CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

MY PICTURE'S

MY PICTURE'S
KEISTIMEWAAN SEORANG WANITA TERPANCAR DARI HIJABNYA

Minggu, 10 Oktober 2010

KHUSUS EDISI MABA : Aku Luar Biasa

Aku Luar Biasa
“Selembar kertas ini hadir sekedar menyapa. Berbagi senyum dan cinta. Dengan bening sepasang bola mata anda, mari menyusuri hingga titik terakhir. Jangan bergeming apalagi berpaling. Karena ini adalah sulaman kata yang akan merajut semangat. Hanya teruntuk anda yang luar biasa.”

Sesungging senyum tertoreh indah di sudur bibir. Kala jas almamater indah membalut tubuh. Anda adalah orang yang beruntung. Anda adalah orang yang luar biasa. Begitu sosok anda di mata sebagian orang kini. Kata mereka anda sukses merengkuh pilihan hidup. Mereka tidak sedang memuji, tetapi mengungkapkan kenyataan. Menjadi mahasiswa di sini, di kampus ini, adalah kebanggan tersendiri. Tidaklah mudah mendapatkannya. Banyak yang bermimpi, namun sedikit yang terpilih. Dan alangkah beruntungnya anda. Anda adalah orang yang bermimpi sekaligus terpilih. Satu sanjungan yang layak untuk anda adalah “Anda luar biasa.”

