Istri yang shalilah adalah perhiasan terbaik didunia. Lalu apa jadinya jika punya istri kebalikan dari itu. Kisah berikut bisa memberi gambaran betapa seseorang harus memperhatikan segi agama istrinya.
Pemuda itu bernama Abdullah, anak tertua dari sebuah keluarga yatim. Kini ia tinggal bersama ibu dan adik-adik perempuannya. Abdullah anak yang sangat berbakti kepada ibu dan sangat memperhatikan adik-adik perempuannya. Ia menyadari (setelah kematian ayahnya) dialah yang bertanggung jawab menghidupi dan melindungi keluarganya. Karena selain sebagai anak yang paling tertua, ia juga merupakan satu-satunya lelaki dalam keluarga. Abdullah senantiasa bekerja keras untuk keluarganya. Ia juga menghiasi rumahnya dengan cinta kasih, kelembutan, dan kasih sayang. Tak heran jika ibu dan adik-adiknya begitu menyanyangi dan menghormatinya.
Tahun demi tahun kini Abdullah tumbuh menjadi seorang pemuda dewasa. Sebagai orang yang taat pada agamanya, Abdullah pun berkeinginan untuk menikah demi meyempurnakan separuh agamanya. Ia segera memberitahukan keinginannya itu kepada sang ibu. Tentu saja sang ibu sangat suka cita mendengar keinginan putranya. Maka, dengan semangat ibunya sendiri yang mencarikan pendamping hidup bagi anaknya. Pilihannya jatuh pada seorang wanita cantik yang kaya raya. Ia berharap, pilihannya itu mampu membahagiakan kehidupan perkawinan putranya kelak.
Namun, sayang sang ibu ternyata lupa satu hal, yaitu bahwa akhlak seseorang itu lebih utama dari pada kekayaan dan kecantikan lahiriah. Pilihan sang ibu memang cantik dan kaya raya, tapi miskin agama dan budi pekerti.
Akhirnya Abdullah menikah dengan pilihan ibunya. Dalam waktu singkat, istrinya yang cantik dan kaya itu dengan drastis merubah dirinya. Kecantikan sang istri telah melelehkanya. Ia benar-benar lupa, bahwa yang telah memilihkan istri untuknya adalah sang ibu tercinta. Abdullah kini lebih taat pada istrinya. Ia sudah tidak peduli lagi pada sang ibu dan adik-adiknya yang senantiasa menyanyangi dan merindukannya. Ia telah melupakan kenangan-kenangan manis dan kehangantan keluarga bersama ibu dan saudar-saudarinya dulu. Ia terbuai oleh bujuk rayu sang istri. Sang istri memang wanita yang sangat jelita. Namun, ia tumbuh di lingkungan yang rusak. Semua orang mengenalnya sebagai anak yang durhaka kepada orangtua. Bahkan sekedara sup panas saja, Ia enggan memberikan kepada kedua orang tuanya di hari yang dingin menyengatkan.
Waktu terus berputar, sang istri telah menjadi wanita karir yang hebat. Untuk keberhasilannya, ia mengtdakan sebuah pesta dalam sebuah hotel berbintang. Yang diundang tentunya orang yang selefel dengan kekayaannya. Ia buat pesta itu semeriah mungkin, dengan harapan pestanya memiliki nuansa dan corak yang belum pernah di selenggarakan oleh orang-orang sebelumnya dan bisa di kenang oleh siapa saja yang telah hadir. Ia juga mengundang sebuah grup musickdengan mengeluarkan biaya puluhan juta riyal.
Setelah malam penuh hingar-bingar dan kemaksiatan itu (yang menghabiskan banyak biaya) pulanglah ia kerumahnya yang mewah. Ia segera merebahkan tubuhnya yang penat ke atas tempat tidunya yang empuk.
Tiba-tiba…
“Abdullah….! Wanita itu menjerit.” Api sedang membakarku!jari-jari keras dari besi serasa membakar-bakar tubuhku!”
Ia terus mengulang-ulang ucapannya :
“Abdullah api…Abdullah api…!!1”
Abdullah menjadi binging dan panik. Ia sendiri tidak melihat api, namun dengan cekatan ia segera mengambil seember air dingin dan menyiramnya ke tubuh sang istri. Namun, perbuatannya itu membuat sang istri berteriak semakin keras. Api itu dirasaknnya semakin bergejolak membakar tubuh dan wajahnya yang cantik. Padahal tentu saja, itu bukannlah api, melainkan sakaratul maut.
Allah berfirman :
“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya” (Qaaf:19).
Mungkin juga itu semua adalah awal dari siksa akhirat akibat dosa-dosanya selama ini dan kedurhakaannya kepada orang tua.
Beberapaa saat setelah nyawa, ia nafas terakhirnya di ats tempat tidurnya yang empuk, menuju alam yang dilewati sebelumnya.
Tiada berguna kecantikan dan kemewahan yang selama ini dimilikinya. Tiada guna kerja kerasnya di dunia dalam menapaki karir. Kini yang bersamanya hanyalah amal perbuatannya.
Sakaratul maut itu pasti datang. Kehidupan yang kekal pasti kan menjelang. Maka, tidaklah ada gunanya kehidupan ini tanpa amal kebajikan sebagai bekal perjalanan ke akhirat kelak. Janganlah kita terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia, karena penyesalan setelah mati tidaklah berguna.
0 komentar:
Posting Komentar