel mengenai Industri Garam (19 Juni 2010). Selama ini banyak yang tidak mengetahui bahwa ternyata disana memiliki hasil pertanian garam yang cukup pesat yang dapat dikembangkan dan dapat dijadikan sebagai salah satu komoditi demi pemasukan anggaran devisa Negri kita.
Melalui penelitian dengan wawancara mendalam (indepnt interview) tentunya dapat mengkaji fenomena social budaya masyarakat tertentu secara menyeluruh sehingga dapat memahami keinginan dan kemauan masyarakat. Hasil penelitan tersebut nantinya dapat dipublikasikan kepada halayak publik, hasilnya pun dapat menunjukan nilai ilmiah dari kreatifitasan kita sebagai seorang mahasiswa sekaligus sebagai bentuk kepedulian kita kepada Negri ini. Dengan demikian, hasil penelitian lapangan yang kita lakukan akan banyak mengungkapkan fakta yang mungkin publik atau masyarakat belum tahu sebelumnya.

Jumat, 02 Juli 2010

Sarjana Antropologi Bukan Seorang Antropolog

Setiap menjalani sesuatu yang baru kita akan selalu dihadapkan pada suatu masalah, baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri kita sendiri. Begitu juga dalam memulai sebuah penelitian baik itu yang dilakukan di dalam ruangan maupun yang dijalani dilapangan. Dalam dunia antroplogi keluar masuk suatu kampung merupakan hal yang lumrah dan telah menjadi kebiasaan. Pindah dari satu desa ke desa yang lain atau satu nagari ke nagari yang lain adalah pekerjaan pokok yang harus dijalani. Tidak ada dalam kamus antropologiseorang antropolog duduk dibelakang meja dan berbicara tentang suatu tempat, tentu saja itu suatu yang sangat memalukan sekali (bagi mereka yang mengaku seorang antropolog). Namun pada perkembangannya dan kenyataannya pada saat sekarang, kecendrungan para antroplog muda Indonesia lebih menyukai cara penelitiandibelakang meja ini. Kegamangan memasuki lapangan penelitianmenjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Banyak faktor yang membentuk dunia baru cara penelitian antropolog ini, diantaranya latar belakang mengapa mereka memilih kuliah didisiplin ilm antropologi.Kebanyakan mahasiswa yang kuliah dijurusan antropologi menjadikan jurusan antropologi sebagai pilihan yang kedua (bagi mereka yang mengikuti SPMB IPS) atau pilihan yang ketiga (bagi mereka yang mengikuti SPMB IPC). Kondisi ini diperparah lagi karena sebagian dari mereka yang lulus SPMB di jurusan antropologi bahkan sama sekali tidak mengenal apa itu antropologiatau paling tidak pernah belajar di SLTA tapi hanya sekedar mengikuti. Mungkin hal diatas hanya merupakan sebuah kasus bagi sebagian antroplog, dan tentu saja seiring dengan berjalannya perkuliahan minat mereka dapat terus berkembang. Permasalahan lain dan menurut penulis hal ini sangat mempengaruhi sikap mental antropolog muda Indonesia yaitu alumni dan metode perkuliahan yang di terima di kampus. Dari segi alumni yang dihasilkan, kebanyakan mereka bekerja dari satu proyek ke proyek yang lain. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki pekerjaan tetap, kalaupun ada yang bekerja tetap tapi tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dijalani semasa kuliah, kalaupun ada jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Hidup dari satu proyek ke proyek yang lain pada dasarnya bukanlah pekerjaan yang buruk, namun ketika proyek-proyek penelitian itu juga digeluti oleh staf pengajar antropologi (dosen) tentu saja hidup dari satu proyek ke proyek yang lain tersebut sangat tidak memungkinkan sekali. Coba jawab, siapa yang akan anda pilih untuk memberi anda ilmu beladiri, seorang murid atau guru dari murid tersebut ?. Saya rasa, saya tak perlu membantu anda menjawabnya. Melihat kondisi kebanyakan alumni antroplogi yang seperti ini, secara tidak langsung memberikan efek samping bagi mahasiswa yang sedang menimba ilmu dijurusan ini. Buat apa susah payah belajar keluar masuk kampung, pada kenyataannya proyek-proyek penelitian kebanyakan ditangani oleh para dosen, "lebeh baik kita dekat dengan mereka dan menjadi petugas data entri buat mereka, gajinya juga lumayan". Hal lain yang menjadi faktor penyebab dalam permasalahan ini yaitu metode pembelajaran yang diberikan dibangku perkuliahan. Melihat pada kenyataannya saat sekarang, mahasiswa dicekoki dengan berbagai metode dan teori, mereka dipaksa untuk paham tentang metodologi-metodologi dan teori-teori tanpa diberi kesempatan untuk berimprofisasi dalam metodologi tersebut atau mengembangkan sendiri teori-teori yang ada didalam kepala mereka. Sebagian mahasiswa mengaku hanya sekali saja mengikuti perkuliahan di lapangan, selebihnya sama sekali tidak pernah mengikuti perkuliahan di lapangan. Pertanyaanya jadi sangat sederhana sekali, bagaimana mungkin lulusan yang dihasilkan siap untuk bekerja di lapangan kalau mereka sama sekali tidak pernah diajarkan bagaimana cara bekerja dilapangan.

INDUSTRI GARAM DI DESA ARUNGKEKE KECAMATAN ARUNGKEKE KABUPATEN JENEPONTO

A. Lokasi Penggaraman
Dalam proses pembuatan garam yang sederhana mengikuti penguapan air laut sehingga mineral-mineral yang ada di dalamnya mengendap. Hanya saja mineral-mineral yang kurang diinginkan sedapat mungkin hanya sedikit yang dikandung oleh garam yang diproduksi. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Lahan pembuatan garam dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan gaya gravitasi air dapat mengalir ke hilir kapan saja dikehendaki.
Menurut KN (39 tahun):
Pada penentuan lahan garam di desa Arungkeke, lahan di bentuk berpetak-petak. Awalnya lahan terbentuk dengan alami atau secara alami. (wawancara, 21 Juni 2010)
Pada proses masukknya garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke ini sekitar 60 tahun yang lalu. Sebagaimana yang dikatakan oleh KN (39 tahun) bahwa :
Teknik pertambakan garam masuk ke desa Arungkeke sejak zaman penjajahan jepang sekitar 60 tahun yang lalu. Pada saat itu, mereka melihat terjadi kristalisasi (proses mengerasnya air garam), secara alami garam terkumpul di pinggiran danau. Mereka memanfaatkannya dengan membuatnya menjadi petak-petakan supaya garam yang dihasilkannya lebih banyak. (wawancara, 21 2010)
Dalam berbagai unit produksi masyarakat terkhususkan dalam proses pembuatan garam, penggarapannya harus sesuai dengan luas yang mereka pilih.
Hal demikian berlaku pada masyarakat desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke. Menurut KN (39 tahun) :
Penentuan lahan di tambak pada masyarakat desa Arungkeke di pilih oleh masyarakat setempat serta kepemilikan lahan tersebut pada masyarakat disana yakni hanya orang-orang tertentu seperti orang yang bergelar Karaeng yang memiliki lahan karena lahan tarsebut berasal dari raja pertama arungkeke lalu di wariskan kepada anak-anaknya. (wawancara, 21 Juni 2010)
Dalam meningkatan mutu garam, yaitu mengendapkan Kalsium dan Magnesium dengan menggunakan Natrium Karbonat atau Natrium Oksalat yang dikombinasikan dengan cara pengendapan bertingkat. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Tanah untuk penggaraman yang dipilih harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan ketinggian dari permukaan laut, topografi tanah, sifat fisis tanah, kehidupan (hewan/tumbuhan) dan gangguan bencana alam. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

Denah Lahan di Tambak Garam, Desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Jeneponto
Ket : A.Paje’ne Bambangan
G. Garam yang siap di panen
Denah diatas merupakan lahan dalam tambak penggaraman. Denah tersebut di dapatkan oleh DT (umur) pada saat mengikuti pelatihan di Palangga’. Percontohan yang di dapatkan tersebut berasal dari Madura yang di sosialisasikan oleh orang Jepang di Sulawesi Selatan.
Letak desa Arungkeke ini berdekatan dengan laut sehingga komoditi garam di sana cukup produktif dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sebagaimana penuturan KN (39 tahun):
Pada masyarakat di desa Arungkeke terdapat garam yang produktif karena wilayahnya dekat dengan laut.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Suatu wilayah yang jaraknya berdekatan dengan laut akan mempermudah suplai air laut dan mempermudah pembuangan. Di lihat dari topografinya maka tanahnya landai atau mengalami kemiringan kecil sehingga dapat mengatur tata aliran air serta mudah meminimalisir biaya kontruksi serta sifat fisis tanahnya tidak mudah retak. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Letak desa Arungkeke dekat dengat laut sehingga garam menjadi sumber yang produktif pada masyarakat disana, dimana jarak antara laut dengan tambak atau tempat pembuatan garam berkisar 50 m. Penuturan KN (39 tahun) bahwa jarak antara laut dan lokasi tambak jaraknya 50 m.
Namun dalam penentuan lahan atau tambak dalam pembuatan garam di desa Arungkeke ini sangat bergantung terhadap kualitas air yang di berikan. Menurut KN (39 tahun) :
Dalam penentuan lahan yang produktif di desa Arungkeke sangat bergantung dengan kualitas air yang di berikan
(wawancara, 22 Juni 2010)
Dilihat dari sumber mata pencaharian pada masyarakat disana menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang bekerja sebagian dari mereka menggantungkan kehidupannya dari hasil produksi garam bahkan menjadi pekerjaan pokok bagi mereka.

Menurut KN (39 tahun):
Produksi garam dianggap sebagai pekerjaan pokok bagi sebagian masyarakat, sekitar 60% menggantungkan kehidupannya pada garam karena menurut mereka penghasilannya lebih menguntungkan.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Produksi garam juga bergantung dari penggunaan alat serta berbagai bahan yang digunakan. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Terdapat alat-alat yang di gunakan oleh petani garam yaitu pemukul atau mereka sering menyebutkan dengan sebutan padengka’ dan penarik yang sering mereka sebut sebagai pakkai’. (wawancara, 22 Juni 2010)
Adapun alat-alat yang dapat digunakan dalam pempermudah petani dalam penambakannya, yakni sebagai berikut :
Alat-Alat meliputi sebagai berkut :
• Meteran
• Pompa
• Pipa paralon, stop kran dan selang karet
• Cangkul, linggis, skop, penggaruk dsb. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Dalam proses pemberian air laut pada penyaringan di tambak sangat berpengaruh terhadap kualitas garamnya, keadaan pasang surutnya air laut pun dapat mempengaruhinya. Sebagaimana perkataan KN (39 tahun) bahwa hasil panen sangat bergantung dengan pasangnya air laut. Sehingga para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air laut. Lanjut perkataan beliau bahwa para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air.
Pada proses produksi garam di desa Arungkeke ini, sebagian para petani menggunakan kincir angin yang memudahkan mereka dalam pengisian penyaringan tersebut. Menurut KN (39 tahun):
Penggunaan kincir angin pada lahan di tambak produksi garam dapat digunakan untuk mengisi tempat penyaringan yang dimanfaatkan sesuai dengan cuaca (kondisi angin). (wawancara, 21 Juni 2010)
Penetapan jarak kedalaman sebuah pematang di tiap tambak dalam lahan yakni 40 m dan 50 m. Lanjut KN (39 tahun) bahwa kedalam pematang luar berjumlah 40 cm sedangkan pada pematang dalam 1,5 m. Adapun luas lahan pada tambak yakni berkisar 10 hektar. Menurut penuturan KN (39 tahun):
Luas area lahan pada tambak yakni 10 hektar untuk tambak garam hanya di pakai untuk bulan 8 (musim kemarau), pada musim hujan di alih fungsikan sebagai lahan yang di pupuk untuk ikan dan garam. (wawancara 21 Juni 2010)
Faktor pewarisan lahan di tambak garam di desa Arungkeke yang di tentukan oleh garis keturunan berpengaruh terhadap proses penambakannya.
Menurut BL (28 tahun):
Semua tambak garam di desa ini berasal dari raja pertama mereka yaitu raja Arungkeke lalu di wariskannya kepada para anak dan cucunya untuk di manfaatkan sebagai sumber kehidupan hingga sekarang.