Hidup ini adalah pilihan. Entah berapa kali kalimat itu telah berulang terngiang di telinga. Namun memang benar. Hidup ini laksana perjalanan. Tidak ada jalan yang terus lurus. Sesekali - dan itu pasti - anda akan sampai pada persimpangan. Saat itu anda harus memilih. Persimpangan mana yang hendak dilalui. Kiri atau kanan. Tidak elok dan mustahil bisa memilih keduanya. Cukup satu dan memang harus satu. Jika salah memilih, dipenghujung jalan sana ada kegelapan menanti. Siap menderaikan air mata. Jika simpangan yang anda pilih adalah benar, maka di ujung perjalanan ada keindahan dan ketenangan siap menyapa. Cukup untuk membuat senyum merekah indah.
Kini pilihan ada pada anda. Simpang mana yang hendak anda tapaki. Dihadapan anda kini ada pesimpangan. Bukan hanya dua, tiga, atau lima. Ada puluhan persimpangan. Terbentang puluhan pilihan. Pilihan hari ini akan menentukan apakah gerimis air mata atau senyum indah bahagia yang akan anda tuai beberapa tahun yang akan datang. Yang jelas jangan pernah memilih jalan yang biasa. Tapakilah jalan yang luar biasa. Agar dirimu menjadi manusia yang tidak biasa. Dan dipenghujung perjalanan hidup nanti dengan bangga, anda mampu teriakkan pada dunia bahwa, “Saksikanlah aku luar biasa!”
Tersebutlah kisah seorang anak kecil. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari tingkahnya. Matanya sayu. Bibirnya ranum namun enggan tersenyum. Bila berjalan kepalanya tertunduk, selalu malu. Duduknya pasti di sudut kelas. Karena merasa diri tidak cerdas. Luka hatinya semakin menjadi, kala karib kerabat menyapanya dengan “Musang berhidung hitam.” Sapaan itu hanya teruntuk baginya, karena ia sering muncul dengan wajah hitam kotor. Lantaran selalu membantu sang ayah yang seorang pandai besi dan memiliki bengkel. Kegemarannya melihat mesin bekerja. Ada kuncup kebahagiaan di hatinya, kala melihat mesin itu menyala bekerja. Ehm, kegemaran yang aneh.
Kala liburan tiba. Saat sahabat sebaya bergembira ria, ia justru mengurung diri dalam sebuah bengkel kecil. Demi sebuah mimpi katanya. Maka semakin aneh ia di mata para sahabatnya. Hari berganti, tahun berlalu. Ia tetap dalam kebiasaan-kebiasaan anehnya. Hingga usia menginjak 15 tahun ia memilih persimpangan jalan hidupnya. Pergi ke kota besar bernama Tokyo untuk mengadu peruntungan hidup. Awalnya kehidupan terasa berat. Namun ini adalah resiko dari sebuah pilihan simpang hidup. Apakah ia salah memilih persimpangan jalan hidup? Tidak . Pilihan jalan hidupnya telah tepat. Menjadi orang yang luar biasa.
Singkat cerita, kepayahan hidup satu per satu berubah menjadi kesuksesan yang gilang gemilang. Hingga ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan bisnis yang bernama Honda. Ya lelaki si musang berhidung hitam itu adalah Soichiro Honda. Produknya bertebaran dimana-mana. Ribuan mobil dan motornya sementara membanjiri pasar dunia. Inilah buah kenikmatan dari sebuah pilihan perjalanan hidup yang luar biasa.
Dinda, ketika memilih menjadi orang yang luar biasa, maka bersiaplah. Ada hinaan, terbentang halangan, juga ada sejuta hardikan. Tapi jangan pernah mundur. Semua adalah resiko. Terus tapaki jalan itu, karena di ujung sana kebahagiaan menanti.
Lalu dari berbagai simpangan yang ada, mana simpangan yang bisa mengantarkan anda menjadi sosok yang luar biasa? Tak perlu bingung dinda. Jalan kebenaran itu membentang begitu indah nan jelas. Sang pengenggam alam raya (Allah swt) telah menerangi jalan itu dengan cahaya cinta-Nya. Hanya orang yang berselimut kabut dosa saja yang tak mampu mengindera terangnya. Jalan kebenaran yang luar biasa itu adalah jalan Islam. Tapakilah jalan Islam. Maka menjadi orang yang luar biasa, adalah pasti. Soichiro Honda menjadi orang yang luar biasa, mungkin hanya di dunia. Akhiratnya bagaimana? Tak ada yang bisa menjamin. Namun dijalan perjuangan Islam anda akan menjadi insan yang luar biasa, di dunia terlebih lagi di akhirat kelak. Ini bukan sekedar janji kosong tak berisi. Tapi ini adalah janji yang bergaransi. Allah swt yang menggarasi bahwa janji ini pasti benar adanya.
Syahdan, di negeri Arab sana, negeri tandus nan panas, pernah terjadi kejadian mencegangkan. Di lembah Badar tepatnya, semua itu terjadi. Hari itu 17 Ramadhan, sekitar 300 tentara berkumpul. Mereka adalah orang-orang yang telah memilih simpang jalan yang luar biasa. Simpangan jalan Islam. Di depan sana telah beridiri sosok panglima perang. Wajahnya bersinar menyejukkan bila ditatap para serdadunya. Namun sangar menakutkan bila ditatap tentara musuh. Tatapannya menggetarkan hati. Menciutkan nyali lawan. Sungguh luar biasa lelaki itu. Muhammad namanya. Lelaki Arab yang telah dipilih oleh Tuhan yang tidak mungkin salah pillih, untuk menjadi Rasul bagi umat terbaik (umat Islam).
Saat itu Rasulullah saw dan 300 sahabatnya telah siap. Pedang-pedang yang tersarungkan rasanya sudah tak sabar untuk diacungkan keluar. Kemudian sayup-sayup terdengar langkah pasukan kafir kian mendekat. Debu padang pasir mengangkasa akibat derap langkah kuda-kuda mereka. kini di hadapan Rasulullah saw dan para sahabatnya, bediri sekitar 1000 pasukan kafir bersenjata lengkap.
Ya, Allah jumlah mereka tiga kali lipat dari jumlah kaum muslimin. Seolah mustahi mengalahkan mereka. Mundur… mungkin itu pilihan yang terbesit dalam hati. Saat melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, maka mudur adalah pilihan yang biasa. Dan hanya akan menjadikan anda orang yang biasa. Sebaris tanya datang menyapa, “Lalu pilihan apa yang luar biasa?” jawabnya hanya satu pilihlah untuk maju dan menyerang. Itulah pilihan yang luar biasa dan akan menjadikan anda orang yang luar biasa, yakinlah. Tapi jumlah kita tidak berimbang? Pada tanya itu berilah jawaban, “Ya memang jumlah kita tidak berimbang. Namun cukuplah pertolongan Allah bersama kita. Allah yang akan melipat gandakan kekuatan kita. Karena Allah yang telah menjamin, siapa yang berjuang di jalannya maka Allah akan menolongnya.”
Dan memang benar 300 manusia luar biasa itu memilih untuk maju. Allah pun menunaikan janjinya. Allah mengirimkan bala tentara bantuan berupa seribu malaikat. Malaikat itu pun turut berperang. Menebas leher orang-orang kafir. Sungguh indah rencana Allah. Menurunkan pertolongan dari tempat yang tidak disangka-sangka. Bahkan diluar akal manusia.
Tapi inilah upah untuk mereka yang memilih jalan hidup yang luar biasa. Sesekali jalan itu memang penuh dengan rintangan. Simpangan jalan nan luar biasa itu terkadang menuntut pengorbanan yang lebih. Pengorbanan waktu, tenaga, harta, bahkan mungkin nyawa suatu saat nanti. Begitulah jalan perjuangan Islam. Jalannya begitu panjang lagi curam. Gerbangnya telah jauh terlalui, namun ujung jalan belum juga tampak. Tidak perlu takut, karena anda tidak melalui jalan itu sendirian. Ada orang-orang lain luar biasa yang juga memilih simpangan jalan perjuangan Islam. Jika anda lelah, saat keletihan itu hadir, maka ingatlah mereka ada disamping anda. Mereka adalah sebahat seakidah. Sahabat seperjuangan. Sahabat yang rela berbagi hangatnya selimut Islam bersama anda. Jumlah mereka memang tidak banyak. Hanya sedikit. Karena memang yang memilih jalan luar biasa, jalan perjuagan Islam jumlahnya tidak banyak. Coba lihat diperang badar, jumlah kaum muslimin hanya 300 orang. Sedikit. Hanya orang-orang terpilih yang rela bersusah payah di jalan cinta perjuangan Islam. Namun keletihan dan kepayahan kelak akan terbayar. Bukan di dunia tetapi bersiaplah menerima bayarannya di akhirat kelak. Bayaran itu berupa senyum, kecupan, dan pelukan bidadari. Ah, sungguh indah imbalan itu.
Jangan juga takut memilih simpangan perjuangan Islam. Anda tidak sendiri menapakinya. Ada Allah swt yang menjadi pendamping kita. Allah adalah sebaik-baik pendamping yang tidak mungkin akan menyesatkan para perindu surga-Nya. Allah pula yang akan menolong siapapun yang telah memilih simpang jalan perjuangan Islam. Jika anda telah yakin menitih jalan perjuangan Islam, maka yakinlah pertolongan Allah itu dekat. Ada sahabat, ada Allah dan Rasul-Nya yang membersamai kita mengarungi perisimpangan yang luar biasa ini.
Namun kembali lagi, hidup adalah pilihan. Terserah pada adinda, ingin memilih persimpangan jalan yang mana. Apakah akan memilih persimpangan jalan yang seolah indah namun tidak mampu menjadikan anda sebagai seorang muslim yang luar biasa? Ataukah simpangan jalan yang katanya memiliki banyak rintangan, namun mampu membuat anda menjadi muslim luar biasa calon penghuni surga? Kembali berulang, hidup adalah pilihan.
Jika anda memilih simpangan jalan perjuangan Islam, maka mari datanglah pada kami. Disaat dingin keputusasaan datang menyeruak, mari merapat untuk rasakan hangatnya kobaran api semangat Islam. Insya Allah dengan segenap upaya keras, kami akan menuntun anda menjadi insan muslim spesial. Insan muslim yang luar biasa. Bukan jamannya lagi menjadi orang yang biasa-biasa saja. Karena orang biasa akan tergilas oleh jaman. Dan diakhirat kelak tidak akan mampu mencium aroma surga.
Ingat kembalilah pada Islam. Pilihlah simpangan jalan perjuangan Islam. Karena itu ada jalan terbaik. Sampai jumpa di medan perjuangan Islam. Sampai jumpa di depan gerbang surga, insya Allah.

