Manusia adalah materi (madah) yang oleh Allah diberi ruh sebagai rahasia kehidupannya. Allah juga melengkapi manusia dengan kekuatan (energi) yang sangat penting bagi kehidupan, seperti kebutuhan-kebutuhan organik dan naluri-naluri. Kesemuanya itu mendorong manusia untuk bertindak demi terpuaskannya kebutuhan yang dituntut energi itu. Namun, baik buruknya sikap (tindakan) manusia tergantung kepada baik buruknya hati manusia itu sendiri.
Ahmad bin Rajab Al Hambali dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam berkata, ”Sesungguhnya baik buruknya tindakan seseorang dapat dilihat dari gerakan anggota badannya. Jika hatinya baik maka tidak ada di dalamnya, kecuali kecintaan kepada Allah dan kecintaan kepada apa yang dicintai Allah. Perasaan takut kepada Allah dan perasaan takut akan terjerumus kepada apa yang dibenci Allah, akan menjadikan seluruh gerakan anggota tubuhnya baik.”
Kalau kita perhatikan kerusuhan, kerusakan, dan kekacauan yang terjadi, maka semuanya disebabkan oleh rusaknya hati manusia, sehingga menimbulkan dominasi pola pikir yang tunduk pada materi dan adanya pengaruh egoisme individu dan kelompok.
Dengan demikian, kalau ingin mengubah sikap hidup manusia, maka yang utama harus digarap adalah hatinya. Sebab hati laksana raja, sedangkan anggota tubuh yang lain merupakan bala tentaranya.
Nabi saw bersabda, “Ingat dan ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila dia baik, maka tubuh (sikap dan tindakan) manusia baik semuanya. Dan apabila dia rusak, maka rusaklah semuanya. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati” (HR. Bukhari-Muslim).
Mengingat pentingnya tazkiyatun nufus, yakni perbaikan pola sikap dan tindakan manusia dengan cara memperbaiki hati, maka tidaklah berlebihan jika berharap hal ini diupayakan oleh segenap lapisan masyarakat terutama lapisan atas (para pemimpin).
Dengan tazkiyatun nufus mereka akan terhindar dari sikap dan tindakan merugikan, yaitu tindakan yang didorong oleh hati yang rusak.
0 komentar:
Posting Komentar