Semasa dulu masyarakat yang berasal dari keluarga Karaeng ikut serta dalam proses penambakan garam di lahan.

Namun seiring perkembangan zaman penambakan garam tidaklah lagi di kerjakan oleh orang berasal dari keluarga Karaeng, mereka lebih banyak mengehar pendidikan.


Berdasarkan perkataan DL (28 tahun) bahwa :

Dalam proses penambakan garam, semasa dulu keluarga yang berasal dari karaeng juga ikut dalam mengerjakan prosesnya namun seiring berubahnya zaman maka kebanyakan dari mereka lebih memilih mengejar cita-cita dengan menempuh pendidikan tinggi.

B. Permodalan

Dalam mengerjakan sesuatu hal yang paling pertama di perlukan sebelum mengerjakannya adalah pemberian modal. Pada proses prosuksipun sangat di perlukan. Di masyarakat desa Arungkeke, pemberian modal pada produksi garam berasal dari modal mereka sendiri. Menurut DT (umur) :

Modal untuk membangun sebuah tambak garam pada lahan yaitu berasal dari modal sendiri. (wawancara, 22 Juni 2010)

C. Tenaga Kerja

Dalam proses produksi pada umumnya, pelaksanaan penambakkan garam tersebut membutuhkan tenaga untuk mengerjakannya. Tekadang penentuan tenaga kerja cukup berpengaruh terhadap hasil produksi. Hal tersebut juga belaku sama dengan produksi garam di desa Arungkeke. Penentuan tenaga kerja dalam memproduksikannya berkisar 3 sampai 4 pekerja. Menurut KN (39 tahun) :
Penetapan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi dalam setiap petaknya berjumlah sebanyak 3-4 pekerja. Tanah dan tambak milik pribadi, tenaga pekerja di pilih dari masyarakat setempat karena telah memiliki profesi untuk kerja penambakan garam. (wawancara tanggal tahun)

Selain penentuan tenaga dalam proses pengerjaannya, tanah dan tambaknya dimiliki oleh orang-orang yang hanya berasal dari Karaeng. Menurut KN (39 tahun) bahwa hanya orang yang berasal dari karaenglah yang memiliki tanah atau tambak. Dalam penentuan tenaga kerja di pilih berdasarkan persetujuan masyarakat setempat sesuai dengan profesinya sebagai penambak garam. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Adapun pembagian kerja dalam proses pengerjaannya yakni para laki-laki memasukkan air pada tambak lalu tanahnya di endapkan dengan menggunakan Padengka’ hingga pada proses kristalisasi atau terbentuknya garam . sedangkan para wanita bertugas mengambil garam tersebut lalu memesukkannya ke dalam karung.
Pada proses pembagian hasil dalam penambakan garam ini di bagi menjadi dua berkisar 50:50 namun ada juga yang 30:70.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar.
D. Proses
Tahapan pertama dalam proses pembuatan garam atau petambakan garam yaitu para petani harus membuat petang terlebih dahulu. Menurut DT (umur) :


Proses pembuatan garam pertama-tama membuat pepang. Apabila garamnya sudah mengental kemudian menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih 25 cm kemudian di injak dengan menggunakan kayutersebut sebagai pengangan.(wawancara, 22 Juni 2010)


Apabila garamnya sudah mengental, para petani menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih sekitar 25 cm kemudian di injaknya agar tanahnya padat. Lanjut beliau: proses terjadinya garam kurang lebih setengah bulan.
Adapun proses dalam pembuatan garam atau penambakan garam, sebagai berikut :
a. Proses Pembuatan Garam
a. Pengeringan Lahan
• Pengeringan lahan pemenihan dilaksanakan pada awal bulan April.
• Pengeringan lahan kristalisasi.
b. Pengolahan Air Peminian/Waduk
• Pemasukan air laut ke Peminian.
• Pemasukan air laut ke lahan kristalisasi.
• Pengaturan air di Peminian.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan selamaseminggu.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan, untuk pengeluaran Brine selanjutnya dari peminian tertua melalui Brine Tank.
• Pengembalian air tua ke waduk. Apabila air peminihan cukup untuk memenuhi meja kristal, selebihnya dipompa kembali ke waduk. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
c. Pengolahan Air dan Tanah
• Pekerjaan Kesap Guluk (K/G) dan Pengeringan :
` - Pertama K/G dilakukan setelah air meja 4–6°Be.
- Kedua K/G dilakukan setelah air meja 18–22°Be dan meja di atasnya dilakukan K/G dengan perlakuan sama.
• Lepas air tua dilakukan pada siang hari dengan konsentrasi air garam 24–25°Be dan ketebalan air 3–5 cm. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
d. Proses Kristalisasi
• Pemeliharaan meja begaram
• Aflak (perataan permukaan dasar garam) www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
e. Proses Pungutan
• Umur kristal garam 10 hari secara rutin
• Pengaisan garam dilakukan hati-hati dengan ketebalan air meja cukup atau 3–5 cm.
• Angkutan garam dari meja ke timbunan membentuk profil (ditiriskan), kemudian diangkut ke gudang atau siap untuk proses pencucian. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

f. Proses Pencucian
• Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya.
• Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada proses pertambakan pada garam terdapat hambatan-hambatan atau berbagai berpengaruh dalam hasil produksinya, seperti :
• Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.
• Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.
• Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada tahapan perawatan para pekerja tidak mengeluarkan biaya dalam pengejaannya. Sebagaimana perkataan KN (28 tahun) bahwa hampir tidak ada pengeluaran yang dikeluarkan dalam perawatan. Di saat panen masyarakat mengikatnya pada bambu, menurutnya lagi bahwa disaat panen, garam dikait dengan menggunakan bambu yang di sesuaikan dengan lahan
Namun tak sedikit dari mereka, di saat panen tiba mereka menampungnya, berdasarkan penuturan KN (28 tahun) :
Setelah panen garam di tampung di area penjualannya, datang pedagang untuk mengambilnya, penjualannya kepada pedagang tergantung dari hasil produksinya ataupun permintaan pasar.

Ketika hasil panen telah di kumpulkan maka hal tersebut sudah siap di pasarkan dan memberikan upah kepada kelompok atau para penanam yang telah di sepakati sebelumnya. Lanjut beliau adapun kalau mau ditumpuk tergantung dari individu dan biasanya mereka menjual garam yang di tumpuk pada saat harga garam naik (mahal). Dalam proses kerja panen berkelompok pada masyarakat tertentu membagikan hasil panen yang di dapatkan merupakan hal yang sering di lakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok ketimbang di jual.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta lanjut beliau bahwa keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar serta terkadang mereka masih menggunakan system barter, yaitu antara garam dengan kayu.

Penghasilan dari produksi di pasarkan daritahun ketahun. Berdasarkan BL (39 tahun) bahwa :
• Tahun 2005 jumlah yang di pasarkan mencapai 15000-30.000
• Tahun 2006 jumlah yang di pasarkan mencapai 100.000-110.000
• Tahun 2007 jumlah yang di pasarkan mencapai 7.000
• Tahun 2008 jumlah yang di pasarkan mencapai 3.000
• Tahun 2010 jumlah yang di pasarkan mencapai 10.000-15.000

A. Latar Belakang
Kecamatan Arungkeke merupakan salah satu dari 11 Kecamatan di Kabupaten Jeneponto yang berbatasan dengan Kecamatan Batang di sebelah utara, Laut Flores di sebelah timur, Kecamatan Binamu di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah selatan dengan ibu kota kecamatan di desa Arungkeke. Dari 7 desa dikecamatan Arungkeke, sebanyak 6 desa diantaranya merupakan daerah pantai dan hanya 1 desa lainnya merupakan daerah bukan pantai. Menurut jaraknya, maka letak masing-masing desa ke ibukota Kecamatan dan ibukota Kabupaten sangat bervariasi. Jarak desa ke ibukota Kecamatan maupun ke ibukota Kabupaten berkisar 4-14 km. Untuk jarak terjauh adalah desa Arungkeke Pallantikang yaitu sekitar 17 km dari ibukota Kabupaten (Bontosunggu), sedangkan untuk jarak terdekat adalah Desa Kalumpang Loe. Kecamatan Arungkeke terdiri dari 7 desa dengan luas wilayah 29,91 km2. Boronglamu memiliki wilayah terluas yaitu 7,23 km2, sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Desa Arungkeke Pallantikang yaitu 2,73 km2. Hasil pencatatan hari hujan dan curah hujan di Kecamatan Arungkeke menunjukkan jumlah ratarata hari hujan selama setahun sebanyak 19 hari sedangkan curah hujan sebanyak 2.980 mm. www.google.com/kabjeneponto/ pde/kabupaten jeneponto.
Dilihat dari sumber mata pencaharian menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang bekerja, sebanyak 3.278 orang adalah petani pangan, sedangkan peternak sebanyak 197 orang. Tambak dan Nelayan sebanyak 942 orang. Penduduk yang bekerja di luar sektor pertanian antara lain Perdagangan sebanyak 529 orang, Industri 98 orang, Angkutan 609 orang, dan Jasa hanya 268 orang. Adapun penduduk yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ABRI sebanyak 265 orang. www.google.comkabjeneponto/ pde/kabupaten jeneponto.