“Anda tidak dilahirkan sebagai seorang pecundang, tapi sebagai seorang pemenang, maka jadilah muslim yang luar biasa.”
(untuk sahabat dakwah kampus yang membutuhkan artikel untuk pendekatan kepada adinda mahasiswa baru, mungkin tulisan ini bisa menjadi salah satu alternatif. Semoga bermanfaat)

(Oleh Al-Fatih, BKLDK Makassar)

Presiden SBY tidak Paham Jihad ?

Dalam acara Silaturahmi Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis Tingkat ASEAN dan Pasifik di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (4/10/2010). Yang juga dihadiri oleh beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II seperti Mendiknas M Nuh, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri Agama Suryadharma Ali, juga duta besar beberapa negara Islam dari Timur Tengah. Hadir juga Dr. Sholeh bin Abdullah bin Humaid yang juga utusan resmi Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Su`ud, Duta Besar Kerajaan Arab Saudi, dan para duta besar negara-negara sahabat untuk Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan beberapa hal sebagai bentuk respon terhadap beberapa peristiwa kekinian yang diekspos secara luas oleh media.
Presiden Yudhoyono dalam sambutanya; “Siapapun tidak boleh mengatasnamakan agama sebagai instrumen untuk melakukan tindak kekerasan dan teror,”. Presiden Yudhoyono berharap jangan sampai generasi muda menafsirkan makna jihad di dalam Al Quran secara keliru. Penafsiran keliru itu, kata Kepala Negara, adalah mengartikan jihad sebagai jalan kekerasan dan menghalalkan segala cara. “Janganlah menjadikan ajaran Islam sebagai tameng untuk membenarkan tindakan terorisme,” kata Yudhoyono. Generasi muda, menurut Presiden, seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara.
Presiden menegaskan bahwa Islam itu damai dan teduh. Islam adalah agama yang cinta keadilan dan selalu menganjurkan kasih sayang, serta menjauhi permusuhan. Melalui Al Quran, Islam mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, katanya. “Al Quran dan Hadits juga mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk memelihara dan mempertahankan nilai-nilai luhur yang mulia, etika kehidupan yang baik, serta tata hubungan sosial yang harmonis dan bermartabat,” kata Presiden. Memperjuangkan Islam, imbuhnya, perlu dilandasi dengan perilaku yang baik. “Bukan sebaliknya, tindakan yang tidak Islami,” tuturnya. (Antaranews.com, 4/10, Detiknews.com,4/10)
Setidaknya ada dua hal paling urgent yang perlu di kritisi dari pernyataan Presiden SBY. Pertama; pernyataan SBY lebih tepat disebut sebagai tuduhan, jika ada sebagian orang atau kelompok yang menjadikan agama sebagai tameng atau instrumen untuk melakukan tindakan kekerasan dan teror. Sebelumnya Presiden juga mengeluarkan pernyataan yang mirip, saat memberikan sambutan pada peresmian Masjid Baiturrahim yang berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Presiden mengatakan masjid atau rumah ibadah adalah pusat kebaikan dan pusat kebajikan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Karena itu, dia meminta agar masjid tidak dijadikan sebagai ajang untuk memprovokasi atau menyerukan tindakan kekerasan. Pernyataan Presiden itu terkait dengan aktivitas sejumlah teroris yang telah ditangkap, yang cenderung menjadikan tempat ibadah untuk mengajarkan permusuhan dan tindak kekerasan kepada orang yang berbeda akidah. (Republika.co.id,2/10)
Pernyataan di atas tentu bukan bercanda, tapi artikulasi verbal dari proses pencerapan terhadap realitas dan informasi yang masuk dalam pikiran Presiden. Maka sentimen dalam bentuk redaksi “tuduhan” perlu dibuktikan, agar program pemerintah dalam menangani kasus “terorisme” tidak melahirkan masalah dan musuh baru dengan sengaja atau tidak telah memojokkan dan menstigmasi Islam terkait terorisme. Umat Islam juga bisa mengeluarkan asumsi berlawanan; “jangan sampai penguasa menjadikan proyek kontra terorisme tameng untuk melakukan “teror” dan “mendiskritkan” Islam dan kaum muslimin“. Karena ungkapan Presiden Yudhoyono lebih sebagai asumsi yang masih perlu bukti, kalau masjid menjadi “kawah condrodimuka” lahirnya kekerasan. Jika ada satu atau dua orang yang sesuai ungkapan presiden, tentu juga tidak bisa digeneralisir dengan ungkapan diatas.
Kedua; dalam pandangan Presiden Yudhoyono, kesalahan tafsir terhadap al Qur’an dan as Sunnah dalam bab jihad-lah yang menjadi faktor tindakan kekerasan dan terorisme. Kemudian presiden menjelaskan “jihad prespektif presiden” ; seharusnya memaknai jihad sebagaimana mestinya, yaitu jihad melawan hawa nafsu, kemiskinan, keterbelakangan, perilaku korupsi, dan jihad untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Apakah benar adanya jihad seperti penjelasan presiden? Bagi seorang muslim memang diwajibkan memahami jihad dengan benar dan aplikasinya juga benar. Tidak memahami sebagian dan membuang sebagian, apalagi dengan motif ingin melakukan “tahrif” (penyimpangan) makna jihad, karena dihadapkan kepada jalan buntu mengurai akar masalah “terorisme” sementara terminologi jihad menjadi tertuduh.
Sekilas memahami jihad yang sahih.
Seperti diterangkan dalam al Qur’an dan as Sunnah kemudian dibukukan dalam ratusan kitab fiqh oleh ulama’ salafus sholeh dan ulama’-ulama’ zaman sekarang (dan mu’tabar; jadi rujukan dan pegangan umat Islam), bisa diringkas;
Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada“, yang bermakna “al-juhd” (kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan). Imam Ibnu Mandzur dalam Kitab Lisaan al-’Arab nya, secara bahasa, al-jihaad artinya;mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Dalam kitab Syarh al-Qasthalaani ‘alaa Shahiih al-Bukhaariy dinyatakan sebagai berikut Kata jihaad merupakan pecahan dari kata al-jahd, dengan huruf jim difathah yang berarti: at-ta’b (lelah) dan al-masyaqqah (sulit). Sebab, kelelahan dan kesulitan yang ada di dalamnya bersifat terus-menerus. Kata jihaad bisa merupakan bentuk pecahan dari kata al-juhd dengan “jim” didhammah, yang berarti: at-thaaqah (kemampuan atau tenaga). Sebab, masing-masing mengerahkan tenaganya untuk melindungi shahabatnya.
Di dalam al-Quran dan Sunnah, kata jihaad diberi arti baru oleh syariat dari arti asal (bahasanya) atau menuju makna yang lebih khusus, yaitu, “mengerahkan seluruh kemampuan untuk berperang di jalan Allah, baik secara langsung, dengan bantuan keuangan, pendapat (pemikiran), memperbanyak kuantitas (taktsiir al-sawaad) ataupun yang lain (Ibn ‘Abidiin, Haasyiyah, juz III, hal. 336) Dengan demikian, ketika kata “jihad” disebut, secara otomatis orang akan memaknainya dengan makna syariatnya -berperang di jalan Allah”, bukan dengan makna bahasanya. Jihad dengan makna khusus ini, bisa ditemukan pada ayat-ayat Madaniyah. Sedangkan kata jihad di dalam ayat-ayat Makkiyah, maknanya merujuk pada makna bahasanya (bersungguh-sungguh).
Contoh Ayat-ayat yang memberikan pengertian Jihad adalah al Qital (perang);
لا يَستَوِى القٰعِدونَ مِنَ المُؤمِنينَ غَيرُ أُولِى الضَّرَرِ وَالمُجٰهِدونَ فى سَبيلِ اللَّهِ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم ۚ فَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ بِأَموٰلِهِم وَأَنفُسِهِم عَلَى القٰعِدينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الحُسنىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ المُجٰهِدينَ عَلَى القٰعِدينَ أَجرًا عَظيمًا
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. al-Nisaa’ : 95)
Jihaad dalam ayat ini mempunyai pengertian: keluar untuk berperang, dan aktivitas ini lebih diutamakan daripada berdiam diri dan tidak berangkat menuju peperangan.
Para ulama empat madzhab juga telah sepakat bahwa jihad harus dimaknai sesuai dengan hakekat syariatnya, yakni berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”. Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah dalam al Mughni-nya berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.
Jihad Ofensif dan Jihad Defensif
Dr. Mohammad Khair Haekal di dalam kitab al-Jihad wa al-Qital menyatakan, bahwa sebab dilaksanakannya jihad fi sabilillah bukan hanya karena adanya musuh (jihad defensif), akan tetapi juga dikarenakan tugas Daulah Islamiyyah dalam mengemban dakwah Islam ke negara lain, atau agar negara-negara lain tunduk di bawah kekuasaan Islam (jihad ofensif).
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batas minimal jihad yang dilakukan oleh negara. Imam al-Mawardiy dalam kitab al-Iqnaa’, hal.175 menyatakan, “Hukum jihad adalah fardlu kifayah, dan imamlah yang berwenang melaksanakan jihad…ia wajib melaksanakan jihad minimal setahun sekali, baik ia pimpin sendiri, atau mengirim ekspedisi perang.”
Syeikh Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab Nihayah Az-Zain, “Jihad itu adalah fardhu kifayah untuk setiap tahun, apabila orang-orang kafir berada di negeri mereka. Paling sedikit satu kali dalam satu tahun, tapi apabila lebih tentu lebih utama, selama tidak ada kebutuhan lebih dari satu kali. Jika jihad tidak dilakukan maka wajib atas sebagian (kaum Muslimin) untuk mengajak jihad, dengan salah satu dari dua cara”.
Jadi dari paparan diatas cukup untuk menimbang makna jihad ala Presiden. Hakikatnya jihad itu bukan terorisme, dan jihad bukan mengajarkan umat Islam menjadi teroris. Jihad dalam ajaran Islam tetap berlaku hingga yaumil qiyamah, bagi orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya tidak akan berani dan tega menuduh “ajaran jihad” dalam Islam sebagai sumber dari berbagai tindakan teror dan kekerasan.Jika ada sekelompok kecil orang mengaplikasikan makna jihad secara keliru, itu juga tidak bisa dijadikan alasan bahwa “jihad” itu telah berhenti dan tidak lagi di syariatkan. Atau kemudian perlu pemaknaan baru yang akhirnya menyimpang dan keluar dari makna yang syar’i yang dikehendaki Allah SWT dan Rasul-Nya.
Jadi dari prespektif ini, terlihat alih-alih Presiden menyelesaikan akar munculnya berbagai tindak kekerasan dan teror tapi malah mengeluarkan asumsi-asumsi yang bisa mendiskriditkan Islam dan kaum muslimin.Umat harus waspada manufer orang-orang yang membenci Islam & kaum muslim melalui permainan bahasa berusaha membikin kacau cara berfikir dan perilakunya.Wallahu a’lam
(Upaya Pendistorsian Makna Jihad)
Oleh: Harits Abu Ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Menghafal Al-Qur'an Dapat Tingkatkan Prestasi Akademis