Sebagian penduduk di desa Arungkeke bekerja atau menggantungkan kehidupannya sebagai penambak garam. Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Walaupun Indonesia termasuk negara kepulauan, usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha meningkatkan kualitas garam tersebut. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang) banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri. Pada masyarakat Arungkeke garam merupakan salah satu kemoditi yang cukup di perhitungkan. www.google.com kabjeneponto/ pde/kabupaten jeneponto.
Fokus Masalah
Penelitian ini fokus pada bagaimana proses produksi dan distribusi garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Kabupaten Jeneponto?
C.Tujuan Dan Kegunaan penelitian
1.Tujuan
Berdasarkan fokus masalah tersebut di atas diharapkan dapat mengetahui proses produksi dan distribusi garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Kabupaten Jeneponto.
2.Kegunaan
Dapat menjadi referensi mengenai produksi dan distribusi garam bagi para mahasiwa jurusan antropologi dan jurusan yang lain.
PEMBAHASAN
A. Lokasi Penggaraman
Dalam proses pembuatan garam yang sederhana mengikuti penguapan air laut sehingga mineral-mineral yang ada di dalamnya mengendap. Hanya saja mineral-mineral yang kurang diinginkan sedapat mungkin hanya sedikit yang dikandung oleh garam yang diproduksi. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Lahan pembuatan garam dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan gaya gravitasi air dapat mengalir ke hilir kapan saja dikehendaki.
Menurut KN (39 tahun):
Pada penentuan lahan garam di desa Arungkeke, lahan di bentuk berpetak-petak. Awalnya lahan terbentuk dengan alami atau secara alami. (wawancara, 21 Juni 2010)
Pada proses masukknya garam di desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke ini sekitar 60 tahun yang lalu. Sebagaimana yang dikatakan oleh KN (39 tahun) bahwa :
Teknik pertambakan garam masuk ke desa Arungkeke sejak zaman penjajahan jepang sekitar 60 tahun yang lalu. Pada saat itu, mereka melihat terjadi kristalisasi (proses mengerasnya air garam), secara alami garam terkumpul di pinggiran danau. Mereka memanfaatkannya dengan membuatnya menjadi petak-petakan supaya garam yang dihasilkannya lebih banyak. (wawancara, 21 2010)
Dalam berbagai unit produksi masyarakat terkhususkan dalam proses pembuatan garam, penggarapannya harus sesuai dengan luas yang mereka pilih.
Hal demikian berlaku pada masyarakat desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke. Menurut KN (39 tahun) :
Penentuan lahan di tambak pada masyarakat desa Arungkeke di pilih oleh masyarakat setempat serta kepemilikan lahan tersebut pada masyarakat disana yakni hanya orang-orang tertentu seperti orang yang bergelar Karaeng yang memiliki lahan karena lahan tarsebut berasal dari raja pertama arungkeke lalu di wariskan kepada anak-anaknya. (wawancara, 21 Juni 2010)
Dalam meningkatan mutu garam, yaitu mengendapkan Kalsium dan Magnesium dengan menggunakan Natrium Karbonat atau Natrium Oksalat yang dikombinasikan dengan cara pengendapan bertingkat. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Tanah untuk penggaraman yang dipilih harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan ketinggian dari permukaan laut, topografi tanah, sifat fisis tanah, kehidupan (hewan/tumbuhan) dan gangguan bencana alam. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

Denah Lahan di Tambak Garam, Desa Arungkeke Kecamatan Arungkeke Jeneponto
Ket : A.Paje’ne Bambangan
G. Garam yang siap di panen
Denah diatas merupakan lahan dalam tambak penggaraman. Denah tersebut di dapatkan oleh DT (umur) pada saat mengikuti pelatihan di Palangga’. Percontohan yang di dapatkan tersebut berasal dari Madura yang di sosialisasikan oleh orang Jepang di Sulawesi Selatan.
Letak desa Arungkeke ini berdekatan dengan laut sehingga komoditi garam di sana cukup produktif dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sebagaimana penuturan KN (39 tahun):
Pada masyarakat di desa Arungkeke terdapat garam yang produktif karena wilayahnya dekat dengan laut.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Suatu wilayah yang jaraknya berdekatan dengan laut akan mempermudah suplai air laut dan mempermudah pembuangan. Di lihat dari topografinya maka tanahnya landai atau mengalami kemiringan kecil sehingga dapat mengatur tata aliran air serta mudah meminimalisir biaya kontruksi serta sifat fisis tanahnya tidak mudah retak. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Letak desa Arungkeke dekat dengat laut sehingga garam menjadi sumber yang produktif pada masyarakat disana, dimana jarak antara laut dengan tambak atau tempat pembuatan garam berkisar 50 m. Penuturan KN (39 tahun) bahwa jarak antara laut dan lokasi tambak jaraknya 50 m.
Namun dalam penentuan lahan atau tambak dalam pembuatan garam di desa Arungkeke ini sangat bergantung terhadap kualitas air yang di berikan. Menurut KN (39 tahun) :
Dalam penentuan lahan yang produktif di desa Arungkeke sangat bergantung dengan kualitas air yang di berikan
(wawancara, 22 Juni 2010)
Dilihat dari sumber mata pencaharian pada masyarakat disana menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang bekerja sebagian dari mereka menggantungkan kehidupannya dari hasil produksi garam bahkan menjadi pekerjaan pokok bagi mereka.

Menurut KN (39 tahun):
Produksi garam dianggap sebagai pekerjaan pokok bagi sebagian masyarakat, sekitar 60% menggantungkan kehidupannya pada garam karena menurut mereka penghasilannya lebih menguntungkan.
(wawancara, 22 Juni 2010)
Produksi garam juga bergantung dari penggunaan alat serta berbagai bahan yang digunakan. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Terdapat alat-alat yang di gunakan oleh petani garam yaitu pemukul atau mereka sering menyebutkan dengan sebutan padengka’ dan penarik yang sering mereka sebut sebagai pakkai’. (wawancara, 22 Juni 2010)
Adapun alat-alat yang dapat digunakan dalam pempermudah petani dalam penambakannya, yakni sebagai berikut :
Alat-Alat meliputi sebagai berkut :
• Meteran
• Pompa
• Pipa paralon, stop kran dan selang karet
• Cangkul, linggis, skop, penggaruk dsb. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Dalam proses pemberian air laut pada penyaringan di tambak sangat berpengaruh terhadap kualitas garamnya, keadaan pasang surutnya air laut pun dapat mempengaruhinya. Sebagaimana perkataan KN (39 tahun) bahwa hasil panen sangat bergantung dengan pasangnya air laut. Sehingga para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air laut. Lanjut perkataan beliau bahwa para petani selalu mengisi penyaringannya dengan air.
Pada proses produksi garam di desa Arungkeke ini, sebagian para petani menggunakan kincir angin yang memudahkan mereka dalam pengisian penyaringan tersebut. Menurut KN (39 tahun):
Penggunaan kincir angin pada lahan di tambak produksi garam dapat digunakan untuk mengisi tempat penyaringan yang dimanfaatkan sesuai dengan cuaca (kondisi angin). (wawancara, 21 Juni 2010)
Penetapan jarak kedalaman sebuah pematang di tiap tambak dalam lahan yakni 40 m dan 50 m. Lanjut KN (39 tahun) bahwa kedalam pematang luar berjumlah 40 cm sedangkan pada pematang dalam 1,5 m. Adapun luas lahan pada tambak yakni berkisar 10 hektar. Menurut penuturan KN (39 tahun):
Luas area lahan pada tambak yakni 10 hektar untuk tambak garam hanya di pakai untuk bulan 8 (musim kemarau), pada musim hujan di alih fungsikan sebagai lahan yang di pupuk untuk ikan dan garam. (wawancara 21 Juni 2010)
Faktor pewarisan lahan di tambak garam di desa Arungkeke yang di tentukan oleh garis keturunan berpengaruh terhadap proses penambakannya.
Menurut BL (28 tahun):
Semua tambak garam di desa ini berasal dari raja pertama mereka yaitu raja Arungkeke lalu di wariskannya kepada para anak dan cucunya untuk di manfaatkan sebagai sumber kehidupan hingga sekarang.

Semasa dulu masyarakat yang berasal dari keluarga Karaeng ikut serta dalam proses penambakan garam di lahan.

Namun seiring perkembangan zaman penambakan garam tidaklah lagi di kerjakan oleh orang berasal dari keluarga Karaeng, mereka lebih banyak mengehar pendidikan.


Berdasarkan perkataan DL (28 tahun) bahwa :

Dalam proses penambakan garam, semasa dulu keluarga yang berasal dari karaeng juga ikut dalam mengerjakan prosesnya namun seiring berubahnya zaman maka kebanyakan dari mereka lebih memilih mengejar cita-cita dengan menempuh pendidikan tinggi.

B. Permodalan

Dalam mengerjakan sesuatu hal yang paling pertama di perlukan sebelum mengerjakannya adalah pemberian modal. Pada proses prosuksipun sangat di perlukan. Di masyarakat desa Arungkeke, pemberian modal pada produksi garam berasal dari modal mereka sendiri. Menurut DT (umur) :

Modal untuk membangun sebuah tambak garam pada lahan yaitu berasal dari modal sendiri. (wawancara, 22 Juni 2010)

C.Tenaga Kerja

Dalam proses produksi pada umumnya, pelaksanaan penambakkan garam tersebut membutuhkan tenaga untuk mengerjakannya. Tekadang penentuan tenaga kerja cukup berpengaruh terhadap hasil produksi. Hal tersebut juga belaku sama dengan produksi garam di desa Arungkeke. Penentuan tenaga kerja dalam memproduksikannya berkisar 3 sampai 4 pekerja. Menurut KN (39 tahun) :
Penetapan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi dalam setiap petaknya berjumlah sebanyak 3-4 pekerja. Tanah dan tambak milik pribadi, tenaga pekerja di pilih dari masyarakat setempat karena telah memiliki profesi untuk kerja penambakan garam. (wawancara tanggal tahun)

Selain penentuan tenaga dalam proses pengerjaannya, tanah dan tambaknya dimiliki oleh orang-orang yang hanya berasal dari Karaeng. Menurut KN (39 tahun) bahwa hanya orang yang berasal dari karaenglah yang memiliki tanah atau tambak. Dalam penentuan tenaga kerja di pilih berdasarkan persetujuan masyarakat setempat sesuai dengan profesinya sebagai penambak garam. Berdasarkan perkataan DT (umur) :
Adapun pembagian kerja dalam proses pengerjaannya yakni para laki-laki memasukkan air pada tambak lalu tanahnya di endapkan dengan menggunakan Padengka’ hingga pada proses kristalisasi atau terbentuknya garam . sedangkan para wanita bertugas mengambil garam tersebut lalu memesukkannya ke dalam karung.
Pada proses pembagian hasil dalam penambakan garam ini di bagi menjadi dua berkisar 50:50 namun ada juga yang 30:70.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar.
D. Proses
Tahapan pertama dalam proses pembuatan garam atau petambakan garam yaitu para petani harus membuat petang terlebih dahulu. Menurut DT (umur) :


Proses pembuatan garam pertama-tama membuat pepang. Apabila garamnya sudah mengental kemudian menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih 25 cm kemudian di injak dengan menggunakan kayutersebut sebagai pengangan.(wawancara, 22 Juni 2010)


Apabila garamnya sudah mengental, para petani menggunakan kayu atau mereka sebut sebagai Padengkang yang panjangnya kurang lebih sekitar 25 cm kemudian di injaknya agar tanahnya padat. Lanjut beliau: proses terjadinya garam kurang lebih setengah bulan.
Adapun proses dalam pembuatan garam atau penambakan garam, sebagai berikut :
a. Proses Pembuatan Garam
a. Pengeringan Lahan
• Pengeringan lahan pemenihan dilaksanakan pada awal bulan April.
• Pengeringan lahan kristalisasi.
b. Pengolahan Air Peminian/Waduk
• Pemasukan air laut ke Peminian.
• Pemasukan air laut ke lahan kristalisasi.
• Pengaturan air di Peminian.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan selamaseminggu.
• Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan, untuk pengeluaran Brine selanjutnya dari peminian tertua melalui Brine Tank.
• Pengembalian air tua ke waduk. Apabila air peminihan cukup untuk memenuhi meja kristal, selebihnya dipompa kembali ke waduk. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
c. Pengolahan Air dan Tanah
• Pekerjaan Kesap Guluk (K/G) dan Pengeringan :
` - Pertama K/G dilakukan setelah air meja 4–6°Be.
- Kedua K/G dilakukan setelah air meja 18–22°Be dan meja di atasnya dilakukan K/G dengan perlakuan sama.
• Lepas air tua dilakukan pada siang hari dengan konsentrasi air garam 24–25°Be dan ketebalan air 3–5 cm. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
d. Proses Kristalisasi
• Pemeliharaan meja begaram
• Aflak (perataan permukaan dasar garam) www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
e. Proses Pungutan
• Umur kristal garam 10 hari secara rutin
• Pengaisan garam dilakukan hati-hati dengan ketebalan air meja cukup atau 3–5 cm.
• Angkutan garam dari meja ke timbunan membentuk profil (ditiriskan), kemudian diangkut ke gudang atau siap untuk proses pencucian. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah

f. Proses Pencucian
• Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya.
• Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan garam cucian lebih baik atau bersih. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada proses pertambakan pada garam terdapat hambatan-hambatan atau berbagai berpengaruh dalam hasil produksinya, seperti :
• Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.
• Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.
• Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. www.google.com/Kabjeneponto/ Harmonisasi-Sinergi Pemerintah Daerah
Pada tahapan perawatan para pekerja tidak mengeluarkan biaya dalam pengejaannya. Sebagaimana perkataan KN (28 tahun) bahwa hampir tidak ada pengeluaran yang dikeluarkan dalam perawatan. Di saat panen masyarakat mengikatnya pada bambu, menurutnya lagi bahwa disaat panen, garam dikait dengan menggunakan bambu yang di sesuaikan dengan lahan
Namun tak sedikit dari mereka, di saat panen tiba mereka menampungnya, berdasarkan penuturan KN (28 tahun) :
Setelah panen garam di tampung di area penjualannya, datang pedagang untuk mengambilnya, penjualannya kepada pedagang tergantung dari hasil produksinya ataupun permintaan pasar.