Orang yang terbiasa menghafal al-Qur'an, maka ia akan belajar keseriusan dalam hidup, serta belajar mengatur hidupnya

Hidayatullah.com--Para akademisi dan spesialis sependapat bahwa menghafal al-Qur'an memiliki efek yang baik dalam pengembangan keterampilan dasar pada siswa, serta dapat meningkatkan pendidikan dan prestasi akademis.

Dr. Abdullah Subaih, profesor psikologi di Universitas Imam Muhammad bin Su'ud al-Islamiyah di Riyadh, menyerukan kepada para pelajar agar mengikuti halaqoh-halaqoh menghafal al-Qur'an. Ia juga menegaskan bahwa hafalan al-Qur'an tersebut dapat membantu untuk konsentrasi dan merupakan syarat mendapatkan ilmu.

Ia juga menambahkan bahwa semua ilmu pengetahuan, baik itu ilmu kedokteran, matematika, ilmu syari'ah, ilmu alam dan lain sebagainya, membutuhkan konsentrasi yang tinggi dalam meraihnya. Dan bagi orang yang terbiasa menghafalkan al-Qur'an, ia akan terlatih dengan konsentrasi yang tinggi.

Menurutnya, sel-sel otak itu seperti halnya dengan anggota tubuh yang lainnya, yakni harus difungsikan terus. Orang yang terbiasa menghafal, maka sel-sel otak dan badannya aktif, dan menjadi lebih kuat dari orang yang mengabaikannya.

Dr. Subaih juga menjelaskan bahwa orang yang terbiasa menghafal al-Qur'an, maka ia akan belajar keseriusan dalam hidup, serta belajar mengatur hidupnya. Selain itu, mereka juga memiliki kemampuan dalam merencanakan tujuan hidup, serta meraihnya. [sdz/ismm/hidayatullah.com]

Jumat, 23 Juli 2010

Aib Kita Adalah Cermin Diri Kita Juga!

ADA seorang perempuan datang kepada Syaikh Hâtim Al Asham untuk bertanya tentang sebuah persoalan. Saat bertanya, tiba-tiba keluarlah suara kentut dari perempuan itu dan ia merasa sangat malu.

“Keraskan suaramu!,” teriak Hâtim dengan keras untuk mengesankan seolah ia tuli.

Si perempuan merasa senang dan mengira kalau Hâtim tidak mendengar suara kentutnya. Karena kejadian itulah, kemudian Syaikh Hâtim mendapat julukan Al Asham (si tuli).

Kita mendapat pelajaran yang sangat berharga dari Hâtim Al Asham. Kita memperoleh hikmah menutup rapat-rapat keburukan orang lain, tidak mengumbarnya sebagaimana terjadi saat ini, di mana fenomena tayangan ghibahtainmen yang menceritakan kekisruhan rumah tangga orang lain, membeberkan perselingkuhan serta perzinaan, terjadi dengan begitu vulgar dan massif.

Ironisnya, para pemilik modal dan pengelola program tercela ini berkilah jika acara (ghibah) ini dianggap mendidik masyarakat untuk lebih cerdas.