Ketika hasil panen telah di kumpulkan maka hal tersebut sudah siap di pasarkan dan memberikan upah kepada kelompok atau para penanam yang telah di sepakati sebelumnya. Lanjut beliau adapun kalau mau ditumpuk tergantung dari individu dan biasanya mereka menjual garam yang di tumpuk pada saat harga garam naik (mahal). Dalam proses kerja panen berkelompok pada masyarakat tertentu membagikan hasil panen yang di dapatkan merupakan hal yang sering di lakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok ketimbang di jual.
Menurut BR :
Pembagian hasil dalam penambakan garam di desa Arungkeke berkisar 50:50 namun ada juga yang tidak merata yakni 30 : 70. Pada pembagian para pekerja dan pemilik lahan membagianya bukan dalam uang namun pembagiannya dalam bentuk garam serta keuntungan dalam perbulannya tergantung dari permintaan pasar
Pembagian hasil dalam penambakan di desa ini tidak berbentuk uang melainkan berbentuk garam serta lanjut beliau bahwa keuntungan perbulannya tergantung dari permintaan pasar serta terkadang mereka masih menggunakan system barter, yaitu antara garam dengan kayu.

Penghasilan dari produksi di pasarkan daritahun ketahun. Berdasarkan BL (39 tahun) bahwa :
• Tahun 2005 jumlah yang di pasarkan mencapai 15000-30.000
• Tahun 2006 jumlah yang di pasarkan mencapai 100.000-110.000
• Tahun 2007 jumlah yang di pasarkan mencapai 7.000
• Tahun 2008 jumlah yang di pasarkan mencapai 3.000
• Tahun 2010 jumlah yang di pasarkan mencapai 10.000-15.000

SEANDAINYA ORANG TUA SEPERTI SAHABAT

Satu-satunya cara menghargai kebaikan adalah dengan kebaikan, salah satunya jalan untuk memilih seorang sahabat adalah dengan menjadi seorang sahabat (Raiph Waldp Emorson)
Kebayang deh sobat kalau ortu kita bisa jadi sahabat, serasa betah trus di rumah. Kita bisa bercengkrama apa aja dengan ortu, sama halnya disaat kita lagi ngobrol ma temen-temen. Kita juga bisa curhat apa aja karena kita yakin bahwa mereka peduli dengan segala aktivitas kita. Demikian pula kita bisa tetap bersamanya dalam kondisi apapun.
Sobat, ingat nggak lirik lagunya Audi. Arti cantik yang menyanyikan lagu berjudul arti sahabat. Kurang lebih gini liriknya:
Kita bernyanyi untuk sahabat,
kita berbagi untuk sahabat,
kita bisa jika bersama
Yup, memiliki seorang sahabat memang asik banget. Kita bisa bernyanyi bersama, berbagi bersama saat duka maupun suka. Kita juga bisa selalu bersama disaat kita saling membutuhkan, sekalipun kita jauh namun hati ini kudu’ selalu dekat.
Tau nggak sobat, kenapa ketika kita bersama sahabat kita bisa bebas curhat, ngobrol panjang lebar dan sebagainya bahkan selalu betah bersamanya? Karena kita bisa bebas ngelakuin apa aja bersamanya Karena kita dah saliing mengenai antar sama lain. Kita bisa merasakan kehilangan manakala ia menjauh dari kita, kita juga merasa khawatir jika ia tidak menyapa kita.
Emm masih banyak lagi deh, nikmatnya punya sahabat…
Wahhhh...gimana yah kalau ortu kita juga bisa menjadi seorang sahabat yang selalu ada untuk kita. Gini, kamu jangan membuat jurang pemisah antar kamu dengan ortumu. Maksudnya usahaiin kamu selalu deket dengannya. Awalnya kamu harus memulai pembicaraan deluan kepadanya. Terserah kamu deh mau ngobrolin apa aja tapi yang lebih ampuhnya sih di selipin lelucon dikit-dikit. Lalu kamu mulai mencoba mengenali, mempelajari, memahami kebiasaan ortu kamu. Misalnya kita harus tau nih apa yang ia sukai, baik itu tergolong makanan ataukah sebuah benda yang amat ia inginkan.
Sobat, kita sering nggak nyadar kalau mereka sebenarnya punya harapan besar loh kepada kita karena jarang sekali ortu mengungkapkan secara terbuka mengenai harapan itu. Tapi kalau kita pandai menangkap guratan wajahnya, sorot matanya bahkan juga senyumnya maka kita akan merekam dengan jelas harapan mereka.
Selain itu sobat, ingat yah jangan pernah merasa lebih tinggi dari mereka. Mengalah merupakan jalan yang ampuh untuk mengambil hatinya. Disini bukan maksudnya mengajarin kamu untuk jadi pecundang, nggak kok! tapi ini hanya sekedar bentuk penghargaan untuk mereka. Emang sih kita pengen ortu juga ngertiin kita, selain kita ngertiin mereka namun inget kalau kewajiban kita kudu’ harus di jalanin dengan berbakti termaksud menghargai keputusan mereka. Inget nggak kisah Abdullah Bin Mas’ud. Beliau berkata gini :
“Aku bertanya kepada Rasulullah : Amalan apa yang di cintai oleh Allah. Beliau menjawab: sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi, kemudian apa. Beliau menjawab : berbakti kepada orang tua. Aku betanya lagi. Kemuaida apa. Beliau menjawab: jihad dijalan Allah”. (HR Bukhari dan muslim)
Nah…gimana..dah tergambarkan kalau berbakti kepada ortu kudu’ harus dijalanin and emang harus di patuhin…aku hanya punya saran nih buat kamu semua sobat, kalau kamu udah deket ma ortu maka kamu kudu’ punya hak untuk mengutarakan segala keinginan kamu dan harapan kamu kepada mereka. Kamu juga kudu’ jujur dan berani menyamakan persepsi kamu dengan ortu kamu dalam upaya menjalin kerjasama demi terwujudnya persahabatan itu.
Uups terakhir nih, ingat yah sobat menjalin persahabatan emang nggak gampang dan kudu’ lama sih untuk meraihnya sekaligus mempertahankannya. Nah but notting is imposible kan apalagi buat ortu. Terasa indah loh kalau kita deket dengan mereka. Keindahannya tak dapat di gambarkan dengan kata-kata.
Sekian and terima kasih
Teruntuk Orangtuaku tercinta, tersayang dan segalanya buat mereka. Ku harap tulisan ini bisa menjadi ungkapan rasa sayangku buat mereka.
………Ayaku tercinta Surnadi and Ibuku tersayang Ratnawati……….

Kamis, 01 Juli 2010

Jilbab: Kewajiban, Bukan Sekedar Budaya

Pada saat dunia Barat rame-rame melarang cadar, maka di Indonesia juga ada yang mengusik kewajiban berjilbab. Universitas ternama di Indonesia menggelar seminar dengan tema : Jilbab: Kewajiban atau Sekedar Budaya”, dengan menghadirkan tokoh liberal Musdah Mulia. Sebagaimana biasa, Musda akan memberikan pendapat yang berbeda dengan Al Qur’an dan Hadits. Misalnya jawaban Musdah atas pertanyaan salah seorang peserta: ” kenapa Anda pakai kerudung?” Musda menjawab: “karena kebiasaan yang sudah dibangun sejak dia nyantri dahulu”.

Sebenarnya ini adalah lagu lama kelompok liberal. Mereka mengatakan jilbab tidak wajib dan menyebutkan batasan berpakaian bagi perempuan menurut Al Qur’an adalah menutup aurat (termasuk kepala, telinga dada, dan leher) dan mengenakan pakaian yang sesuai dengan standar dan etika kesopanan yang berlaku. Dan bila khimar (kerudung) tidak lagi diperlukan sebagai identitas muslimat, maka khimar menjadi tidak wajib[2] Selanjutnya dikatakan kalau menutup aurat itu merupakan Adat kebiasaan orang Arab. Praktek pemakaian cadar dan penutup kepala merupakan kebiasaan sebelum Islam. Begitu pula istilah Zinah (perhiasan), tabarruj, khimar dan jilbab, bahkan masyrakat Romawi Timur Kuno sudah mengenal bentuk pakaian penutup seluruh tubuh perempuan agar lekukan tubuhnya tidak tampak[3].

Bantahan bahwa Menutup Aurat & Jilbab :Adat-Istiadat/Budaya Orang Arab

Penolakan terhadap hukum syari’ah yaitu kewajiban bagi muslimah berjilbab karena hal itu merupakan adat kebiasaan/budaya orang arab. Jika dilihat sekilas seakan-akan benar, karena adat istiadat memang tidak bisa dipakai sebagai dalil syara’. Akan tetapi jika diperhatikan nampak sekali nuansa liberalnya. Argumen tersebut merujuk argumen historis kelompok liberal yaitu hukum Islam yang ada sekarang adalah produk abad pertengahan, bahkan dipengaruhi adat-istiadat sebelum Islam. Dan hukum dibentuk berdasarkan latar belakang sosial dan politik masyarakat ketika itu. Hukum tersebut merupakan sebuah respon terhadap keperluan dan kepentingan masyarakat saat itu. Menurut Fazlur Rahman:

The Qur’an is the divine response to qur’anic times, throughthe prophet’s mind, to the moral social situation of the prophet’s Arabia, particularly to the problem of the comercial Meccan Society of this day(Al Qur’an adalah respon ilahi atas masa al Qur’an, melalui pemikiran nabi , terhadap situasi moral dan sosial nabi Arab, khususnya permasalahan komersial masyarakat Makkah pada saat itu)[4]

Rahman mengatakan bahwa jilbab itu tidak wajib bagi mulimah akan tetapi perintah itu karena jilbab kedudukannya sebagai adat kebiasaan orang arab, bahkan dipengaruhi adat-istiadat sebelum Arab. Lebih jelasnya pendapat mereka bahwa adat kebiasaan suatu kaum -dalam kedudukannya sebagai adat- untuk dipaksakan terhadap kaum lain, atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu. Dalam surat Al-Ahzab(33):59 : Allah memerintahkan kaum mu’minah agar mengulurkan jilbabnya. Feminis/Liberal menilai bahwa menutup aurat adalah ajaran yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab, sehingga bangsa-bangsa lain yang adat istiadat/ budayanya tidak demikian tidak wajib menggunakan jilbab. Feminis/Liberal menuduh hukum wajibnya muslimah berjilbab merupakan adat kebiasaan orang Arab. Atau dengan kata lain produk budaya Arab.