Sebuah alasan yang tidak masuk akal. Alih-alih mencegah, yang terjadi justru masyarakat dijejali oleh berita-berita keburukan orang yang mungkin akan dicontoh oleh mereka. Apalagi pihak bersangkutan yang diwartakan merupakan public figuree.

Tidak berlebihan bila PBNU lewat fatwanya dalam Munas Alim Ulama NU se-Indonesia di asrama Haji Sukolilo, Surabaya (27-30 Juli 2006), menuntut kepada pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informasi, untuk melarang program infotainment yang berisi ghibah alias membeberkan aib orang lain, apakah itu berupa perselingkuhan, perceraian, atau percekcokan rumah tangga, dan sejenisnya.

Fatwa ini perlu direkomendasikan sebagai bentuk pertanggungjawaban para ulama kepada umatnya. Sebab jika keadaan demikian ini dibiarkan begitu saja, lama-lama akan membuat bangsa kita menjadi bangsa penggunjing. Akibatnya, ajang berkumpul sesama teman atau keluarga rasanya kurang afdhal bila tidak dibumbui dengan ngerasani (menggunjing) atau menggosip. Sungguh sebuah dilema yang berbalik seratus delapan puluh derajat dengan apa yang terjadi pada diri Syekh Hatim.

Lantas, bagaimana kita bisa mengetahui aib diri sendiri? Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang terkenal, Ihya` `Ulumuddin, mengetengahkan kiat jitu menyingkap kekurangan yang melekat pada diri kita. Beliau menyarankan untuk menempuh empat cara:

Pertama, duduk di hadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai masalah yang tersembunyi di dalamnya. Kemudian ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam ber-mujahadah membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan seorang murid dengan Syaikhnya dan seorang pelajar dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya serta cara pengobatannya. Namun, di zaman sekarang guru semacam ini langkah.

Kedua, mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh (mata hati yang tajam), dan berpegang pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan lahirnya, sehingga ia dapat memberi peringatan kepadanya. Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka, dan para pemimpin agama.

Ketiga, berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-musuhnya sebab pandangan yang penuh kebencian akan menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari kesalahannya lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji dan menyembunyikan aib-aibnya. Akan tetapi, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan menganggapnya sebagai ungkapan kedengkian. Hanya orang yang memiliki mata hati jernih yang mampu memetik pelajaran dari keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.

Keempat, bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, maka ia segera menuduh dirinya sendiri yang juga memiliki sifat tercela itu. Kemudian ia menuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri.

Ketika Ku Harus Mengamati



“Mengerjakan sesuatu tidak semudah membalikkan telapak tangan”.
Siapa yang tidak mengenal kalimat ini, bagi kebanyakan orang di dalam proses mengerjakan sesuatu tidaklah semudah yang mereka bayangkan. Diperlukan niat, strategi yang penuh hati-hati dan pengetahuan sesuai lingkup yang ia fokuskan. Seorang wanita yang ingin menjadi koki di salah satu restoran yang menjual aneka ragam roti di Makassar harus mengetahui cara pembuatan roti. Ia juga harus mengetahui bahan dan alat-alat yang di gunakan dalam pembuatannya, waktu yang di perlukan serta kalau perlu ia harus membuat bermacam inovasi baru mengenai bentuk, rasa dan warna dari roti tersebut, yang dapat menjadi salah satu daya tarik para pelanggan. Hal demikianpun berlaku bagi para para peneliti.
Di dalam penelitian, seorang peneliti di tuntut untuk menggunakan metode yang jelas. Dalam hal ini metode penelitian terbagi menjadi dua yakni metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Dalam metode penelitian kualitatif peneliti dapat menerangkan gejala atau fenomena secara lengkap dan menyeluruh, penelitiannya bersifat induktif serta pengumpulan datanya bersifat deskriptif. Teknik pengamatan (observasi) merupakan salah satu bagian dari metode tersebut. Mengamati berbagai gejala social dengan melihat, mendengar dan merasakan hal-hal yang terjadi di sekeliling kita. Di dalam melakukannya seorang peneliti harus memperhatikan ruang atau tempat kejadian, siapa yang menjadi pelaku, kegiatan apa yang mereka kerjakan, benda apa yang di gunakan, kapan hal itu terjadi serta tujuan dan bagaimana perasaan mereka saat fenomena itu terjadi sehingga mereka di sebut sebagai observer.
Seperti kebanyakan para peneliti pemula yang lain, bagiku mengamati fenomena yang berada sekeliling kita tergolong sulit (difficult), sekalipun bagi sebagian para ahli ilmu social menyepelekan tehnik ini karena mengganggapnya kurang perlu untuk dilakukan. Padahal, ketika tehnik ini digunakan secara sempurna sesuai dengan persyaratan yang ada di dalamnya akan sangat berguna untuk memperoleh data yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Sebagai peneliti pemula, bagiku keinginan mendalami penelitian yang ingin ku lakukan sangat bergantung dengan apa yang telah di ku amati.
Sebelum ku mengenal penelitian, mengamati suatu fenomena tak pernah terfikirkan olehku. Sekalipun dalam kehidupan sehari-hari tanpa sadar aku sudah melakukan pengamatan. Mendengar namanya atau mengetahui mekanisme di dalamya pun belum pernah ku dapatkan. Keengganan untuk mengamati gejala di sekitar kita berarti keengganan untuk melakukan penelitian lapangan (kualitatif). Betapa perlu dan pentingnya tehnik ini karena kebudayaan merujuk pada pengetahuan yang di peroleh, yang digunakan orang untuk mengintrepretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku social. Hal ini sangat bergantung dengan apa yang telah diamati. Contoh yang di deskripsikan Spradley disaat beliau membaca suatu berita di Manneapolis Tribune dalam Metode Etnografi, 2006 (edisi kedua), mengenai kerumunan orang yang salah memahami upaya penolongan telah menyerang polisi, memiliki dua kelompok anggota masyarakat yang mengamati kejadian sama tetapi mengintrepretasikannya dengan berbeda.
Dalam pengamatan, setiap orang pun mengintrepretasikannya berbeda-beda sekalipun objek pengamatannya sama. Karena peneliti memiliki kebudayaan sendiri yang terkadang berbeda dengan kebudayaan yang menjadi objek penelitiannya. Pengalihan ku dari keinginan untuk mengamati yang sebelumnya tak pernah ku lakukan (tanpa sadar telah ku lakukan) harus ku tingkatkan, begitupun kalian yang mengaku sebagai seorang peneliti pemula.
Anda ingin mengetahui lebih banyak lagi.
Kunjungi : www.dwiloveislam-dwie.blogspot.com atau twitter@dwiafifaah.com untuk berdiskusi tentang masalah apapun (via message).
Semoga bermanfaat, terima kasih.