Memang benar adat kebiasaan tidak bisa dijadikan sebagai dalil hukum syara’.akan tetapi apakah benar bahwa jilbab itu merupakan adat kebiasaan orang Arab?. Sebelum menjawabnya, terlebih dahulu harus difahami tentang aurat wanita, dan bagaimana cara menutupnya. Untuk menutup aurat wanita yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan maka wanita diperintahkan memakai jilbab (QS. al Ahzab[33];59) dan khimar (kerudung) (QS. An Nur[24];31). Jilbab adalah pakaian luas semacam baju kurung yang menutupi seluruh tubuh dari leher, dada,tangan sampai kaki dan kerudung untuk menutup kepala, leher sampai dengan dada.

Jilbab merupakan pakaian wanita pada kehidupan umum/keluar rumah: pasar, jalan dsb. Jilbab merupakan pakaian longgar yang menutupi pakaian keseharian wanita di rumah. Hal ini bisa difahami dari hadits Ummu ‘Athiyah ra.

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا[5]

Artinya: Dari Ummu Athiyah berkata: Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari Fithri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil baligh, Wanita-wanita yang sedang haid maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meningggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslim . Aku bertanya, “Wahai Rasulullah salah seorang diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” rasulullah saw menjawab: Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya (HR Muslim).

Berbagai bukti menunjukkan bahwa jilbab bukan adat kebiasaan/budaya orang arab adalah pertama, asbabun nuzul Surat An Nur ayat 31. Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang, sehinggga kelihatan gelang-gelang kakinya, dada dan sanggul. Selanjutnya Asma, berkata “Alangkah buruknya pemandangan ini, maka turunlah ayat ini (surat AnNur[24];31) sampai auratinnisa‘ berkenaan dengan peristiwa tersebut yang memerintahkan kaum mu’minat menutup aurat (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah)[6]

Dari asbabun nuzul surat An Nur ayat 31 tersebut jelas sekali bahwa dikatakan gelang-gelang kaki, dada, sanggul perempuan arab saat itu terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa saat itu dia belum memakai jilbab. Jika rambut, dada dan kaki tidak dikatakan sebagai aurat tentu saja tidak perlu lagi perintah menutup aurat .

Kedua, asbabun Nusul Surat Al Ahzab[33] ayat 59. Diriwayatkan bahwa isteri-isteri Rasulullah pernah keluar malam untuk qadla hajat buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin menganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah Saw, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunlah ayat (surat Al Ahzab[33];59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar berbeda dari hamba sahaya.[7](diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam at Thabaqat yang bersumber dari Abi malik. Diriwayatkan pula Ibnu Sa’d yang bersumber dari Hasan dan Muhammad bin Ka’b al Quradli) [8]

Dari bukti-bukti tersebut diatas, jelas bahwa orang yang mengatakan: jilbab adalah produk budaya Arab atau adat kebiasaan/budaya orang Arab adalah tidak benar. Argumen itu hanyalah dalih untuk menolak hukum syari’ah yaitu perintah wajib berjilbab bagi muslimah. Kewajiban berjilbab bagi muslimah berdasar pada surat An Nur[24];31, Al-ahzab[33];59 dan hadits Rasulullah Saw bukan yang lain.

Di dalam al Qur,an terpadat pada surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 59. Terdapat qarinah yang jelas dalam kedua surat tersebut bahwa menutup aurat bagi wanita hukumnya wajib. Hanya saja tidak disebutkan batasannya didalam Al Qur’an. Akan tetapi di dalam hadits diperinci secara jelas batasan aurat wanita, pakaian yang bagaimana yang bisa menutup aurat dan apa yang disebut jilbab serta kapan harus memakai jilbab.

Adapun perbedaan ulama’ tidak mengenai perintah wajibnya karena para ulama’ madzhab sepakat tentang hal itu. Hanya saja mereka berbeda mengenai batasan aurat dan perbedaannya pada hal yang masih bisa ditolelir: masalah ijtihadi (Dalil dzonni dilalah : suatu dalil yang mempunyai makna lebih dari satu). Perbedaan tersebut bersumber dari penafsiran الا ما ظهر منها (kecuali yang biasa nampak) dalam surat An Nur ayat 31.

Jumhur ulama’ tidak berbeda mengenai status hukumnya, bahwa hukum menutup aurat adalah wajib. Hanya saja mereka berbeda mengenai batasan aurat. Sebagian berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan yang lain berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.

Menurut jumhur ulama’ bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Muka dan telapak tangan termasuk punggung tangan bukan aurat Hal ini berdasarkan: Sabda Rasulullah Saw :

“Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang setengah dari tangannya)”(HR ath Thabari).

Dalam riwayat yang lain dikatakan menampakkan kedua tangannya (Rasulullah Saw lantas menggenggam pergelangan tangannya sendiri, lalu membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain.

Juga terdapat pada hadits shaheh riwayat Ibnu Hibban. Dari Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda:

المراءة عورة

Artinya: Wanita adalah aurat ( HR Ibnu Hibban).

Dan hadits

ان الجارية اذا حاضت لم يصلح ان يرى منها الا وجهها ويدها هلا مفصل

‘Sesungguhnya anak perempuan apabila telah haidh tidak dibenarkan terlihat darinya kecuali wajah dan tangannya sampai persendian (pergelangan tangan).(HR Abu Dawud) [9]

Kaki termasuk aurat. Hal ini berdasarkan hadits shahih riwayat Nasa’i dan Tirmidzi.

“Dan dari Ibnu Umar ia berkata Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat . Lalu Ummu Salamah bertanya: Lalu bagaimana perempuan harus berbuat terhadap ekor pakaiannya? Nabi menjawab: Turunkanlah sejengkal. Ummu Salamah berkata;: kalau demikian masih terlihat kaki- kaki mereka . Hendaklah mereka menurunkannya sehasta, jangan mereka melebihkan dari itu”(HR Nasa’i dan Tirmidzi, dan Tirmidzi mengesahkannya).

Dan riwayat yang lain:

Sesungguhnya isteri-isteri Nabi Saw . Lalu Nabi Saw menjawab: Turunkanlah ia sejengkal. Kemudian mereka menjawab: kalau sejengkal tidak dapat menutup aurat. Lalu Nabi menjawab: panjangkanlah ekor kainnya itu sehasta(HR Ahmad)[10]

Menutup Aurat & Jilbab dalam Pandangan Islam:Wajib

Kalau kita memperhatikan sebelum Alloh memerintahkan menutup aurat yang terdapat dalam surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab 59, terlebih dahulu Allah memerintahkan menahan pandangan (ghadldlul al Bashar) dalam surat An Nur [24] ayat 30. Hal ini menunjukkan keterkaitan antara menutup aurat dengan menundukkan pandangan[11]. Surat an Nur ayat 30:

قُل لِلمُؤمِنينَ يَغُضّوا مِن أَبصٰرِهِم وَيَحفَظوا فُروجَهُم ۚ ذٰلِكَ أَزكىٰ لَهُم ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبيرٌ بِما يَصنَعونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat[12].

Ayat tersebut memerintahkan kaum mu’minin untuk menundukkan pandangan terhadap aurat perempuan yaitu selain muka dan telapak tangan. Karena melihat selain muka dan telapak tangan hukumnya haram. Termasuk rambut, leher, kaki, dada, dsb. Bukhari meriwayatkan hadits berkenaan dengan surat An Nur ayat 31 :

وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي الْحَسَنِ لِلْحَسَنِ إِنَّ نِسَاءَ الْعَجَمِ يَكْشِفْنَ صُدُورَهُنَّ وَرُءُوسَهُنَّ قَالَ اصْرِفْ بَصَرَكَ عَنْهُنَّ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ وَقَالَ قَتَادَةُ عَمَّا لَا يَحِلُّ لَهُمْ[13].

Artinya: Dan Sa’id nin Abi Hasan berkata kepada Hasan;”Sesungguhnya para wanita non ‘Arab selalu menyingkapkan dada dan rambut mereka”.Mendengar itu Hasan berkata: Palingkan pandanganmu”-Firman Allah: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya dan Qatadah berkata tentang hal itu (aurat wanita) tidak gala bagimu (HR. Bukhari)

Selanjutkan dalam surat An Nur ayat 31 Allah menjelaskan juga batasan aurat yang boleh dilihat yaitu selain muka dan telapak tangan[14]. Dengan demikian haram melihat aurat wanita .Dan boleh melihat selain aurat yaitu muka dan telapak tangan. Surat An Nur ayat 31

وَقُل لِلمُؤمِنٰتِ يَغضُضنَ مِن أَبصٰرِهِنَّ وَيَحفَظنَ فُروجَهُنَّ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا ما ظَهَرَ مِنها ۖ وَليَضرِبنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلىٰ جُيوبِهِنَّ ۖ وَلا يُبدينَ زينَتَهُنَّ إِلّا لِبُعولَتِهِنَّ أَو ءابائِهِنَّ أَو ءاباءِ بُعولَتِهِنَّ أَو أَبنائِهِنَّ أَو أَبناءِ بُعولَتِهِنَّ أَو إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى إِخوٰنِهِنَّ أَو بَنى أَخَوٰتِهِنَّ أَو نِسائِهِنَّ أَو ما مَلَكَت أَيمٰنُهُنَّ أَوِ التّٰبِعينَ غَيرِ أُولِى الإِربَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفلِ الَّذينَ لَم يَظهَروا عَلىٰ عَورٰتِ النِّساءِ ۖ وَلا يَضرِبنَ بِأَرجُلِهِنَّ لِيُعلَمَ ما يُخفينَ مِن زينَتِهِنَّ ۚ وَتوبوا إِلَى اللَّهِ جَميعًا أَيُّهَ المُؤمِنونَ لَعَلَّكُم تُفلِحونَ

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

يٰأَيُّهَا النَّبِىُّ قُل لِأَزوٰجِكَ وَبَناتِكَ وَنِساءِ المُؤمِنينَ يُدنينَ عَلَيهِنَّ مِن جَلٰبيبِهِنَّ ۚ ذٰلِكَ أَدنىٰ أَن يُعرَفنَ فَلا يُؤذَينَ ۗ وَكانَ اللَّهُ غَفورًا رَحيمًا

Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam Nidzam Ijtima’i fi Al Islam, Syekh Taqiyuddin An Nabhani menyebutkan yang dimaksud dengan kata “Zinah”(perhiasan) adalah “mahalluzzina min a’dho’i al Mar’ati”.

Dengan demikian yang tidak boleh terlihat pada wanita adalah tempat perhiasan mereka: rambut, leher, tangan dan kaki. Dengan kata lain aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan terlapak tangan Kalimat ولا يبدين زينتهن (Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya) dalam Surat an Nur ayat 31. Kata ولا menunjukkan ath thalabu at tarki (tuntutan untuk meninggalkan). Kalimat: واليضربن بخمرهن على جيوبهن (dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kerudung ke dadanya). Lam pada kata واليضربن merupakan lam amar (perintah menunjukkan ath thalabu al fikli (tuntutan untuk mengerjakan). Dan Kata يدنين من جلببهن (mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka) dalam surat al Ahzab ayat 59 . Kata عليهن menunjukkan ath thalabu al fikli (tuntutan untuk mengerjakan).