Wajah Lain Antropolog


Ada wajah manusia dalam dewasa ini yang berbeda dari yang biasa di munculkan. Wajah hitam menakutkan disisi wajah putih menawan. Wajah menakutkan yang tak layak di ekspos dan di perlihatkan bahwa hal tersebut selayaknya ditekan, diminimalkan dan tak dimunculkan. Wajah itu merupakan wajah keburukan. Keberadaannya tak dapat di tolak karena ia pasti akan selalu ada pada diri manusia, tak terkecuali oleh para antropog.
Menelusuri daerah satu ke daerah yang lain atau dari Negeri satu ke Negeri lain dengan melakukan penelitian lapangan merupakan salah satu ciri khas bagi para antropolog. Mengetahui dan memahami berbagai etnik budaya yang berbeda menjadikannya salah satu ciri yang di unggulkan dari ahli penelitian social lainnya.
Para antropolog yang tinggal bersama seorang istri dan anak-anaknya mampu menciptakan kehidupan yang sejahtera di lingkup keluarga kecil mereka. Dari sebagian dikenal santun, baik, ramah kepada setiap orang dilingkungan sekitarnya menciptakan mereka sebagai sosok yang pantas tuk dijadikan panutan. Berbagai hasil penelitiannya pun dapat bermanfaat bagi banyak orang tergantung focus penelitiannya. Misalnya penelitian mengenai kebudayaan kemiskinan (culture of poverty) di kota metropolitan Jakarta dengan bantuan lembaga social masyarakat atau yang lain telah menjadi salah satu masukkan untuk program pengembangan pembangunan di Negri ini. Ada juga penelitian mengenai penggugatan diskriminasi terhadap tribal culture (kebudayaan suku-suku di pedalaman) yang juga bermanfaat bagi Negri ini.
Namun, siapa yang mengira di balik itu semua terselip titik hitam yang cukup menakutkan. Sebut saja beberapa para antropolog Eropa dengan menjadikan ilmu mereka sebagai salah satu strategi penjajahan dalam alat perebutan kekuasaan (power tools) di beberapa Negeri jajahan seperti di India, Inggris mampu menaklukkannya dengan bantuan antropolog. Di Negri ini pun demikian, pemisahan Timor-timor dari bumi pertiwi kita ini tak luput dari andil seorang antopog. Selain itu, gerakan Aceh merdeka (GAM) yang sudah bubar pada awal pemerintahan SBY jilid satu pun terbentuk dari peran seorang antropolog di dalamnya, dsb.

Kedua ciri wajah yang berbeda pada para antropog ini pun menjadikannya sulit untuk di fahami. Selain itu kemunculan dirinya pun tak dapat diketahui di lingkungan public karena ruang kerja mereka terletak di belakang layar. Bertugas sebagai seseorang yang berada di belakang panggung dalam sebuah pertunjukan menjadi sesuatu hal yang unik dari diri anropolog. Keberadaan mereka tak dapat di ketahui oleh kebanyak orang sehingga terkadang mereka mirip dengan intelegen. Sekalipun ilmunya dianggap sepele atau gampang bagi sebagian orang sehingga keberadaannya yang tidak diketahui itulah menjadikan perekembangan antropolog Indonesia kurang mendapat perhatian, baik dari para ahli sosial ataupun masyarakat pada umumnya tetapi, keberadaan mereka sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi kebanyakan orang tak terkecuali bagi Negri ini. Namun sehebat apapun para antropolog, didalam dirinya pasti menyimpan sisi-sisi kekurangan karena mereka tetaplah manusia.
Anda ingin mengetahui lebih banyak lagi.
Kunjungi : www.dwiloveislam-dwie.blogspot.com atau twitter@dwiafifaah.com untuk berdiskusi tentang masalah apapun (via messange).
Semoga bermanfaat, terima kasih.