Untuk menunjukkan bahwa tuntutan menutup aurat dalam surat an Nur ayat 31 dan al Ahzab 59 merupakan hukum wajib perlu, ada qarinah yang jazim(indikasi yang pasti) sebagai berikut:

Pertama, adanya pujian bagi orang yang melaksanakan perintah menutup aurat akhir dari ayat tersebut š لعلكم تفلحون(supaya kamu beruntung) pada akhir Surat An Nur ayat 31 menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan kewajiban. Dan adanya perintah untuk bertaubat: وتو ب الى الله ( maka bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah) pada akhir surat al Ahzab ayat 59. Hal ini menunjukan bahwa membuka aurat hukumnya haram dan berdosa. Karena jika anjuran tentu Allah tidak memerintahkan bertaubat.

Kedua, adanya dzam (celaan) bagi orang yang membuka aurat menunjukkan bahwa mentup aurat merupakan kewajiban. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan Ahmad dan Muslim[15]. “Dan dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah:

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا[16]

Ada dua macam golongan dari ahli neraka yang tidak kuketahuinya lagi sesudah itu, yaitu perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang berpaling dan memalingkan, diatas kepala mereka ada(sanggul sebesar kelasa onta yang bergoyang-goyang, mereka itu tidak dapat melihat surga dan tidak dapat mencium bauhnya. Dan laki-laki yang selalu membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu dipukulnyalah manusia (HR Ahmad dan Muslim)

Ketiga, Rasulullah Saw bersabda:

“Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang setengah dari tangannya)”(HR ath Thabari).

Dalam riwayat yang lain dikatakan:

menampakkan kedua tangannya (Rasulullah Saw lantas menggenggam pergelangan tangannya sendiri, lalu membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain.

Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali muka dan telapak tangan juga berdasarkan hadits shaheh riwayat Ibnu Hibban. Dari Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda:

المراءة عورة

Artinya: Wanita adalah aurat”( HR Ibnu Hibban).

Dan hadits

ان الجارية اذا حاضت لم يصلح ان يرى منها الا وجهها ويدها هلا مفصل

‘Sesungguhnya anak perempuan apabila telah haidh tidak dibenarkan terlihat darinya kecuali wajah dan tangannya sampai persendian (pergelangan tangan).(HR Abu Dawud) [17]

Rasulullah Saw. Bersabda:”Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua tangannya kecuali sampai di sini” Hadis tersebut menunjukkan tuntutan meningggalkan (ath thalabu at tarki)/ larangan bagi wanita untuk menampakkan aurat. Dan larangan ini kedudukan hukumnya bukan makruh, akan tetapi haram karena ada qorinah yang pasti berupa tuntutan untuk meninggalkan disertai dengan kata iman yaitu: percaya kepada Allah dan hari kemudian. Karenanya wanita diharamkan menampakkan aurat. Tentu saja hal ini menunjukkan wajibnya wanita menutup aurat.
Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I[1]
(Nara Sumber Radio pada Rubrik Ketahanan Keluarga, Program Radio Cermin Wanita Sholihah, MMC- Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Peranan Wanita Dalam Pembudidayaan Rumput Laut

Peranan Wanita Dalam Perencanaan Keluarga
Ibu merupakan salah seorang pelaku pernikahan yang berjenis kelamin wanita. Seorang wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam suatu upacara pernikahan sebelum di resmikan statusnya sebagai seorang istri dan pasangannya sebagai suami. Bagi wanita yang statusnya belum menjadi Istri dalam keluarga disebut sebagai anak wanita. Pada masyarakat di Dusun Bombong Desa Biangkeke Kecamatan Pajukuakang Kabupaten Bantaeng adanya ketentuan umur yang tergolong sebagai status wanita yang sudah bersuami disana. Menurut Ibu Rahma (22 Tahun):
Wanita yang berumur 15-18 tahun keatas merupakan wanita yang sudah berstatus istri sedangkan wanita yang berumur 14 tahun ke bawah belum berstatus sebagai istri. (wawancara, 06 2010)

Penulis Mengambil Gambar Seorang Ibu Di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.

Namun hal tersebut berbeda dengan penuturan Ika ( tahun) bahwa di Dusun ini terdapat anak wanita yang telah menikah pada usia 14 tahun.

1. Peranan wanita (Istri) Dalam Pembinaan Keluarga
Seorang istri dalam keluarga bertugas sebagai pengurus rumah tangga. Pemenuhan segala kebutuhan hidup rumah tangga dapat di penuhi dengan bertanggung jawab terhadap upaya pewarisan nilai-nilai agama dan tradisi, seorang ibu memiliki andil yang cukup besar dalam proses pembinaan terhadap keluarga yang terkhususkan kepada anak-anak mereka. Keterampilan pengetahuan nilai agama dan tradisi di ajarkan sejak dini oleh seorang Istri atau Ibu, baik melalui perilaku-prilaku sosial dalam lingkup pergaulan (awal anak-anak berinteraksi dengan lingkungan) yang berlaku pada masyarakat maupun pengetahuan yang di dapatkannya dari pendidikan formal (memasukkannya ke sekolah). Pentingnya pendidikan formal maupun non-formal menurut masyarakat Dusun Bombong pun amatlah penting. Seperti yang diutarakan oleh Ibu Rahma (22 tahun):
Pendidikan yang di peroleh dari sekolah sangat penting untuk anak dan keterampilan yang kami ajarkan dari kecil sangat berguna nantinya ketika mereka tumbuh besar.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Tak sedikit pengetahuan para wanita disana setujuh terhadap penuturan tersebut bahwa pendidikan formal amatlah penting bagi anak-anak mereka sebagaimana penuturan Ibu Hasna:
Pendidikan formal tidaklah begitu penting di bandingkan pendidikan non formal karena mereka (anak-anak) lebih dapat membantu saya dalam memenuhi kebutuhan keluarga dibandingkan ketika mereka mendapatkan pengetahuan formal yang hanya menghabiskan uang.
(wawancara, 06 Maret 2010)
1. Peranan wanita (Istri dalam mengasuh dan merawat anak)
Anak-anak dalam keluarga merupakan penerus (pewaris) berbagai nilai agama dan tradisi. Menjaga dan merawat anak dari pengaruh yang bertentangan dengan nilai agama dan tradisi budaya dalam masyarakat mereka, tak terlepas dari tugas seorang istri atau ibu. Berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya (dengan kemampuan ekonomi mereka tentunya) yang bersifat positif dan mengupayakan perawatan kesehatan fisik maupun rohani agar supaya dapat menjadi benteng pertahanan mereka ketika berinteraksi ke dunia luar (lingkungan masyarakat).

2. Peranan anak dalam keluarga
Melanjutkan stapet keterampilan keluarga, meneruskan dan berusaha menjadi tulang punggung setelah kepala rumah tangga (suami) tidak dapat lagi mengerjakannya atau sudah tiada.
Pemenuhan kebutuhan sejak mereka kecil dari segi keterampilan formal maupun non-formal serta nilai-nilai social yang berlaku dalam masyarakat, telah tercukupi oleh sebagian dari mereka sejak mereka masih kecil, sehingga seorang anak yang sudah cukup besar dan sanggup mengerjakan apa yang di kerjakan oleh orang dewasa di tuntut untuk megerjakannya juga. Mereka (anak) akan merasa malu terutama bagi anak laki-laki namun hal ini juga dapat berlaku terhadap anak wanita (sekalipun tarafnya lebih kecil) ketika tidak turut andil dalam melakukannya. Pengamatan yang penulis dapatkan di Dusun Bombong, terlihat beberapa anak wanita (berkisar 8-15 tahun) turut membantu kegiatan orangtua mereka, sekalipun jumlah anak wanita disana sangat kecil karena sudah banyak yang telah menikah dan tidak menetap disana. Menurut Nika (14 tahun):


Kedudukan seorang anak dalam keluarga sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan mereka, di samping sebagai penerima nilai (pewaris dalam keluarga) sosial dari orang tua juga harus melanjutkan pekerjaan kepala rumah tangga (suami) demi tercukupinya kebutuhan mereka selanjutnya.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa seorang anak dapat menjadi tulang punggung keluarga baik laki-laki maupun wanita yakni menggantikan pekerjaan kepala keluarga (ayah) kelak amatlah penting tak berlaku ketika seorang anak telah menikah. Anak yang telah menikah akan menjadi tulang punggung keluarga barunya, menurut Ibu Rahma (22 tahun):
Saya telah menikah selama 6 tahun, sebelum menikah saya dapat membantu orangtua dengan mengolah rumput laut sebagai tambahan keuangan pemenuhan keluarga dan lain sebagainya, namun setelah menikah hingga sekarang saya hanya dapat membantu keluarga baru saya (suami dan anak) dengan mengolah rumput laut.
(wawancara , 06 Maret 2010)
Sekalipun demikian para wanita yang telah bersuami masih dapat membatu orangtua mereka sebagaimana Ibu Rahma melanjutkannya bahwa saya masih dapat membantu orangtua namun hanya sebagian kecil saja, tak sama setelah menikah.
Pemenuhan kebutuhan yang di lanjutkan oleh anak yang belum berstatus sebagai istri dan suami dalam keluarga di peruntutkan bagi anak pria maupun wanita. Berdasarkan penglihatan saya di Dusun Bombong, disana juga berlaku bagi mereka. Hal ini di utarakan oleh Nika (14 tahun): Anak pria dan wanita sama-sama bisa membantu orang tua mereka.
Namun bedanya, terlihat dalam pembagian peran anak-anak di sana berbeda, beberapa anak wanita berperan dalam tahap pengikatan bibit (pembibitan) sedangkan para anak pria berperan dalam tahap penanaman rumput laut. Hal tersebut telah dilihat oleh penulis disaat beliau menelusuri Dusun Bombong itu. Penulis melihat beberapa anak pria dan wanita sedang mengerjakan tugas mereka masing, anak pria terlihat di pinggiran dan atas perahu di pantai sedangkan para anak wanita di bawah kolom-kolom rumah mereka.
5.2 Peranan Wanita Dalam Pengolahan Rumput Laut
Dalam pengolahan rumput laut terdapat tiga cara atau proses yang di lakukan. Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Rezki:
Ada tiga proses dalam pengolahan rumput laut yaitu pada proses awal mereka sebut sebagai proses pembibitan (pengikatan bibit pada bentang), lalu di lanjutkan pada tahapan kedua yaitu penanaman (pemasangan bibit), serta yang terakhir proses penjemuran (pengeringan). (wawancara, 07 Maret 2010)


Rumput laut di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.

Pada proses penanaman bibit (sebutan untuk pemasangan bibit), para petani/nelayan rumput laut menjadikannya sebagai bagian dalam proses awal. Dimana pada proses ini, para petani/nelayan memasang bibit untuk ditanam yang dikerjakan oleh kaum pria.


Pembibitan rumput laut yang telah di bibit dan di tanam, di dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.
Disaat penulis memperhatikan cara pembibitan rumput laut di Dusun ini, mereka penanaman bibit setelah melalui tahap pembibitan mengaitkan rumput laut pada bentang (tahapan kedua). Bagi masyarakat disana bentang merupakan tali yang terbuat dari tali nilon. Selain itu tempat mengerjakannya di bawah rumah (rumah di Dusun bombing dominan tergolong rumah panggung).
Dalam pengelolahan rumput laut di Dusun Bombong kaum wanita berantusias dalam mengerjakannya, apalagi dalam tahapan pengikatan. Menurut Ibu Hasna: Wanita memiliki andil yang besar dalam proses pengolahan rumput laut
Ketika penulis melihat, kegembiraan terpancar dari wajah kaum wanita di Dusun Bombong selama berjam-jam duduk mengikat rumput laut pada bentang. Nampak mereka tengah asik mengerjakannya. Sebagaimana penulis mengambil gambar, di bawah kolom rumah di sore hari, sebagai berikut :


Kegiatan pengikatan rumput laut pada bentang di bawah kolom rumah, disore hari, di Dusun Bombong Desa Biangkeke Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng.


a. Peranan wanita (Istri) dalam pengelolahan rumput laut.
Dalam proses pengolahan rumput laut peran seorang istri amatlah besar , yakni mencakup dalam pembibitan dan penjemuran. Menurut Ibu Rahma (22 tahun):

Pada tahap pengelolaan rumput laut terbagi menjadi tiga bagian yaitu tahapan pembibitan, penanaman dan penjemuran”. Para wanita memiliki bagian daam tahapan pembibitan rumput laut.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Selain itu, dalam proses penjemuranpun kaum wanita memiliki peran yang lebih. Sebagaimana perkataan Ibu Hasna :

Dalam tahap penjemuran wanita mempunyai andil yang besar dibandingkan dengan kaum pria. (wawancara, 06 Maret 2010)

Dalam penentuan pengerjaan (waktu) pembibitan para istri atau ibu megerjakannya di waktu pagi hingga sore hari. Namun, mereka berhenti beberapa saat sebanyak 2 kali lalu melanjutkannya hingga malam hari. Berdasarkan perbincangan penulis dengan Ibu Hasna:
Pembibitannya dimulai pukul 08.00 setelah mereka mengurus anak-anak kesekolah dan memasak untuk keluarga lalu berhenti pada pukul 12.00-1300 untuk beristirahat dan mereka melanjutkannya lagi hingga pukul 16.00, terkadang mereka masih mengerjakannya hingga malam hari (22.00) di saat ketersediaan rumput laut cukup melimpah.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Penuturan tersebut berbeda berdasarkan perbincangan penulis dengan Ibu (siapa lagi namanya mamanya rezky) bahwa :
Pada tahapan pembibitan Istri memulainya pada pukul 09.00 atau sekitar 09.30 pagi setelah semua kebutuhan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan sebagainya
Pengerjaan pembibitan yang dikerjakan oleh istri tergantung dari kesanggupan dan kemauan para Istri. Hal ini sesuai dengan perkatan Ibu Rahma (22 tahun) bahwa :
Pekerjaan pembibitan dalam penentuan waktu tergantung dari kesanggupanan dan kemauan para istri atau ibu. (wawancara, 06 Maret 2010)
Rumput laut membawa perubahan besar pada peran wanita di desa-desa petani/nelayan Sulawesi Selatan dalam tiga tahun terakhir. Penulis lepas Luna Vidya yang sehari-hari bergelut dalam pemberdayaan potensi pertanian, membagi hasil pengamatannya di sejumlah Desa nelayan di pesisir selatan. Budidaya rumput laut menjadikan tenaga wanita dihargai secara ekonomi, namun sayang belum dilibatkan sepenuhnya dalam pelatihan teknis budidaya, yang masih di dominasi pria.
Hal tersebut tidak memiliki perbedaan jauh pada istri yang di tinggal mati oleh suaminya atau berstatus janda. Seperti penuturan Ibu Hasna:
Istri yang yang berstatus janda dapat mengerjakan tahapan pembibitan dengan waktu yang sama dengan para istri yang lain. Namun hal ini berbeda dengan wanita yang belum menikah.
(wawancara, 06 Maret 2010)
b. Peranan wanita (anak wanita) dalam pengelolahan rumput laut
Orang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga di sebut sebagai seorang anak. Dalam tahapan pengelolahan rumput laut peran seorang anak wanita tak jauh berbeda dengan wanita yang telah menjadi istri dalam keluraga.

Pada proses pengikatan rumput laut, istri dan anak memiliki peran yang sama, namun dalam hal pembagian kerjanya kaum anak wanita memiliki sedikit waktu dalam pengikatan dibandingkan dengan para istri petani/nelayan. Pengelolaan yang dikerjakan oleh anak wanita, dimulai ketika mereka pulang dari menerima pendidikan formal di sekolah. Berdasarkan wawancara informan dengan Nika (14 tahun):
Dalam tahap pengikatan bibit pada bentang wanita yang belum menikah dan masih bersekolah mengerjakannya di saat sehabis sekolah hingga sore hari.
(wawancara, 07 Maret 2010)

Pengelolahan Rumput Laut Dilakukan Oleh Wanita (Istri) Dan juga anak Wanita, Penulis Mengambil Gambarnya Di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Banteng.

Menurut Ibu Hasna bahwa para Istri terkadang masih mengerjakannya hingga malam hari (22.00) di saat ketersediaan rumput laut cukup melimpah.
Selain itu sesuai perkataan Ibu Rahma (22 tahun) bahwa ada sebagian anak yang membantu ibunya melanjutkan pembibitan hingga malam hari, dan ada juga yang tidak.
c. Peranan wanita atau Istri yang tidak bersuami (janda) dalam pengolahan.
Wanita yang berstatus sebagai istri atau ibu dalam keluarga namun mereka telah di tinggal oleh suami (cerai atau meninggal) memilki peran yang tidak jauh beda dengan istri yang di tinggal mati oleh suaminya atau berstatus janda. Berdasarkan perbincangan penulis dengan Ibu Hasna:

Istri yang ditinggal mati oleh suaminya mengerjakan pembibitan dan penjemuran dengan waktu yang sama dengan seorang istri yang masih memiliki suami, namun hal ini berbeda dengan wanita yang belum menikah (anak). Pengikatan rumput laut pada bentang, tidak hanya dikerjakan oleh para wanita yang sudah menikah dan masih memiliki suami namun para wanita yang berstatus janda atau sudah tidak memiliki suamipun turut berperan dalam pengikatannya.
(wawancara, 06 Maret 2010)



Tahap Pengikatan Rumput Laut Pada Bentang Di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng
Sebagaimana perbincangan penulis dengan Ibu Hasna :
Saya sudah lam menjanda, suami sudah sudah lama meninggal. Pengikatan rumput laut sudah lama kerjakan demi memenuhi kebutuhan anak saya
Namun, pada tahapan pembagian kerjanya, wanita janda memiliki lebih banyak waktu. Pada pengikatan tersebut, wanita yang masih memiliki suami menghasilkan ikatan yang lebih sedikit di bandingkan oleh wanita yang berstatus janda. Lanjut penuturan ibu Hasna:
Tahapan pengikatan rumput laut, wanita yang berstatus janda lebih banyak menghasilkan ikatan ketimbang para wanita yang masih bersuami, hal tersebut terjadi karena ketersedian waktu wanita yang masih bersuami lebih banyak bergeluk di ruang domestik (mengurus keluarga: memasak untuk anak dan suami dll) sehingga bebannya bertambah sedangkan para wanita yang bertatus janda tidaklah demikian, sekalipun mereka juga masih memiliki anak namun mereka tidak perlu memasakkan suami, mengurus suami dll yang hanya diperuntutkan untuk anak mereka sehingga waktunya lebih banyak.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Selain pernyataan diatas, seorang wanita janda lebih banyak menghasilkan pembibitan (pengikatan bibit pada bentang) di bandingkan dengan wanita yang lain karena memiliki beban yang lebih berat di bandingkan wanita yang masih memiliki suami. Sesuai lanjutan perkataan Ibu Hasna:
Saya mengikat bibit pada bentang tak lain demi memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga yang tak bisa dikerjakan oleh suami saya seperti istri yang lain sehingga keikut sertaan saya mengelolah rumput laut sama dengan ibu yang lain, namun bedanya saya menjadi tulangpunggung keluarga.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Hasil yang diperolah dari pengikatan bibit pada bentang yang di kerjakan oleh istri yang sudah tidak bersuami (janda) maupun masih bersuamipun berbeda.
Menurut ibu Hasna:
Pengikatan rumput laut dalam sehari beliau memperoleh sebanyak 16 bentang dibandingkan dengan para wanita yang masih bersuami sebanyak 10 bentang. (wawancara, 06 Maret 2010)
Fenomena ini terjadi pada ibu hasna karena peran domestiknya tidak sama dengan wanita lain (dalam hal pengurusan keluarga). Istri memiliki peran domestik lebih besar dari wanita yang berstatus janda sekalipun mereka sama-sama memiliki anak namun pembagian peran istri lebih banyak dari janda. Hal ini dapat dilihat dari pembagian waktu dan kerjanya, istri memasak untuk suami dan anak-anak mereka sedangkan janda hanya memasak untuk anak-anak mereka sekalipun perbedaannya tidak terlalu besar (hanya masalah waktu). Belum lagi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, penghasilan masyarakat disana bergantung pada rumput laut. Penghasilan yang mereka peroleh di hitung tiap bentangnya. Berdasarkan wawancara penulis dengan ibu Rahma (22 tahun) sebagai berikut:
Penghasilan disini sangat bergantung dengan pengelolahan rumput laut, penghasilan kami di hitung tiap bentang dalam tahap pembibitan. Sehari kami mendapatkan penghasilan tidak menentu.
Adapun Jenis rumput laut dapat di kategorikan menjadi tiga jenis. Menurut Bapak Rezki:
Rumput laut terbagi menjadi tiga jenis yaitu : lipang (katonik), mammere’ (hijau) dan cengkeh (agak kemerahan)...
(wawancara, 07 Maret 2010)
Dalam jenis kualitas harga rumput laut tidaklah bervariasi (harganya tetap sama). Sebagaimana Bapak Rezki mengatakan:

Jenis-jenis rumput laut memiliki tingkat harga yang sama yaitu seharga 1500 perbentang dan 9500 per kilonya.
(wawancara, 07 Maret 2010)

Namun pengelolahan rumput laut di Dusun Bombong ketika penelitian berlangsung, mereka mengelolah rumput laut jenis lipang atau katonik.
Dalam hal pengeluaran keuangan keluarga petani/nelayan rumput laut sangatlah terbatas, penghasilan yang telah penulis tuliskan di atas tidaklah mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang layak. Penghasilan mereka yang kurang -20 ribu sehari, mengharuskan mereka membaginya dengan kebutuhan yang lain, seperti biaya sekolah anak-anak, kebutuhan pakaian dan perlengkapan pembibitan serta penanaman ketika sudah waktunya untuk diganti dan lain sebagainya. Seperti perkataan Ibu Rahma:

Pengeluaran keluarga selain pemenuhan kebutuhan pokok, pengeluaran yang lain seperti sekolah anak-anak (belum termasuk uang jajan), kebutuhan pakaian dan sebagainya amatlah penting untuk dipenuhi.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Sekalipun sebagian dari mereka memiliki ternak dan sawah yang dapat digarap lalu hasilnya di konsumsi sendiri terkadang sebagian juga dijual namun hal tersebut tidaklah mampu memenuhi kebutuhan mereka.

Menurut Ibu Hasna:
Saya memiliki 2 ternak dan setengah hektar sawah namun pemenuhan kebutuhan rumah tangga kami masih kurang.


d. Peranan Suami Dalam Pengolahan Rumput Laut


Penanaman rumput laut di Dusun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng.

Keikutsertaan wanita dalam pengolahan rumput laut menjadikan alasan tersendiri yang mesti dijawab oleh para suami mereka yaitu alasan apa yang menjadikan mereka untuk mengizinkan para istri mereka mengerjakannya juga. Penanaman bibit rumput laut pada petani/nelayan rumput laut diperankan sepenuhnya oleh para pria.