Salah Pilih Istri


Istri yang shalilah adalah perhiasan terbaik didunia. Lalu apa jadinya jika punya istri kebalikan dari itu. Kisah berikut bisa memberi gambaran betapa seseorang harus memperhatikan segi agama istrinya.
Pemuda itu bernama Abdullah, anak tertua dari sebuah keluarga yatim. Kini ia tinggal bersama ibu dan adik-adik perempuannya. Abdullah anak yang sangat berbakti kepada ibu dan sangat memperhatikan adik-adik perempuannya. Ia menyadari (setelah kematian ayahnya) dialah yang bertanggung jawab menghidupi dan melindungi keluarganya. Karena selain sebagai anak yang paling tertua, ia juga merupakan satu-satunya lelaki dalam keluarga. Abdullah senantiasa bekerja keras untuk keluarganya. Ia juga menghiasi rumahnya dengan cinta kasih, kelembutan, dan kasih sayang. Tak heran jika ibu dan adik-adiknya begitu menyanyangi dan menghormatinya.
Tahun demi tahun kini Abdullah tumbuh menjadi seorang pemuda dewasa. Sebagai orang yang taat pada agamanya, Abdullah pun berkeinginan untuk menikah demi meyempurnakan separuh agamanya. Ia segera memberitahukan keinginannya itu kepada sang ibu. Tentu saja sang ibu sangat suka cita mendengar keinginan putranya. Maka, dengan semangat ibunya sendiri yang mencarikan pendamping hidup bagi anaknya. Pilihannya jatuh pada seorang wanita cantik yang kaya raya. Ia berharap, pilihannya itu mampu membahagiakan kehidupan perkawinan putranya kelak.
Namun, sayang sang ibu ternyata lupa satu hal, yaitu bahwa akhlak seseorang itu lebih utama dari pada kekayaan dan kecantikan lahiriah. Pilihan sang ibu memang cantik dan kaya raya, tapi miskin agama dan budi pekerti.
Akhirnya Abdullah menikah dengan pilihan ibunya. Dalam waktu singkat, istrinya yang cantik dan kaya itu dengan drastis merubah dirinya. Kecantikan sang istri telah melelehkanya. Ia benar-benar lupa, bahwa yang telah memilihkan istri untuknya adalah sang ibu tercinta. Abdullah kini lebih taat pada istrinya. Ia sudah tidak peduli lagi pada sang ibu dan adik-adiknya yang senantiasa menyanyangi dan merindukannya. Ia telah melupakan kenangan-kenangan manis dan kehangantan keluarga bersama ibu dan saudar-saudarinya dulu. Ia terbuai oleh bujuk rayu sang istri. Sang istri memang wanita yang sangat jelita. Namun, ia tumbuh di lingkungan yang rusak. Semua orang mengenalnya sebagai anak yang durhaka kepada orangtua. Bahkan sekedara sup panas saja, Ia enggan memberikan kepada kedua orang tuanya di hari yang dingin menyengatkan.
Waktu terus berputar, sang istri telah menjadi wanita karir yang hebat. Untuk keberhasilannya, ia mengtdakan sebuah pesta dalam sebuah hotel berbintang. Yang diundang tentunya orang yang selefel dengan kekayaannya. Ia buat pesta itu semeriah mungkin, dengan harapan pestanya memiliki nuansa dan corak yang belum pernah di selenggarakan oleh orang-orang sebelumnya dan bisa di kenang oleh siapa saja yang telah hadir. Ia juga mengundang sebuah grup musickdengan mengeluarkan biaya puluhan juta riyal.
Setelah malam penuh hingar-bingar dan kemaksiatan itu (yang menghabiskan banyak biaya) pulanglah ia kerumahnya yang mewah. Ia segera merebahkan tubuhnya yang penat ke atas tempat tidunya yang empuk.
Tiba-tiba…
“Abdullah….! Wanita itu menjerit.” Api sedang membakarku!jari-jari keras dari besi serasa membakar-bakar tubuhku!”
Ia terus mengulang-ulang ucapannya :
“Abdullah api…Abdullah api…!!1”
Abdullah menjadi binging dan panik. Ia sendiri tidak melihat api, namun dengan cekatan ia segera mengambil seember air dingin dan menyiramnya ke tubuh sang istri. Namun, perbuatannya itu membuat sang istri berteriak semakin keras. Api itu dirasaknnya semakin bergejolak membakar tubuh dan wajahnya yang cantik. Padahal tentu saja, itu bukannlah api, melainkan sakaratul maut.
Allah berfirman :
“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya” (Qaaf:19).
Mungkin juga itu semua adalah awal dari siksa akhirat akibat dosa-dosanya selama ini dan kedurhakaannya kepada orang tua.
Beberapaa saat setelah nyawa, ia nafas terakhirnya di ats tempat tidurnya yang empuk, menuju alam yang dilewati sebelumnya.
Tiada berguna kecantikan dan kemewahan yang selama ini dimilikinya. Tiada guna kerja kerasnya di dunia dalam menapaki karir. Kini yang bersamanya hanyalah amal perbuatannya.
Sakaratul maut itu pasti datang. Kehidupan yang kekal pasti kan menjelang. Maka, tidaklah ada gunanya kehidupan ini tanpa amal kebajikan sebagai bekal perjalanan ke akhirat kelak. Janganlah kita terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia, karena penyesalan setelah mati tidaklah berguna.