Dalam proses pemilihan lahan, wanita yang memiliki andil yang kecil di bandingkan dengan kaum laki-laki yang memiliki andil cukup besar dalam mengerjakannya. Berdasarkan perkataaan Bapak Rezki:

Dalam pengikatan bibit pada bentang wanita lebih berperan, namun hal tersebut tidak berlaku terhadap laki-laki. Para petani/nelayan laki-laki berperan dalam proses penentuan lahan pembibitan.
(wawancara, 06 Maret 2010)

Pengambilan gambar sewaktu penulis memotretnya dari atas permukaan air laut dengan menggunakan perahu.

Peranannya baik mencakup kepada pria yang belum berstatus sebagai suami (anak pria) maupun yang sudah. Selain itu, dalam penentuan lahan juga diperankan sepenuhnya oleh para pria. Berdasarkan perbincangan penulis dengan Bapak rezki sebagai berikut:

Tahapan penanaman bibit dan penentuan lahan sepenuhnya dilakukan oleh para pria karena terlalu beresiko terhadap wanita sehingga para wanita hanya berperan dalam tahapan pengikatan dan penjemuran rumput laut.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Namun pria pun juga terkadang membantu istri mengerjakannya. Sebagaimana penuturan Bapak Rezki bahwa saya juga terkadang membantu Istri dalam Mengikat bibit pada bentang.

Dalam penentuan waktu penanaman bibit para pria melakukannya pada pagi hari dan sore hari. Menurut bapak rezki:
Pemanenan dikerjakan di pagi hari sekitar pukul 06.00 lalu di lanjutkan pada tahapan penanaman pada pukul 16.00-17.30.

Namun berbebeda dengan penuturan Ibu Rahma (22 tahun) dalam penentuan waktu penanaman bibit para pria melakukannya tergantung dari kesanggupan dan kemauan merek. Hal ini sesuai dengan perkatan Ibu Rahma (22 tahun) bahwa :
Proses pemanenan dalam penentuan waktu tergantung dari kesanggupanan dan kemauan para pria. Seperti pada pukul 05.45 atau 06.30.
(wawancara, 07 Maret 2010)
Peran pria dalam penanaman dan penentuan lahan dalam pembudidayaan rumput laut di Dudun Bombong Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Kanteng.
Jumlah banyak dan kurangnya rumput laut pada proses pembibitan sangat di pengaruhi oleh kondisi musim, begitupun dalam penentuan lahan pembibitan dan hasil rumput yang berkualitas dan melimpah sangat bergantung dari kondisi musim. Di dunia kenelayanan Mulyadi (2005:152). telah dikenal adanya empat macam musim, yaitu Musim Barat (bulan September-Desember), Musim Utara (bulan Desember-Maret), Musim Timur (bulan Maret-Juni), dan Musim Selatan (Juni-September).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Rezki:

Masyarakat Dusun Bombong ini mengenai ada dua musim yaitu Musim Barat (bulan September-Desember) dan Musim Timur (bulan Maret-Juni).
(wawancara, 06 Maret 2010)
Penghasilan yang keluarga petani/nelayan rumput laut dapatkan sangat bergantung dengan musim, rumput laut merupakan sejenis ganggang laut yang tumbuhnya sangat bergantung pada musim kemarau, disaat musim hujan hasil rumput laut tidak sebagus dibandingkan musim kemarau. Hal ini di utarakan oleh ibu Hasna, sebagai berikut:

Pada musim hujan hasil rumput laut tidaklah bagus, warnanya kemerah-merahan dan jumlahnya lebih sedikit di bandingkan ketika musim kemarau.
(wawancara, 06 Maret 2010)


Hal demikian sangat bergantung dari baik tidaknya kualitas rumput laut yang di pasarkan. Indonesia mempunyai potensi sumber daya kelautan yang sangat besar, salah satunya adalah rumput laut. Oleh karena itu Kementrian Kelautan dan Perikanan potensi ini dijadikan salah satu komoditas unggulan Negri ini karena dari segi bahan baku Indonesia memiliki sumber bahan baku yang melimpah dan dari segi penggunaan mengalami peningkatan drastis terutama di luar Negri.

Selain itu, pengelolahan rumput laut melibatkan anggota keluarga lain, misalnya dalam tahapan pembibitan dan penanaman. Menurut Keesing (1989:178) sebagai berikut:

Manusia bekerja secara berkelompok, untuk mencapai tujuan yang menyangkut kepentingan bersama maupun individu dan produk kerja mereka menembus berbagai jaringan social, diberi makna dan nilai oleh dan dalam kelompok.

Dalam pengikatan bibit (pembibitan) anggota keluarga yang lain seperti sepupu, kemanakan, adik dan sebagainya turut andil dalam pengikatannya. Berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Rahma, bahwa:

Dalam pengikatan bibit pada bentang peran anggota keluarga yang lain juga ikut membantu dalam prosesnya. Pada jumlah banyak, semakin banyak membantu maka semakin berpengaruh dalam terselesainya proses tersebut.
Berdasarkan perkataan trsebut tak jau berbada dengan penuturan Ika ( tahun): anggota keluarga yang lain juga ikut membantu dalam prosesnya.
Sedangkan pada proses pemasangan bibit pun berlaku sama yaitu keikutsertaan anggota keluarga juga terjadi di Dusun Bombong. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Rezki: Proses penanaman saya di bantu oleh kedua keponakan saya. Hal ini berlaku pada proses pembagian kerja perkelompok karena menurut Malinowski (dalam Keesing,1922:161) sebagai berikut:
Biasanya setiap rumah tangga, dimana pekerjaan yang bila mereka kerjakan sendiri akan membutuhkan waktu berhari-hari bisa diselesaikan dalam satu hari saja oleh kelompok kerja yang beranggota lebih banyak, sekaligus pihak rumah yang di tempati menyediakan makanan bagi para pekerja yang mengerjakan petak demi petak, selain itu tidak ada pembayaran yang berarti yang diberikan.
Pembagian upahnya dari keikutsertaan anggota keluarga dalam pengelolahan rumput laut tak mengubah status mereka sebagai keluarga. Menurut Ibu Hasna:

Pemberian upah kerja yang dilakukan oleh anggota keluarga lain bernilai sama dengan yang lain.
(wawancara, 06 Maret 2010)
Sesuai dengan penuturan itu, Ibu Rahma (22 tahun) pun berkata demikian : bahwa pemberian upah setiap bentangnya di hargai 1500 tuk tiap orang yang mengerjakannya tak terkecuali anggota keluarga yang lain.
Hal serupa sama dengan penjelasan dari Bapak Rezki bahwa : Pemberian upah setiap bentangnya di hargai 1500 dan 9500 perkilonya tuk tiap orang yang mengerjakannya tak terkecuali anggota keluarga yang lain.
Pada masyarakat kepulauan Trobriand, (Malinowski, 1922:182, dalam Keesing, 1989:182) bahwa:
Ketika hasil panen banyak di dapatkan, mereka lebih banyak membagikannya kepada kerabat saudara perempuan dan ipar lelaki dari pada yang mereka konsumsi sebagai makanan pokok sehari-hari.

Menurut Malinowski menggunakan istilah Trobriand urigugu untuk menyebut hadiah tahunan berupa ubi rambat terbaik yang di hasilkan oleh sebuah rumah tangga untuk rumah tangga lainnya idealnya, untuk rumah tangga saudara perempuan dan ipar lelaki pihak lelaki pada saat hasil panen telah ada. Menurut (Malinowski, 1922:182, dalam Keesing, 1989:182) bahwa “Keuntungan yang di dapatkan dari hasil panen di bagi rata kepada para penanam”.

5.3 Peranan Wanita Dalam Sosial Ekonomi

a. Peranan Dalam Bidang Produksi Dan Distribusi
Wanita petani/nelayan rumput laut disamping menjadi ibu rumah tangga, mereka juga aktif dalam kegiatan-kegiatan ekonomi untuk membantu suaminya dalam memenuhi nafkah keluarga. Tuntutan ekonomi membuat seorang wanita (istri) petani/nelayan rumput laut mengetahui bagaimana mencari nafkah yang penghasilannya tidak menentu serta anak-anak mereka yang memerlukan biaya dan berbagai alasan mendesak lainnya, menuntut seorang wanita (istri) untuk turun tangan mencari nafkah, misalnya mengolah panen, menggarap tanah dan sebagainya.

Bekerja mencari nafkah yang dilakukan oleh kaum wanita di Dusun Bombong ini ternyata sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat.
Berdasarkan Ibu Rahma (22 Tahun), mengatakan:
Keikutsertaan seorang wanita (istri) dalam mencari nafkah dengan membantu suaminya merupakan hal yang sudah biasa dikerjakan oleh para wanita di sini. Dengan pengolahan rumput laut, mereka dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhannya. (wawancara, 6 Maret 2010)
Pengelolahan rumput laut dalam proses pembibitan di perankan oleh para wanita. Tahapan ini dikerjakan oleh kaum wanita (istri) di dusun Bombong dimulai dari pukul 08.00 setelah mengerjakan pekerjaan domestik dalam keluarga seperti memasak, mencuci baju dan sebagaianya. Setelah pukul 12.00 kaum wanita (istri) beristirahat lalu melanjutkannya lagi hingga pukul 16.00. namun tak sedikit para ibu atau istri yang mengerjakannya tergantung dari kesanggupan dan kemauan mereka.
Tak heran ketika kita melihat para wanita (istri) di Dusun Bombong ini seharian mengerjakan rumput laut di bawah kolom rumah. Dari wawancara penulis terhadap beberapa ibu disana mengenai waktu mengerjakan tahap pembibitan, mereka mengatakan bahwa terkadang tahap pembibitannya dilanjutkannya hingga pukul 22.00 malam disaat ketersediaan rumput laut berlimpah. Demikian ini pun berlaku kepada wanita yang sudag tidak bersuami (janda).

Mengenai tahap penjemuran peran wanita lebih dominan, pengerjaan ini dilakukan disaat rumput laut sudah melalui proses pembibitan dan penanaman. Peranan wanita (anak wanita) di dusun Bombong nampaknya tak terlalu berbeda dengan para istri disana, dimulai sejak mereka pulang sekolah siang hari hingga sore hari. Menurut proses wawancara penulis dengan seorang wanita (anak wanita) mengatakan bahwa keikut sertaan mereka dalam tahapan pembibitan dimulai pada saat sepulang sekolah. Terkadang kaum wanita (anak wanita) melanjutkannya juga hingga malam hari. Selain pengolahan rumput laut, kaum wanita di Dusun Bombong memiliki kegiatan lain dari itu. Disaat penulis menanyakan apakah kaum wanita di Dusun Bombong memiliki kegiatan lain selain pengolahan rumput laut tersebut. Menurut Ibu Rahma (22 Tahun):
….selain mengelolah rumput laut, sebagian para istri di sini menggarap sawah milik suaminya serta memelihara ternak mereka seperti sapi dan kambing.

Dari data-data tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa semua wanita petani/nelayan rumput laut tidak tinggal diam setelah pekerjaan domestik mereka terselesaikan, namun mereka mengerjakan pengolahan rumput laut.
Keputusan wanita (istri) mencari nafkah dengan membantu suami mereka dalam pengolahan rumput laut nampaknya di dominasi oleh keputusan wanita (istri) sekalipun hal tersebut berasal dari keputusan bersama yaitu berasala dari suami dan istri namun nampaknya lebih di dominasi oleh kaum wanita (istri).